Dark/Light Mode

Harga Migor Stabil Mahal

Emak-emak Pasrah, Asal Barangnya Ada

Minggu, 15 Mei 2022 06:16 WIB
Ilustrasi minyak goreng kemasan. (Foto: Ist)
Ilustrasi minyak goreng kemasan. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Larangan ekspor minyak goreng (migor) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang dimulai sejak akhir April lalu, rupanya belum bisa jinakkan harga migor. Sampai kemarin, harga migor di pasaran masih stabil mahal. Emak-emak yang sudah bosan mengeluh, kini hanya bisa pasrah. Tak apa mahal yang penting barangnya ada.

Saat ini, keberadaan minyak goreng memang sudah tak lagi sulit dicari. Pasokannya melimpah. Berbagai merek minyak goreng kemasan sudah berjejer rapi di rak-rak ritel modern dan minimarket. Begitu juga di warung kelontong dan sayuran. Kondisi ini berbeda dibanding awal tahun lalu saat pemerintah memberlakukan harga eceran tertinggi Rp 14 ribu per liter. Saat itu, minyak goreng ngumpet. Hilang entah ke mana. 

Pasokan minyak goreng yang banjir itu misalnya, tampak di Indomaret yang berada di perumahan Grand Kahuripan, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Berbagai merek minyak goreng seperti Bimoli, Tropical, dan lain-lain, berjejer rapi di rak. Bahkan yang dipajang bukan hanya kemasan yang satu liter dan dua liter. Kemasan 5 liter dalam jerigen pun sudah tersedia. Penampakan serupa terlihat di minimarket yang berada di kawasan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur. Minyak goreng sudah tak sulit dicari. 

Baca juga : Pengamat BUMN Dan Pangan: Jangan Sampai Kejadian 98 Terulang

Pasokan minyak goreng memang mulai membanjiri pasar. Di Indomaret maupun Alfamart sudah tersedia. Sayangnya, harganya masih relatif mahal. Belum bisa balik lagi seperti di akhir tahun lalu. Apalagi sesuai dengan keinginan pemerintah. 

Harga minyak goreng kemasan misalnya, masih dibanderol sekitar Rp 25-27 ribu per liter, dan Rp 50 ribu untuk kemasan 2 liter. Sementara untuk minyak goreng curah masih dibanderol Rp 20 ribu per kilogram. 

Harga tersebut masih tak jauh beda sebelum larangan ekspor minyak goreng dan CPO diberlakukan 28 April lalu.  Padahal, dengan kebijakan larangan ekspor diberlakukan itu pemerintah ingin pasokan minyak goreng dalam negeri melimpah dan harganya murah.  

Baca juga : Erick Kesel Banget

Menanggapi harga migor yang tak mau turun, emak-emak hanya bisa pasrah. Ibu Dina, warga Cileungsi, Bogor misalnya, mau tak mau membeli migor dengan harga tinggi. Ia mengaku sudah bosan mengeluh dan berharap pada pemerintah.

"Sekarang yang penting barangnya ada. Tak antre lagi kalau beli," kata Dina, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam. 

Menurut dia, sejak larangan ekspor migor diberlakukan, harga minyak goreng memang turun sekitar Rp 500- Rp 1000 per liter. Ada yang turun banyak, tapi karena program diskon atau promosi. 

Baca juga : Migor Mahal, Minyak Kelapa Bisa Jadi Alternatif

Ibu Arsih, penjual nasi uduk dan gorengan di kawasan Munjul, pun mengungkapkan hal serupa. Kata dia, harga minyak goreng yang mahal sebenarnya membuatnya bingung. Setelah libur Lebaran, ia belum berjualan lagi. Nunggu harga minyak goreng turun. "Kalau tidak turun, ya mau gimana lagi," ucapnya. 

Harga minyak goreng memang masih relatif tinggi. Dalam situs Informasi Pangan Jakarta per hari kemarin misalnya, harga minyak goreng curah masih ada di kisaran Rp 19.528 per kilogram. Namun, menurut Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng curah terpantau sudah mengalami penurunan.

Begitu juga dengan minyak goreng kemasan. Menurut Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga minyak goreng curah pada Jumat (13/5), turun dari Rp 1 7.600 menjadi Rp 17.400 per liter.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.