Dark/Light Mode

Industri Multifinance Harap RUU P2SK Disahkan

Kamis, 15 September 2022 22:02 WIB
Webinar Executive Multifinance Forum yang digelar Infobank bertajuk ‘Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global, Kamis (15/9). (Foto: Ist)
Webinar Executive Multifinance Forum yang digelar Infobank bertajuk ‘Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global, Kamis (15/9). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tahun ini, sejumlah tantangan masih menyelimuti industri multifinance. Meski begitu, perusahaan pembiayaan dituntut untuk mampu bertahan di tengah tantangan yang ada.

Sejumlah tantangan tersebut datang baik dari sisi internal maupun eksternal. Mulai dari resesi global, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), hingga ancaman inflasi hingga kenaikan suku bunga acuan. 

Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak periode 2017-2022 sudah menutup 51 perusahaan multifinance. Adanya data tersebut menunjukkan, seleksi pasar sudah terjadi di industri multifinance, dan diharapkan akan menyisakan perusahaaan-perusahaan yang lebih tangguh dan kuat. 

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno menilai, faktor permodalan masih menjadi masalah utama perusahaan pembiayaan. Banyak multifinance dicabut usahanya karena faktor permodalan. 

Terlebih, pada Desember 2019 ada peraturan yang menyebutkan bahwa perusahaan multifinance harus memiliki modal minimum Rp 100 miliar. 

“Setelah bersih-bersih di industri multifinance, diharapkan perusahaan pembiayaan yang tersisa dapat menghadapi tantangan baru pasca pandemi Covid-19 yaitu ancaman inflasi global hingga daya beli yang menurun,” terangnya dalam webinar Executive Multifinance Forum yang digelar Infobank bertajuk ‘Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global, Kamis (15/9).

Diungkapkan Suwandi, selama lima tahun sebanyak 51 multifinance dicabut izin usahanya. Tapi rata-rata perusahaan pembiayaan yang dulu modalnya dibawah Rp 100 miliar belum bisa mengupgrade dirinya, bahkan harus dicabut izinnya berserta ada pelanggaran-pelanggaran rambu-rambu yang mana perusahan pembiayaan sudah semakin teregulasi.

Baca juga : Hari Ini, SIM Keliling Tangsel Hadir Di Pamulang Square

Masifnya inflasi akibat kenaikan BBM yang menyebar ke segala sektor saat ini adalah sumber masalah utama pada pertumbuhan bisnis. Ancaman lonjakan inflasi pun berpotensi melemahkan daya beli masyarakat. 

“Daya beli masyarakat masih jadi persoalan kami ke depan. Jadi persoalan daya beli ini yang harus disikapi lebih lagi ke depannya, walaupun kita lihat pemerintah sudah cukup proaktif menangani hal ini supaya tidak berdampak besar kepada perekonomian,” ujar Suwandi.

Tak hanya itu, para pelaku industri multifinance saat ini tengah menyoroti sejumlah hal dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Paling tidak ada dua hal utama yang disorot, yakni soal keharusan pinjam meminjam dalam mata uang rupiah, dan larangan Warga Negara Asing (WNA) menjadi pengurus multifinance. 

Selanjutnya terkait pasal kegiatan menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung, melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet kepada masyarakat.

Sejumlah industri multifinance sebenarnya sudah lumrah mendapatkan pinjaman dari luar negeri dalam bentuk mata uang asing. Namun dalam penyaluran pinjamannya di dalam negeri tentu dalam rupiah.

Apalagi selama ini banyak investor asing yang tertarik berinvestasi ke bisnis multifinance di dalam negeri. Jika klausul dalam draft RUU P2SK tersebut lolos, dkhawatirkan malah menjadi langkah mundur bagi industri multifinance. 

“Pelaku industri malah makin sulit mendapatkan pendanaan (funding), apalagi di tengah ketatnya pinjaman dari perbankan dalam negeri,” ujarnya.

Baca juga : Erwin: Maung Bandung Siap Hadapi PSM Makassar

Terkait hal ini, CEO Maybank Finance Alexander Tan sebagai pelaku industri multifinance berharap, RUU P2SK ini dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan pembiayaan. 

“RUU P2SK diharapkan dapat memberikan dampak penguatan perlindungan kepada kami sebagai pelaku di industri jasa keuangan sehingga ada balancing dengan adanya perlindungan terhadap konsumen juga,” ucap Alexander.

Direktur Utama PT Capella Multidana Arief Prawira menuturkan, tantangan-tantangan yang dihadapi oleh perusahaan multifinance sudah makanan sehari-hari bagi industri pelaku jasa keuangan. 

“Menurut kami tantangannya sudah merupakan suatu tantangan yg sehari-hari kita rasakan, namun kita tetap menghadapi tantangan tersebut. Adanya RUU P2SK diharapkan bisa memperkuat dan memberikan perlindungan kepada pelaku industri keuangan,” ujarnya.

Target Rampung Akhir Tahun Ini

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan, RUU P2SK masih terbuka untuk didiskusikan. Minggu depan, rencananya DPR akan mengesahkan RUU tersebut sebagai inisiatif DPR, kemudian dikirim ke Pemerintah untuk dibahas. Setelahnya, DPR bersama Pemerintah akan melakukan pembahasan bersama. DPR menargetkan UU P2SK dapat dituntaskan di akhir 2022. 

"Banyak isu yang saya kira harus kita cermati. Sebelum kita rumuskan kita akan undang seluruh stakeholder. APPI juga akan kita undang. Himbara kita undang. Kita akan matangkan lagi. Ini kan inisiatif DPR, kita belum terima draf dari Pemerintah. Kan sebenarnya ada 2 pihak, karena Omnibus Law sektor keuangan ini inisiatif DPR, dari Pemerintah nanti kita tunggu bagaimana formulanya," jelas Fathan.

Baca juga : 2 Lokasi SIM Keliling Tangsel Hari Ini, Cek Di Sini..

Menurutnya, pihaknya akan terus berkonsolidasi dengan anggota Komisi XI DPR-RI dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU P2SK di akhir tahun 2022. Namun di sisi lain, RUU P2SK ini, juga diharapkan dapat melindungi pelaku jasa keuangan ke depannya. 

Pihaknya juga berjanji tetap berkoordinasi dengan pelaku industri multifinance dalam perumusan RUU P2SK, dan menghasilkan suatu regulasi yang baik, sehingga DPR dan pemerintah tetap memberi support bagi industri multifinance agar tetap bertumbuh. 

Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan berharap komposisi pendanaan dari perbankan akan terus menurun dan dapat memanfaatkan pendanaan dari investor luar negeri. Dengan demikian nantinya dalam UU P2SK, ada pengecualian bagi perusahaan pembiayaan untuk tetap mendapatkan pendanaan dari investor asing.

“Karena memang tidak semua investor-investor dalam negeri itu bisa menyerap atau mau menyerap. Justru dari luar ini banyak sebenarnya bagus kan kalo ada investor dari luar itu bank-bank besar gitu ya kasih pinjaman ataupun ada private-private equity di luar membeli daripada obligasi yang diterbitkan perusahaan pembiayaan, kan bagus,” ucap Bambang di diskusi yang sama

Ia juga menambahkan bahwa komposisi pendanaan perusahaan pembiayaan saat ini masih didominasi dari perbankan yang berada di angka 78 persen dan di tahun depan diharapkan dapat turun ke posisi 72 persen.

“Memang perusahaan pembiayaan harus cekatan untuk bagaimana menerbitkan produk funding itu menjadi penting dan dapat disampaikan melalui rencana bisnis, dan kita evaluasi salah satu itemnya itu selain rencana penyaluran adalah rencana pendanaan,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.