Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Perekonomian Kita Ditopang Domestik, Probabilitas Resesi Hanya 2 Persen
Kamis, 4 Agustus 2022 06:59 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, peluang Indonesia masuk ke jurang resesi sangat kecil. Perekonomian Indonesia tetap kuat ditopang oleh indikator makro yang positif dan ditopang ekonomi domestik.
Berdasarkan leading indicator CEIC seperti keuangan moneter, pasar tenaga kerja dan industri, perekonomian Indonesia masih diperkirakan menguat. Bahkan Indonesia berada di bawah indikator 100, sehingga jauh dari sinyal resesi.
Tidak hanya akan minim risiko resesi, dengan berbagai indikator perekonomian yang positif di tengah ancaman krisis global maupun stagflasi, pemerintah optimis, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan di kisaran 5,3 persen hingga 5,9 persen.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi kita di 2022 ini masih optimis di 5,2 persen, dan diharapkan pada 2023 kita bisa tingkatkan antara 5,3 persen hingga 5,9 persen,” kata Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Rabu (3/8).
Probabilitas Indonesia untuk masuk ke jurang resesi, diakui sejumlah ekonom sangat kecil.
Jika dilihat dari indikator makro ekonomi, kondisi Indonesia lebih baik di antara emerging market lain, yang mengalami resesi seperti Sri Lanka, Ghana, yang kondisinya ada tekanan.
Baca juga : Nyaris Sebulan dan Melelahkan
"Utang kita ada peningkatan, terutama utang pemerintah. Tetapi kita diimbangi windfall profit dari komoditas. Ini blessing in disguise di kala negara lain bermasalah, karena kenaikan komoditas kita justru dapat extra,” kata Ekonom Bank BCA David Sumual, Rabu (3/8).
Menurutnya, kekuatan ekonomi domestik adalah penopang perekonomian nasional.
“Kita ekonomi 60 persen ditopang domestik, saya tidak khawatir ada resesi atau stagflasi global karena domestic economy kita besar sekali. Malah, ini kesempatan untuk mendorong substitusi impor. Kalau ada barang yang sulit kita dapat,” ucap David.
Selain itu, iklim investasi di Indonesia juga kian menggeliat. Semenjak pandemi, masyarakat mulai terbiasa dengan kebiasaan berinvestasi.
“Saya lihat peranan domestik cukup baik, untuk SBN, perlu pendalaman finansial kepada masyarakat supaya terbiasa investasi di pasar modal,“ kata David.
Meski begitu, ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga momentum perekonomian nasional tetap positif. Yaitu menjaga inflasi dan daya beli masyarakat, likuiditas valas juga stok pangan.
Baca juga : Penuhi Janji Kampanye, Anies Bersama Ibunda Resmikan JIS
Untuk pasokan pangan dalam negeri, karena harga pupuk meningkat, ada kekhawatiran cuaca. Dan banyak ahli memperkirakan kita akan masuk ke El Nino.
“Karena tahun ini basah, tahun depan biasanya lebih kering. Pangan terutama beras harus diperhatikan,” tandas David.
Hal senada diungkapkan Direktur Utama BRI Research Institute Anton Hendranata. Dia mengatakan, kemungkinan Indonesia mengalami resesi pada 2023 hanya 2 persen.
Hal tersebut karena perekonomian Indonesia ditopang sangat kuat oleh permintaan domestik. Selain itu, pasar financial dan valas Indonesia cenderung robust dari gejolak eksternal dibandingkan masa lalu.
Komoditas Beras
Pakar pertanian dari IPB University Dwi Andreas Santosa mengungkapkan, tidak ada persoalan terkait stok komoditas pangan domestik.
Baca juga : Luncurkan Instant Jaminan 1 Jam, GoSend Dongkrak Pendapatan Penjual Hingga 67 Persen
Dia mengaku, tidak melihat adanya indikasi kelangkaan atau kekurangan stok. Meski demikian, dia menekankan agar menjaga komoditas beras.
Peneliti CORE (Center of Reform on Economics) itu juga mengungkapkan, pemerintah harus memperhatikan nasib dan kesejahteraan petani. Jika harga terlalu rendah, petani akan akan sangat menderita.
"Itu yang perlu menjadi fokus perhatian pemerintah. Jangan fokus terlalu kuat ke upaya menurunkan inflasi pangan. Lihat sajalah produsen pangan di Indonesia seperti apa nasibnya," tambahnya.
Dia juga menekankan agar mewaspadai produksi beras nasional yang kini mendapati tren penurunan. Hal itu didasarkan kondisi dua tahun terakhir.
Menurutnya, produksi padi seharusnya bisa melonjak tinggi, karena adanya fenomena La Nina yang mendukung peningkatan produksi padi. Padahal, selama 20 tahun terakhir, La Nina selalu membuat produksi padi melonjak.■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya