Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Gandeng PT RNP, BNPT Bina SDM Perusahaan Cegah Paparan Ekstremisme
- Kementerian LHK Gelar Festival Pesona
- BSI Terbitkan EBA Syariah Pertama Di Indonesia
- Mantap! Pertamina Cetak Laba Bersih Rp 56,6 T Pada 2022, Tertinggi Sepanjang Sejarah
- El Nino Mengintai, Ancaman Karhutla Di Depan Mata, Ini 5 Pesan Moeldoko
Pengamat: Koordinasi Lembaga Keuangan Jangan Kendor Hadapi Ekonomi Dunia
Senin, 6 Juni 2022 02:10 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah pimpinan Mahendra Siregar Cs harus sigap hadapi gejolak ekonomi dunia guna menjaga stabilitas pasar keuangan Indonesia. Koordinasi Menkeu, Bank Indonesia dan OJK jangan sampai kendor.
Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri menilai,, masih banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan DK OJK di tahun ini.
"Kondisi makroekonomi dunia yang begitu labil, menjadi tantangan berat DK OJK yang baru. Kalau tidak cerdas dan cekatan, habislah kita," kata Deni dalam keterangannya, Senin (6/6)
Pimpinan OJK yang baru, kata Deni, harus terus memantau perkembangan makroekonomi dunia, yang bisa berubah tiap detik. Indonesia adalah negara dengan small open economy, OJK trengginas dalam mengantisipasi setiap perubahan global.
Baca juga : Pengamat: Tindak Tegas Mobil Berpelat ‘Sakti’ Yang Arogan Di Jalan
"Tentu saja dengan program stabilitas keuangan, ketimbang lainnya yang justru berdampak bagi ketidakstabilan sektor keuangan," paparnya.
Sinkronisasi kebijakan dalam konteks stabilitas, menurutnya, harus dikoordinasikan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berada di luar kontrol OJK.
Deni menyarankan, agar OJK tidak mudah terpukau dengan data BPS. Akan lebih baik apabila OJK membuat seluruh data sektor keuangan menjadi transparan dan real time. Mudah diakses publik dengan akurasi tinggi.
"Menciptakan unit wake up call, khusus yang memantau secara seksama perubahan makroekonomi dunia saat ini yang berpotensi merusak sistem keuangan nasional," tuturnya.
Baca juga : Pengamat Bilang, Pencapresan Bukan Sekadar Elektabilitas
Lembaga kredibel sekelas IMF saja memproyeksikan inflasi global pada 2022 mencapai 5,7 persen di negara maju, 8,7 persen untuk negara berkembang.
Selain itu, IMF memproyeksikan angka pertumbuhan 6,1 persen (2021), merosot menjadi 3,6 persen untuk 2022. Sedangkan untuk 2023, IMF proyeksikan perekonomian global hanya tumbuh 3,3 persen.
Lembaga Think Tank Inggris, National Institute of Economic and Social Research (NIESR) mengkhawatirkan terjadinya resesi. Krisis biaya hidup ditambah tingginya inflasi, memperlambat ekonomi Inggris dalam setahun ini.
Bagaimana dengan RRC? Ternyata sama saja. Tahun ini, defisit anggaran China diperkirakan mencapai 5,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2021, defisit China lebih rendah yakni 4,4% dari PDB.
Baca juga : Ini Berbagai Keuntungan Presidensi G20 Bagi Indonesia
Sedangkan suku bunga acuan di Indonesia, diproyeksikan 4,00 persen pada 2023, dan 4,25 persen pada 2024. The Economist Intelligence Unit memperkirakan, The Fed akan menaikkan suku bunga 7 kali hingga mencapai 2,9 persen pada awal 2023.■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya