Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
RM.id Rakyat Merdeka - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) mendukung pemerintah mengelola management minyak goreng dan turunannya. Sebagai negara penghasil crude palm oil (CPO) alias minyak sawit mentah terbesar di dunia, mereka berharap pemerintah memperbaiki tata kelola harga CPO di lapangan.
Pasalnya, semenjak Jokowi mencabut larangan ekspor CPO pada 23 Mei lalu, harga sulit bersaing.
"Harga tandan buah segar sawit (TBS) petani terus menunjukkan penurunan yang sangat drastis," kata Ketua Umum (APPKSI) Muhammadyah, dalam keterangannya, Rabu (29/6).
Adapun rinciannya yaitu untuk periode II-Januari 2022, sawit berusia 3 tahun Rp 2.400 per kilogram, sawit umur 4 tahun Rp 2.600 per kilogram, sawit umur 5 tahun Rp 2.800 per kilogram, sawit umur 6 tahun Rp 2.900 per kilogram, sawit umur 7 tahun Rp 3.000 per kilogram; sawit umur 8 tahun Rp 3.100 per kilogram. Sawit umur 9 tahun Rp 3.160 per kilogram; sawit umur 10-20 tahun Rp 3.300 per kilogram.
Lewat dari umur 21 tahun, justru harga sawit lebih rendah. Sawit umur 21 tahun 3.200 per kilogram; sawit umur 22 tahun Rp 3.200 per kilogram; sawit umur 23 tahun Rp 3.100 per kilogram; sawit umur 24 tahun Rp 3.000 per kilogram; dan sawit umur 25 tahun Rp 2.900 per kilogram. Dan saat ini harga TBS turun Rp 1.000 per kilogram.
"Per 26 Juni 2022, harga TBS di 10 provinsi wilayah anggota SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) berkisar Rp 500-1.070 per kilogram," jelasnya.
Baca juga : Ketum Kodrat Dorong Pengembangan Tarung Derajat Di Daerah
Karena hal ini, dia mengaku petani kelapa sawit mengalami kerugian sekitar Rp 1.500.000-Rp 2.000.000 per bulan.
"Sementara untuk kerugian petani sawit swadaya seluruh Indonesia dari bulan April-Juni ini sudah ada sekitar Rp 50 triliun," klaim dia.
Untuk itu, dia berharap pemerintah konsisten menetapkan harga TBS. Berlakukan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) secara wajar.
Baca juga : Waskita Kini Leluasa Bangkitkan Kinerja
"Pencabutan pelarangan ekspor menyebabkan penumpukan CPO yang jumlahnya jutaan ton di petani kelapa sawit yang belum bisa terjual, akibat pemberlakuan kebijakan DMO dan DPO yang justru mempersulit ekspor CPO," jelas dia. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya