Dark/Light Mode

Sidang Kode Etik Ketua KPK Berlanjut

ICW: Dewas Perlu Telisik Kebenaran Materil

Kamis, 27 Agustus 2020 20:11 WIB
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (tengah). [Foto: MI/Susanto]
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (tengah). [Foto: MI/Susanto]

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua KPK Firli Bahuri telah menjalani pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Pemeriksaan yang berkaitan dengan penggunaan helikopter jenis helimousine oleh Firli ini, digelar pada Selasa (25/8).

Dewan Pengawas KPK menjelaskan, pihaknya akan kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran etik Ketua KPK pada Senin (31/8). Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, sidang akan kembali digelar karena belum semua saksi dimintai keterangan pada sidang Selasa lalu.

“Sidang etik untuk Pak FB masih akan dilanjutkan Senin, minggu depan, karena saksi-saksi yang dipanggil Dewas KPK, belum semua hadir," ucap Syamsuddin. 

Syamsuddin menuturkan, ada enam saksi yang dipanggil. Namun, baru dua saksi yang telah memberi kesaksian. "Pak FB sebagai terperiksa akan hadir lagi dalam sidang,” tandas Syamsuddin.

Sebelum menjalani sidang etik, Firli menyatakan bahwa gaji yang diperolehnya cukup untuk membayar sewa helikopter untuk perjalanan pribadinya. Ia pun membantah helikopter yang digunakannya itu merupakan hasil gratifikasi.

“Semua saya kerjakan untuk kemudahan tugas saya dan bukan untuk kemewahan. Gaji saya cukup untuk membayar sewa heli dan ini bukan hidup mewah. Semua biaya saya bayar sendiri,” kata Firli, Senin (24/8).

Lantas, bagaimana kelanjutan sidang dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK ini? Bagaimana tanggapan pegiat anti korupsi? Berikut tanggapan dan catatan Indonesian Corruption Watch (ICW) terkait sidang tersebut yang ditanggapi Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana:

Ketua KPK Firli Bahuri sudah menjalani sidang etik. Apa tanggapan Anda?

Kami memiliki penilaian, kuat dugaan bahwa perusahaan pemilik helikopter itu, memiliki keterkaitan kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani KPK. Penggunaan fasilitas tersebut, diduga merupakan bentuk pelanggaran kode etik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020.

Baca juga : Segera Disidang, Eks Ketua DPRD dan Eks Plt Kadis PUPR Muara Enim

Apa saja catatan ICW mengenai hal ini?

ICW setidaknya memiliki tiga catatan atas pemeriksaan indikasi pelanggaran kode etik itu.

Apa saja itu?

Pertama, proses pemeriksaan harus menjunjung tinggi transparansi serta akuntabilitas kepada masyarakat.

Apa landasan hukumnya?

Pasal 5 Undang-Undang KPK telah menjelaskan, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

Adakah landasan hukum lainnya?

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan, Dewas dalam melaksanakan pemeriksaan dan persidangan, berasaskan nilai akuntabilitas dan kepentingan umum.

Ihwal pertanggungjawaban kepada publik juga ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UU KPK. Karena itu, Dewas dilarang menutup diri atas proses dan hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri.

Baca juga : Ketua MPR Apresiasi Kehadiran Presiden RI

Apa yang semestinya dilakukan Dewas dalam sidang etik itu?

Model pembuktian yang dilakukan Dewas, diharapkan tidak hanya mengandalkan pengakuan terperiksa. Dalam konteks ini, materi pemeriksaan sudah barang tentu akan menyoal penggunaan moda transportasi mewah yang digunakan Ketua KPK.

Apa saran Anda untuk Dewas KPK?

Dewas mesti terus menggali. Jika pengakuan terperiksa menyebutkan penggunaan transportasi itu berasal dari uang pribadi atau gaji, maka pertanyaan lebih lanjutnya adalah, metode pembayaran apa yang digunakan. Apakah melalui pembayaran tunai atau menggunakan jasa perbankan.

Lalu perihal bukti, semestinya terperiksa bisa memperlihatkan bukti pembayaran otentik kepada majelis pemeriksa. Tujuannya, agar Dewas bisa mendapatkan kebenaran material atas proses pemeriksaan ini.

Apa ada lagi catatan dari ICW?

Dewas perlu melibatkan Kedeputian Penindakan dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK.

Untuk apa melibatkan kedeputian penindakan?

Hal ini penting, setidaknya untuk melihat lebih jauh, apakah ada potensi penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu. Jika nantinya ditemukan bukti permulaan yang cukup mengenai penerimaan gratifikasi dalam bentuk transportasi mewah, maka pemeriksaan etik tersebut dapat dilanjutkan dengan tindakan penyelidikan, bahkan penyidikan.

Baca juga : Jelang Liga Lanjutan, Ketum PSSI Beri Arahan Timnas Indonesia Senior dan U-19

Landasan hukumnya apa?

Pasal 12 B UU Tipikor dapat digunakan sebagai dasar untuk memproses setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dari pihak tertentu, yang mana ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.

Sejauh ini, bagaimana Anda melihat kinerja Dewas dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK?

Proses pemeriksaan ini merupakan ujian besar bagi Dewas. Sebab, kami menilai kinerja Dewas terlalu lambat merespon beberapa peristiwa dan kebijakan kontroversial yang dilakukan Ketua KPK, ataupun Pimpinan KPK lainnya yang menyetujui keputusan Ketua KPK. Kita dapat mencatat beberapa hal, hingga kasus yang sedang diperiksa Dewas terkait penggunaan helikopter.

Khusus dugaan penggunaan helikopter ini, bagaimana kinerja Dewas KPK?

Apa yang sedang ditangani Dewas terkait dengan indikasi pelanggaran kode etik Ketua KPK, perlu dilihat dalam kronik waktu yang lebih luas, termasuk melihat rekam jejak yang bersangkutan selama menjadi pegawai di KPK. [NNM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.