Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Sistem Meritokrasi Salah Satu Cara Pilih Menteri

Jumat, 18 Oktober 2019 18:11 WIB
Karyono Wibowo (Foto: Istimewa)
Karyono Wibowo (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, berpendapat, sistem meritokrasi bisa menjadi salah satu pendekatan untuk menunjuk menteri. Dengan system ini, diharapkan menteri yang dipilih sesuai dengan keinginan Presiden dan keinginan rakyat.

"Apa yang dinginkan Presiden Jokowi untuk memilih menteri yang profesional, kompeten, memiliki integritas dan tegas dalam mengambil keputusan merupakan harapan publik," kata Karyono, di Jakarta, Jumat (18/10).

Dalam konteks ini, sudah semestinya Presiden Jokowi memiliki catatan berupa rapor kinerja para menteri dan para pejabat pemerintahan lainnya. 

Baca juga : Menolak Pos Menteri

"Presidenlah yang mengetahui secara presisif rekam jejak (track record) para pembantunya. Presidenlah yang paling mengetahui mana menteri yang layak dipertahankan atau tidak. Tetapi pada prinsipnya, saya setuju dengan pendekatan meritokrasi," kata Karyono.

Namun demikian, lanjut dia, untuk mengisi jabatan menteri profesional yang memenuhi syarat dan kualifikasi tersebut, tidaklah mudah. "Kesulitannya bukan karena kekurangan stok sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi tersebut. Tetapi lebih karena situasi dan kondisi politik," ujarnya.

Selama ini, jabatan menteri dipandang sebagai jabatan politis. Pandangan tersebut terlegitimasi oleh sistem politik saat ini yang mendorong terjadinya proses koalisi dalam mengusung pasangan calon presiden. 

Baca juga : Sistem Informasi di Kemendagri Permudah Kontrol Kinerja Pemerintah

Sistem politik demikian, kata Karyono, tentu memengaruhi proses penyusunan kabinet pemerintahan. Penyusunan sulit dimonopoli oleh satu kekuatan politik tunggal yang ada dalam koalisi, bahkan oleh presiden sekalipun, yang sejatinya diberi kewenangan oleh konstitusi.

Atas dasar itu, lanjut dia, maka paradigma berpikir tentang jabatan menteri profesional tidak lagi kaku. "Kita bisa menarik konklusi yang lebih substansial sebagai jalan tengah bahwa diksi menteri profesional lebih ditekankan pada kriteria dan kualifikasi yang dibutuhkan. Bukan lagi dimaknai secara dikotomi kategori menteri parpol versus menteri profesional," tuturnya.

Karyono memahami, tidak mudah meyakinkan hal ini ke public. Sebab, sudah kuatnya persepsi yang terbangun selama ini yang membuat publik kurang percaya terhadap keprofesionalan menteri dari kalangan partai politik.

Baca juga : Antisipasi Demo, Lalu Lintas Sekitar Istana Negara Dialihkan

Peran dan kinerja menteri dari kalangan profesional, berdasarkan hasil riset yang dilakukan Alvara Research Center, ternyata lebih disukai publik. Berdasarkan hasil survei, publik lebih puas dengan menteri yang berasal dari kalangan profesional. Tak heran jika lima peringkat teratas menteri terbaik selama pemerintahan Jokowi-JK berasal dari kalangan profesional. 

"Ini artinya, publik mengakui kinerja dari menteri dengan latar belakang profesional," kata CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, saat memaparkan hasil surveinya, beberapa waktu lalu.

Salah satu profesional yang dinilai mumpuni adalah Djoko Siswanto. Ia pernah menjabat Pimpinan di SKK Migas, Pimpinan di BPH Migas. Dan saat ini menjabat sebagat Plt Dirjen Migas dan Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN). [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.