Dark/Light Mode

Kenaikan Cukai Dan Harga Bikin IHT Gulung Tikar

Rabu, 31 Agustus 2022 14:30 WIB
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Kenaikan Harga Rokok terhadap Keseimbangan Prioritas Kebijakan IHT di Indonesia. (Foto: Ist)
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Kenaikan Harga Rokok terhadap Keseimbangan Prioritas Kebijakan IHT di Indonesia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya, Prof. Candra Fajri Ananda mengatakan, kebijakan harga rokok dan tarif cukai tidak selalu serta merta membuat perokok untuk berhenti merokok. Kebijakan ini malah membuat banyak industri hasil tembakau gulung tikar.

Berdasarkan hasil survei di 4 provinsi dengan 1.600 responden menunjukkan bahwa sekitar 95 persen responden akan tetap merokok meskipun harga rokok naik. 

“Hasil survei tersebut memperlihatkan variabel harga rokok bukanlah faktor utama yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok,” kata Prof. Candra dalam paparan hasil kajian pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kenaikan Harga Rokok terhadap Keseimbangan Prioritas Kebijakan IHT di Indonesia”, di Malang, seperti ditulis Rabu (31/8).

Dia mengatakan, selama 10 tahun terakhir, kenaikan tarif cukai dan harga rokok terjadi secara signifikan hampir di semua golongan. Misalnya, kenaikan harga rokok jenis Sigaret Mesin (SKM & SPM) Gol 1 mengalami perubahan harga hingga 168 persen, Sigaret Mesin (SKM & SPM) Gol 2 mengalami perubahan harga hingga 247 persen. 

“Apabila dilihat berdasarkan golongan, kenaikan tarif cukai tertinggi selama hampir 10 tahun terakhir terjadi di rokok jenis Sigaret Mesin (SKM & SPM),” imbuhnya. 

Baca juga : Pekan Depan, Puan Dan Prabowo Berkuda Bareng Di Hambalang

Hasil kajian PPKE FEB UB juga menyatakan kenaikan tarif cukai dan harga rokok dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan penurunan yang signifikan pada jumlah pabrikan rokok. Menurut Prof. Candra, kenaikan harga rokok akan menurunkan volume produksi pabrikan rokok, mulai pabrikan Gol 1 sampai Gol 3. Hal ini, lanjut Prof. Candra, berpotensi menurunkan penerimaan negara dan meningkatkan peredaran rokok illegal. 

Kenaikan harga rokok dan tarif cukai juga menurunkan volume produksi rokok legal dan meningkatkan peredaran rokok ilegal secara signifikan. Kenaikan tarif cukai sebesar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) meningkat 35 persen di tahun 2020 (PMK 152/2019) berdampak pada penurunan volume produksi rokok hingga minus 9,7 persen, dan memicu peningkatan peredaran rokok ilegal menjadi 4,8 persen. 

Data menunjukan, terjadi penurunan jumlah pabrikan rokok. Pada tahun 2007 jumlah pabrikan rokok mencapai 4.793 namun kini pada tahun 2021 hanya tersisa 1.003 pabrikan rokok. Selain itu, volume produksi industri hasil tembakau (IHT) menunjukkan trend penurunan dan juga penurunan pertumbuhan produksi. Data Direktorat Bea cukai menunjukkan volume produksi turun sekitar 30 miliar batang dari tahun 2019. Pertumbuhan volume produksi IHT dipengaruhi oleh permintaan terhadap produk tersebut. 

Hasil kajian juga menyatakan kenaikan harga rokok dan tarif cukai yang eksesif bedampak pada penurunan pertumbuhan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) karena terjadi penurunan volume produksi akibat penurunan permintaan. Kenaikan harga rokok di Gol 1 menyebabkan terjadinya penurunan volume produksi rokok Gol 1 karena konsumen berpindah pada jenis rokok yang lebih murah (Gol 2 dan Gol 3).

Hasil kajian juga menunjukkan, harga rokok telah melewati titik maksimum untuk menurunkan angka prevalensi merokok. Kenaikan harga rokok hanya berdampak pada berkurangnya volume produksi rokok legal, namun tidak konsumsi secara agregat, mengingat masih adanya peredaran rokok illegal. 

Baca juga : DPR Bentuk Pansus Gabungan

Hasil simulasi menunjukan bahwa jika pemerintah memaksa menaikkan tarif cukai dan harga rokok melebihi batas maksimum untuk mendorong penerimaan CHT dan penurunan konsumsi rokok, maka berdampak pada penurunan jumlah pabrik rokok dan kenaikan peredaran rokok illegal. 

“Pada simulasi tersebut jumlah pabrik rokok turun hingga tersisa 831 pabrik karena adanya penurunan volume produksi akibat adanya penurunan permintaan terhadap rokok legal,” ujarnya. 

Dari sisi review regulasi, pelonggaran kebijakan cukai efektif menurunkan angka peredaran rokok ilegal, menjaga keberlangsungan IHT, dan meningkatkan pertumbuhan penerimaan CHT. Dalam hal ini, pemerintah dapat mempertahankan PMK 156/2018 dan regulasi lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. 

PPKE FEB UB menyatakan bahwa dalam upaya optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, maka pemerintah harus meningkatkan pencegahan, pengawasan, dan penindakan untuk memerangi peredaran rokok illegal secara masif. Untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintah perlu segera menambah alternatif barang kena cukai kenaikan tarif cukai rokok telah mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan. 

“Dalam upaya pengendalian konsumsi, kenaikan harga rokok bukan langkah efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok dan meng-address penurunan angka prevalensi merokok, perlu instrument lain di luar kepentingan fiskal dan kesehatan,” jelasnya. 

Baca juga : KAI Salurkan Bantuan TJSL Bina Lingkungan Rp 5,5 Miliar

PPKE FEB UB juga meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan cukai, mengingat industri hasil tembakau memiliki peran strategis di dalam perekonomian yang ditunjukkan dengan kontribusinya terhadap penerimaan negara yang mencapai ±13 persen dari total penerimaan pajak. 

Data GAPRRI menunjukkan penyerapan tenaga kerja di sektor IHT sangat tinggi, terdapat sekitar 6 juta orang tenaga kerja di sepanjang rantai pasok yang terdiri dari tenaga kerja langsung di pabrik rokok sekitar 230.920 tenaga kerja, di sektor pertanian tembakau menyerap 1,7 juta petani tembakau dan petani cengkeh, serta sebanyak 2,9 juta pedagang eceran dan lini distribusi. 

Posisi strategis IHT ini juga diperkuat dengan IHT sebagai salah satu industri yang asli (heritage) Indonesia yang masih bertahan dan dengan kandungan local conten yang tinggi. Namun, demikian, urgensi eksistensi IHT mendapat tantangan cukup besar dari sisi isu kesehatan, kebijakan tarif, dan peredaran rokok ilegal.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.