Dark/Light Mode

Mengenang Samik Ibrahim, Ulama Pemrotes Kebijakan Kolonial Belanda (3)

Ikut Berperan Di Cikal BNI ’46 Dan TNI AL

Sabtu, 14 September 2019 06:54 WIB
Fikrul Hanif Sufyan, Pemerhati Sejarah Lokal Sumatra Barat Pengajar di STKIP Yayasan Abdi Pendidikan, Payakumbuh Mantan Wartawan Rakyat Merdeka
Fikrul Hanif Sufyan, Pemerhati Sejarah Lokal Sumatra Barat Pengajar di STKIP Yayasan Abdi Pendidikan, Payakumbuh Mantan Wartawan Rakyat Merdeka

RM.id  Rakyat Merdeka - Makin menguatnya larangan untuk Samik, membuatnya memutuskan hijrah ke Kerinci pada 1935. Dia pun didaulat menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Sungai Penuh. Namun, kembali ia menemui batu sandungan. Saat ia membentuk panitia untuk mengumpul dan mendistribuskan zakat fitrah, Samik pun diusir oleh Controleur Sungai Penuh. Ia kemudian memutuskan pindah ke Padang, tepatnya di Muhammadiyah Pasar Gadang.

Pasca menetap di Padang, karir Samik Ibrahim pun berkembang pesat. Paada 1937, ia memimpin beberapa sekolah. Di antaranya Hollandsch Indlandsche School (HIS), dan Sekolah Guru Muhammadiyah. Setahun kemudian, Samik memimpin Majelis Pengajaran Muhammadiyah Sumatera Tengah (Mingkabau dan Jambi), dengan menerbitkan majalah TJUATJA (Tjuraian dan Tjatetan) –sebuah majalah yang bertujuan menggerakkan amal pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah.

Baca juga : Gebrakan Ubah Kurikulum Dari Menyanyi Jadi Mengaji

Memasuki tahun 1938, Samik bergerak aktif mendirikan KOPAN -semacam koperasi yang bertujuan membantu kehidupan para petani. Pada masa pendudukan Jepang, KOPAN yang didirikan Samik berkembang pesat. Tidak saja mewadahi petani, tapi juga bergerak dalam simpan pinjam, hasil bumi, pengangkutan hasil bumi, mewadahi tukang, dan para saudagar.

Pada 1944, Samik turut masuk dalam Saudagar Vereeniging –sebuah perkumpulan pedagang yang berlokasi di Pasar Gadang. Ia juga turut mendesain berdirinya Sumatra of Banking di Pasar Gadang, kemudian melebur menjadi Bank Nasional Indonesia 46 (BNI ’46).

Baca juga : Melawan Monopoli Harga, Ijon Hingga Penyimpangan Agama

Di awal kemerdekaan, kembali nama Samik Ibrahim mengemuka. Bertempat di rumahnya di Jl. Palinggam 14 Padang, bersama beberapa tokoh terkemuka, memutuskan untuk mengambil alih kantor/gudang senjata Jepang dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih di kantor Nippon Ungko Kaysha –yang berlokasi di Teluk Bayur.

Selain itu, Samik juga menghasilkan putusan penting, terutama dalam sejarah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut –yang menjadi cikal bakal TNI-AL. Samik Ibrahim yang ditunjuk sebagai Kepala Keuangan, membantu menyebarluaskan susunan TKR Laut yang merupakan inti utama dalam rapat pembentukan TKR Laut. Beberapa nama yang masuk daftar nama itu, antara lain: Nizarwan (komandan TKR Laut), Wagimin (komandan ketentaraan), Zakir Hamzah (komandan markas), Wahab, Johan Rajo Intan, dan Khaidir (bagian tata usaha) (Pusat Sejarah ABRI, 1971)

Baca juga : Ikatan Alumni Harvard: SDM Unggul Indonesia Harus Sehat Badannya dan Jiwanya

Para pemuda revolusioner kemudian berbondong-bondong mendaftar menjadi calon tentara TKR-LAUT. Dalam hitungan hari, telah tersusun satu batalion TKR-LAUT yang terdiri atas tiga kompi pasukan. Dari pemuda-pemudi militan tersebut juga dibentuk "tentara semut", yang terdiri dari bocah cilik berusia 6-15 tahun. Tugas mereka, sebagai pasukan pengintai dan penyebar bom waktu dan molotov. Habis

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.