Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Apa Yang Diperlukan Setelah Subsidi Minyak Goreng Dan B30?
Senin, 24 Januari 2022 20:30 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Kesuksesan pemerintah menstabilkan harga minyak goreng ke level Rp 14 ribu dengan subsidi dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 7,6 triliun dan program B-30 dengan suntikan dana BPDPKS Rp 40 triliun telah membuat bangsa ini terpesona.
Namun, saya memastikan, hanya segelintir orang yang mengetahui darimana sesungguhnya dana BPDPKS tersebut. Sehingga banyak orang mengatakan: "Dana APBN (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara) dipakai mensubsidi migor? Kan sama saja memberikan uang APBN kepada perusahaan produsen Migor?"
Sesungguhnya tidak ada hubungan antara dana BPDPKS dengan APBN. Dana ke APBN dari ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya itu disebut dengan Bea Keluar alias BK.
Dana Pungutan BPDPKS itu adalah uang yang dipungut oleh BPDPKS melalui yang namanya Pungutan Eksport (PE). PE ini menurut PMK No 76/2021; jika harga CPO di atas 1000 dolar AS/ton, maka PE-nya sebesar 175 (flat) dan saat ini harga CPO dunia sudah di atas 1.000 dolar AS/ton. Pungutan 175 dolar AS ini khusus untuk CPO ekspor. Demikian juga utk ekspor turunan CPO yang PE-nya lebih rendah.
Apa hubungannya PE dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani sawit? Karena 42 persen sawit Indonesia dikelola oleh petani yang otomatis total produksi CPO Indonesia juga berasal dari petani. Jadi, akibat PE tersebut maka harga TBS petani menjadi tertekan (ikut menanggung).
Baca juga : Pupuk Indonesia Dukung Pengusutan Penyalahgunaan Pupuk Subsidi Di Nganjuk
Jika dihitung per Desember lalu berarti dengan PE 175 dolar AS/ton CPO, maka harga TBS pekebun tertekan sebesar Rp 507/Kg TBS. Dengan begitu, petani sawit menyumbang Rp 507/kg TBS untuk dana BPDPKS. Artinya dana yang dikelola oleh BPDPKS tersebut paling tidak 42 persen berasal dari Petani sawit sisanya dari korporasi.
Jadi sesungguhnya dana subsidi migor dan biodisel tersebut adalah uang petani sawit juga paling tidak 30 persen dari Rp 71,64 triliun yang terkumpul oleh BPDPKS di 2021 lalu. Kami tidak berkeberatan dengan pemanfaatan dana BPDPKS untuk subsidi migor sebesar Rp 7,6 triliun dan Rp 40 trilin untuk subsidi B30 meskipun dana untuk Kebutuhan petani sawit langsung melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sejak 2016 baru kisaran Rp 6,395 triliun.
Dan, kini saatnya kami mengajukan kepentingan internal petani sawit yang sangat krusial dan urgent.
Pertama adalah terkait produktivitas dalam hal ini pupuk dan herbisida. BPDPKS dan Kementerian Pertanian harus segera membantu petani sawit dengan penyediaan pupuk dan herbisida dengan harga normal. Karena harga pupuk dan herbisida saat ini naiknya sudah rata-rata di atas 150 persen. Kami tidak minta gratis.
Saat ini menurut survey DPP APKASINDO di 22 Provinsi DPW APKASINDO, sejak Januari-Juni 2021, 37 persen petani berhenti memupuk dan di periode Juli-Desember 2021, petani yang berhenti memupuk naik menjadi 68 persen. Jika kami tidak memupuk dan mengendalikan gulma dan hama penyakit, maka dipastikan produktivitas petani akan anjlok di 2022 ini. Semua pihak akan dirugikan dan ini berdampak ganda dan liar.
Baca juga : Ada Pihak Yang Lakukan Reklamasi Ilegal, KPK Dorong Pemulihan Danau Singkarak
Kedua adalah seiring dengan terbitnya Perpres No 109/2020 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang salah satunya PSN tersebut adalah Energi Baru Terbarukan, salah satunya Bensa atau Bensin Sawit. Jelas disebut di Perpres Percepatan PSN tersebut bahwa PSN Bensa ini harus terintregasi dengan kebun rakyat.
Oleh karena itu, petani harus didorong masuk ke industri Bensa. Tidak ada pilihan jika ingin memastikan masa depan perkebunan sawit rakyat. Dengan semakin ketatnya syarat keberlanjutan untuk ekspor CPO dan turunannya dan masih belum adanya perkembangan solutif penyelesaian sawit petani yang 2,78 juta ha dalam kawasan hutan maka pabrik Bensa Ini adalah solusi nya.
Kenapa? Karena Bensa tidak perlu sertifikasi itu dan ini, dan asam lemak tidak menjadi faktor pembatas, karena bensa nya akan kami pakai sendiri. Dan ini sesuai dengan arahan Presiden Jokowi tentang hilirisasi dan mengkorporasikan koperasi petani sawit.
Ketiga adalah memberikan kesempatan melalui regulasi kepada petani untuk punya pabrik minyak goreng melalui dana kami di BPDPKS. Dia pastikan harga minyak goreng tidak lebih dari Rp 8000/liter dan tidak perlu lagi ada subsidi Migor yang mencapai Rp 7,6 triliun. Kebetulan masih satu bulan berjalan subsidi migor tersebut dari rencana enam bulan.
Jika empat bulan kedepan regulasi migor petani sawit sudah terbit, paling tidak masih tersisa Rp 2,53 triliun subsidi migor tersebut, dan sisa ini sudah bisa dipakai membangun paling tidak 50 pabrik migor petani sawit di 22 Provinsi Sawit dengan harga ecer Rp 8.000/liter.
Baca juga : PPKM Level 2 Diperpanjang, Legislator DKI Minta Gage Dihapus
Dr. Gulat Manurung, MP. CIMA
Penulis Adalah Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya