Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Mendengar Suara Senayan Agar Tak Ada Lagi Perusakan Kantor Polisi

Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin: Perlu Kajian Mendalam dan Solusi Nasional

Rabu, 2 September 2020 17:04 WIB
Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR. [Foto: Istimewa]
Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR. [Foto: Istimewa]

RM.id  Rakyat Merdeka - Dandim 0505/JT Kolonel Kav Rahyanto Edy Yunianto menjelaskan, penyerangan di Markas Kepolisian Sektor (Polsek Ciracas), bermula dari kabar kecelakaan tunggal yang dialami Prada Ilham, anggota Direktorat Hukum TNI Angkatan Darat.

Peristiwa itu lalu dipelintir oleh oknum dengan menyatakan, bahwa Ilham luka-luka akibat dikeroyok. “Namun, isu yang berkembang dari oknum tidak bertanggung-jawab, kejadian tersebut dikarenakan pengeroyokan,” ujar Rahyanto, seperti dikutip dari situs kodamjaya-tniad.mil.id pada Sabtu, (29/8).

Rahyanto mengatakan, informasi miring tersebut menyebabkan sekitar 100 orang terprovokasi dan melakukan perusakan di beberapa tempat, termasuk pembakaran di Polsek Ciracas. Meski begitu, Rahyanto tak menyebut secara jelas siapa 100 orang yang terprovokasi itu.

Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menyebut, apabila ada satuan yang terlibat dalam perusakan Polsek Ciracas agar dibawa ke Pomdam Jaya. Ia pun menegaskan, agar anggotanya tidak mudah terprovokasi atas isu-isu miring.

“Harus bisa mengantisipasi apabila ada kejadian seperti ini. Usut tuntas kasus ini serta beri tindakan tegas,” tandas Dudung.

Seperti diketahui, sekitar 100 orang tidak dikenal menyerang Polsek Ciracas. Penyerang datang mengendarai sepeda motor, lalu merusak Mapolsek.

Mereka membakar satu unit mobil dinas Wakil Kepala Polsek Ciracas dan satu unit bus operasional yang terparkir di lingkungan Polsek Ciracas, Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur. Kerusakan juga tampak pada sejumlah kaca ruang pelayanan, papan nama Mapolsek, serta pagar Mapolsek yang roboh.

Lantas, bagaimana pandangan anggota Komisi I DPR agar peristiwa seperti ini tidak terulang? Berikut penjelasan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanudin dari Fraksi PDIP:

Baca juga : Produk KA Indonesia Makin Melenggang di Dunia Internasional

Apa pandangan Anda mengenai insiden di Markas Polsek Ciracas?

Ini sudah sangat di luar batas lantaran dibarengi aksi perusakan terhadap aset negara. Sudah bukan perkelahian seperti kenakalan anak muda lagi, tapi berubah menjadi penyerbuan, merusak dan membakar aset negara. Ini benar benar memprihatinkan dan memalukan.

Di masa saya ketika masih menjadi anggota TNI, bukan tidak ada perkelahian, tetapi lebih banyak dilakukan duel satu lawan satu, lebih jantan dan lebih pribadi, jarang melibatkan corps atau satuan. Fenomena seperti ini menimbulkan pertanyaan, sekarang kenapa. Ada apa.

Terus, apa yang semestinya dilakukan?

Perlu kajian mendalam dan solusi tingkat nasional.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Banyak orang berpendapat, masalah ini dipicu kesenjangan kesejahteraan. Namun, saya memiliki pendapat berbeda. Menurut saya, soal gaji, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, bahkan tunjangan kinerja sudah sama dengan aturan perundang-undangan. Semuanya itu sudah diatur dalam APBN. Artinya, hak yang diterima anggota TNI dan Polri relatif sama. Tak ada perbedaan.

Kalau penghasilan tambahan?

Baca juga : DPR Jangan Alergi Aksi Buruh Dong

Ya pasti berbeda. Tapi, perbedaan itu bukan pada strata organisasi, melainkan pada strata perorangan. Ini lumrah saja. Perwira atau bintara di TNI ada yang hidupnya cukup, bahkan kaya, tapi ada juga yang hidupnya pas-pasan. Ini tak perlu menjadi alasan kecemburuan sosial.

Di institusi korps baju coklat juga sama saja. Ada yang berpangkat perwira menengah baru punya sepeda motor untuk ke kantor, tapi ada juga perwira pertama yang sudah punya mobil buat ke kantor.

Yang punya sepeda motor tak relevan marah kepada yang punya mobil, karena rezeki perorangan bisa berbeda. Jadi kesimpulan saya, penghasilan yang diberikan negara itu relatif sama. Tak bisa dijadikan alasan membenarkan kecemburuan dan lalu marah membabi buta.

Kalau bukan soal pendapatan, terus apa dong?

Bahwa kecemburuan antara dua institusi ini memang ada, yang berasal dari pembagian peran, tugas dan fungsi masing-masing atau sejak ABRI berubah menjadi TNI. Pertanyaannya sekarang, mengapa TNI tak punya peran seperti saat menjadi ABRI. Lalu, muncul istilah-istilah minor yang dikutip beberapa oknum pensiunan, bahwa TNI itu gajinya sebulan sekali, tapi Polri setiap hari, serta pendapat lain. Namun, pendapat itu tidak baik dan kurang pas.

Yang pas seperti apa?

Menurut hemat saya, perlu pemahaman mendasar dan diterima dengan baik oleh siapa pun, bahwa zaman sudah berubah. Tuntutan demokrasi ya seperti ini, peran TNI di manapun di dunia sangat berbeda dengan peran polisi.

Karena beda fungsi lalu beda peluang. Peluang yang berbeda, di sini penyebabnya. Perbedaan itu membuat kecemburuan sosial yang kemudian memunculkan perasaan sensitif dan mudah marah. Dan, kemarahan bisa terjadi dimana saja ketika muncul gesekan sekecil apapun. Persoalannya dengan tupoksi yang berbeda, apakah harus punya kesempatan yang sama.

Baca juga : Biasanya Di-bully, Kini DPR Dipercaya Pekerja

Terus, apa solusinya?

Harus ditemukan solusi komprehensif yang mengacu pada aturan perundang-undangan. Misalnya, perlunya kesadaran dari seluruh prajurit TNI, bahwa peran TNI dan Polri di era demokrasi ini berbeda. Perbedaan itu karena kebutuhan dan keadaan zaman, dan harus diterima dengan ikhlas.

Akan tetapi, negara juga perlu memperhatikan bahwa TNI itu adalah warga negara biasa, tapi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya berisiko tinggi. Sehingga, tidak dapat disamakan dengan ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam sistem penggajiannya, terutama penghitungan tunjangan kinerjanya. Ini mungkin yang harus diperhatikan negara.

Menyangkut penegakan hukumnya bagaimana?

Menyangkut tindakan anggota militer, sebaiknya mulai dipikirkan yang mana sebagai pelanggaran pidana militer, dan mana yang menjadi pelanggaran pidana umum.

Maksudnya?

Pelanggaran pidana umum bagi militer, sudah saatnya dibawa ke pengadilan umum seperti masyarakat lainnya. Pelanggaran pidana militer, ya diselesaikan dengan hukum militer, sesuai Pasal 65 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004.

Tindakan KSAD dalam memberikan sanksi, tentunya sudah terukur, sesuai dengan aturan yang ada saat ini. Tindakan mana yang berat dan ringan, pasti sudah diperhitungkan. [NNM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.