Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kuota Cepat Habis

Harga BBM Subsidi Selalu Di Bawah Mekanisme Pasar

Rabu, 31 Agustus 2022 20:54 WIB
Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri. (Foto: Istimewa)
Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah mulai berpikir keras soal harga bahan bakar minyak (BBM) usai subsidinya hampir habis. Pasalnya, Pemerintah mematok subsidi BBM Rp 502,4 triliun. 

Rinciannya, subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi Rp 293,5 triliun. Mirisnya, saat ini subsidi Pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter. Padahal jumlah yang disepakati hingga akhir tahun mencapai 22 juta kiloliter.

Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, penyebab kuota BBM subsidi selalu cepat habis dari tahun ke tahun, karena harga jual eceran BBM bersubsidi yang disalurkan Pertamina, seperti Pertalite dan Solar, selalu berada di bawah harga yang terbentuk akibat mekanisme pasar.

Dengan kondisi semacam itu, siapapun ingin mengonsumsi BBM bersubsidi, termasuk golongan mampu. Sehingga menyebabkan penyaluran BBM bersubsidi dari dulu sampai saat ini tidak pernah tepat sasaran. Sebab, faktor pengendaliannya diserahkan pada mekanisme kuota.

"Hukumnya, kalau menjual di bawah ongkos, pasti langka. Mau tentara, Kopassus sekalipun diturunkan tidak bisa (melarang penjualan BBM subsidi). Malaikat pun akan membeli yang lebih murah kalau ada dua harga," kata Faisal dalam acara diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk 'Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran', Rabu (31/8).

Baca juga : Kenaikan Cukai Dan Harga Bikin IHT Gulung Tikar

Ia menyarankan cara lain yang bisa diterapkan Pemerintah untuk membendung dampak pergerakan harga minyak mentah dunia ke besaran subsidi. Yakni dengan memanfaatkan mekanisme fiskal.

Mekanisme fiskal yang bisa digunakan, yakni dengan menyesuaikan pelaksanaan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap konsumsi BBM.

"Jika harga minyak sedang tinggi-tingginya, pemerintah bisa memungut PPN 11 persen. Tapi, jika harga minyak mentah turun, pungutan PPN ditiadakan," terang Faisal.

Sementara, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menemukan sejumlah masalah yang menyebabkan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran atau dinikmati masyarakat mampu.

Dari hasil pemantauan BPH Migas selama ini, kebanyakan penyelewengan penyaluran BBM bersubsidi yang terjadi dalam bentuk penimbunan.

Baca juga : Harga BBM Naik, Sembako Naik, Upah Ikutan Naik Nggak

"Ya memang kebanyakan itu ditimbun dan dilarikan ke konsumen-konsumen yang tidak berhak," kata Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon.

Menurutnya, ada yang perlu dibenahi agar penyaluran BBM bersubsidi tidak terus salah sasaran. Caranya, merevisi landasan hukum, dengan mendetilkan jenis kendaraan apa saja yang benar-benar bisa menikmati BBM bersubsidi seperti jenis Pertalite dan Solar.

Landasan hukum yang akan dibenahi itu adalah Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

"Dalam lampiran itu tidak lengkap kendaraan yang dibatasi bisa menggunakan BBM bersubsidi," ungkap Patuan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyaluran subsidi BBM bersubsidi selama ini tidak tepat sasaran. Untuk BBM jenis Solar, 89 persen dinikmati dunia usaha, dan hanya 11 persennya dinikmati kalangan rumah tangga.

Baca juga : Harga Minyak Dunia Naik, Wajar Harga BBM Bersubsidi Ditinjau

Namun, dari yang dinikmati rumah tangga itu ternyata 95 persennya dinikmati rumah tangga mampu. Ironisnya, hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan.

Adapun untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite, 86 persennya digunakan kalangan rumah tangga, dan 14 persennya dinikmati kalangan dunia usaha. Tapi, dari porsi rumah tangga itu kata dia 80 persennya dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen dinikmati oleh rumah tangga miskin. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.