Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
HAKA, Ulama Modernis Pembela Pakaian Ala Barat (2)
Melawan Fatwa Yang Serampangan Mengkafirkan
Senin, 16 September 2019 08:51 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Sanggahan Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA) terhadap fatwa haram memakai pakaian Barat, diungkap dalam Qati’ Riqb al-Mulhidin fi ‘Aqaid al-Mufsidin. HAKA dalam pemaparannya menegaskan, Islam tidak pernah memberatkan umatnya berbusana (Amrullah, 1914: 103).
Bahkan, bila seorang laki-laki ketika umrah dan berhaji seharusnya berpakaian ihram, sambung HAKA, tapi malah berpakaian yang lain— maka dia tidak keluar dari Islam atau menyalahi imannya. Ia hanya tidak mengikuti salah satu kewajiban dari rukun haji yang telah ditentukan, sehingga ia harus membayar fidiah.
HAKA juga menyayangkan fatwa gegabah Kaum Tua, bahwa orang yang berpakaian ala Eropa dan Turki langsung dituduh kafir dan telah merusak imannya.
Baca juga : Dibenci Oleh Ulama Kaum Tua
Juga tidak masuk akal, sambung HAKA, apabila persoalan pakaian itu dianggap melanggar adat istiadat. Karena tidak satu pun dalam aturan adat Minang yang melarang memakai pakaian di luar adat dan tidak disebutkan sanksi apa yang harus diterima si pemakai busana.
Tentunya, pena tajam HAKA ini “menampar” Kaum Tua yang serampangan mengkafirkan, atau pun para penghulu yang menuduh tidak memakai kain sesamping, sama saja melanggar adat Minang-kabau.
Dalam Qati’ Riqb al-Mulhidin fi ‘Aqaid al-Mufsidin, Haji Abdul Karim Amrullah menegaskan, tuduhan-tuduhan jahat (Kaum Tua dan Syekh Jusuf Nabhani) yang dialamatkan kepada ratusan juta orang Turki, Arab, Mesir, dan Suriah merupakan bentuk kebencian dan tidak beralasan. Ia pun merujuk pada riwayat Bukhari, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah memakai jubah dari bangsa Roma.
Baca juga : Lawan Tak Seimbang, Pertarungan Tak Menarik
HAKA kemudian menyanggah, apa yang menjadi dasar dari Kaum Tua untuk mengkafirkan muslim yang memakai pakaian ala Barat. Lebih lanjut ia menulis:
Jangan-jangan mereka itu lebih dulu jatuh pada larangan agama dengan mengada-adakan atas agama akan barang yang tiada kurang apa-apa. Sekalipun demikian itu dibenci oleh orang-orang yang mempunyai muru’ah (tertib, sopan), tiadalah harus dengan sebab demikian itu mengada-adakan barang yang tiada dari agama.
Fatwa HAKA membela cepiau dan pantalon dalam al-Munir dan Qati’ Riqb al-Mulhidin fi ‘Aqaid al-Mufsidin, rupanya tidak meredakan ketegangan. Bukannya respon negatif yang diterimanya dari kalangan masyarakat, malah jas, pantalon, dasi, cepiau, dan topi Panama segera mewabah di Sumatera Barat (Hamka, 1958: 85-86).
Baca juga : Man-Made Disasters Dan Mismanagement
Busana modern ala Eropa oleh sebagian masyarakat, dianggap lebih maju, bernilai estetika, teknologi, dan menunjukkan identitas sosial. Dalam perspektif HAKA, busana jenis ini boleh dipakai ketika bekerja, berceramah, dan acara-acara resmi lainnya. Habis
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya