Dark/Light Mode

Kerja Sama Lippo Dan OVO Berujung Monopoli, BPKN Minta Regulator Turun Tangan

Jumat, 19 Juli 2019 21:12 WIB
Counter OVO. (Foto: Nikkei Asian Review)
Counter OVO. (Foto: Nikkei Asian Review)

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN) menilai penggunaan aplikasi OVO, sebagai alat pembayaran resmi di fasilitas umum yang dikelola afiliasinya yang bernaung di bawah Grup Lippo, dianggap sebagai bentuk pemaksaan yang melanggar hak-hak konsumen. Hal tersebut dapat merusak persaingan pasar yang sehat.

“Persoalan payment gateway yang mengharuskan parkir di satu tempat tertentu, seperti di pusat perbelanjaan untuk menggunakan aplikasi [pembayaran] terafiliasi seperti yang diduga dilakukan OVO dan Lippo, itu merupakan wujud monopoli,” ujar Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Budiman Sitinjak dalam keterangannya, Jumat (19/7).

Untuk menertibkan praktik-praktik yang mengancam persaingan usaha yang sehat tersebut, Rolas menghimbau agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera turun tangan. Menurut Rolas, selain Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), OJK memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar. “Karena ini melibatkan Fintech,” tegasnya.

Baca juga : Menkop Minta Kisel Melantai Di Bursa Saham

Di kesempatan yang berbeda, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat, ada indikasi praktik bisnis yang kurang sehat yang dilakukan oleh platform pembayaran yang juga terafiliasi dengan Grup Lippo tersebut. “Penelitian oleh KPPU dilakukan di semua tempat parkir perbelanjaan,” ujar komisioner sekaligus juru bicara KPPU, Guntur S. Saragih, Selasa (16/7).

Maka, jika ada alasan pembayaran merupakan bagian dari ekosistem platform digital, hal ini menurut Guntur tak bisa dibenarkan. “Konsumen tetap memiliki ruang untuk memilih penyedia jasa,” katanya.

Sebab pusat perbelanjaan merupakan tempat yang terbuka untuk umum. Bukan tempat yang hanya boleh didatangi pihak terbatas. ”Pusat perbelanjaan itu jatuhnya publik,” kata Guntur.

Baca juga : Sidang PHPU di MK Berlangsung, Lalu lintas Sebagian Jalan MH Thamrin Lancar

Bukan hanya itu, sekalipun Lippo dan OVO terafiliasi, memberikan kewenangan kepada OVO saja untuk mengelola metode pembayaran di lahan parkir pusat perbelanjaan milik Lippo juga seharusnya tidak diperbolehkan. Pasalnya, hal ini menutup peluang terhadap pelaku lain yang memiliki layanan dan kemampuan seperti OVO.

KPPU saat ini memang masih melakukan penelitian lebih lanjut, mulai dari latar belakang sampai praktik yang terjadi melibatkan OVO di pusat perbelanjaan milik Lippo. “Setelah ini baru meningkat ke penyelidikan,” ucap Guntur.

Hal senada diungkapkan Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik Universitas Trisakti Yayat Supriatna. Dia berkesimpulan bahwa praktik monopoli dalam metode pembayaran pada jaringan perusahaan terafiliasi itu, membuka tabir bahaya monopoli di masa mendatang.

Baca juga : Demi Stabilitas Makroekonomi, BI Minta Reformasi di Sektor Keuangan Dilanjutkan

Sebelumnya, Head of PR OVO Sinta Setyaningsih mengatakan, OVO terbuka menjalin kerja sama dengan pihak manapun yang memiliki misi yang sama, yakni mengedukasi masyarakat untuk bertransaksi nontunai. Sinta membantah adanya monopoli dalam hal pembayaran parkiran pusat perbelanjaan milik Lippo Group.

“Kami juga memberikan keleluasaan bagi merchant untuk bekerja sama dengan penyedia layanan keuangan lainnya,” ujar Sinta.

Sinta mengatakan, OVO mendoorng ekosistem pembayaran yang kolaboratif dan inklusif untuk mendukung perkembangan ekonomi digital. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.