Dark/Light Mode

Kendalikan Inflasi, Bahana TCW Ramal BI Kerek Bunga Acuan Lagi

Selasa, 20 September 2022 22:59 WIB
Bank Indonesia. (Foto: Ist)
Bank Indonesia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) dalam mengendalikan risiko inflasi, sekaligus mengendalikan rupiah melalui berbagai macro-prudential policy. 

Mulai dari menyerap kelebihan likuiditas yang digelontorkan sewaktu pandemi menyerang, hingga upaya BI melakukan intervensi di pasar obligasi negara, agar kurva imbal hasil untuk memberi acuan bagi perbankan dalam penetapan suku bunga kredit. 

Namun  jika dicermati dampak kenaikan bahan bakar minyak terhadap inflasi dan akselerasi penyaluran kredit, Bahana TCW memahami bila BI bakal kembali menaikkan tingkat suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (repo rate) sebesar 25 bps menjadi 4,0 persen pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22 September 2022 mendatang. 

Chief Economist Bahana TCW, Budi Hikmat mengatakan, pemulihan ekonomi dicirikan oleh akselerasi penyaluran kredit perbankan yang sudah kembali pada level double digit. 

Baca juga : Kendalikan Inflasi, BI DKI Jakarta Inisiasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan

“Laju tahunan pernyaluran kredit per Juli 2022, mencapai 10,5 persen pada Juli 2022 yang mendekati pertumbuhan sebelum pandemi yang pada kisaran 12 sampai 13 persen,” katanya di Jakarta, Selasa (20/9). 

Budi mengingatkan, pelajaran pahit tahun 2013 ketika ekonomi Indonesia terlalu panas (overheated) yang dipacu laju penyaluran kredit yang terlalu pesat, melebihi 20 persen. Selain memicu inflasi, overheated memperlebar defisit neraca berjalan yang sangat besar sehingga memicu currency risk rupiah. 

“Selama tahun tersebut, kurs rupiah sempat anjlok 23 persen yang memukul pasar modal setelah The Fed mengumumkan akan melakukan pembatasan stimulus (tapering-off),” ujar Budi.

Menurutnya, laju penyaluran kredit saat ini nampak turut memicu inflasi inti yang pada Agustus 2022 lalu yang menyentuh 3,04 persen atau memenuhi target BI sebesar 3 plus minus 1 persen. Untuk memberikan arahan agar inflasi inti tahun depan terkendali, BI punya alasan untuk mulai melakukan normalisasi suku bunga namun tetap mendukung pemulihan ekonomi.

Baca juga : Kemenag Siapkan Regulasi Cegah Kekerasan Anak Di Ponpes

Selain pertimbangan internal di atas, peningkatan suku bunga diperlukan untuk menjaga interest rate differential (selisih suku bunga BI terhadap negara lain) tetap kompetitif. Hampir semua negara telah menaikkan tingkat suku bunga kecuali beberapa negara yang menghadapi tantangan perlambatan ekonomi seperti China, Turki dan Rusia. 

“Bisa dikatakan BI termasuk bank sentral yang menaikkan suku bunga lebih belakangan dibanding bank sentral di negara lain. Namun, langkah BI itu perlu diapresiasi,” ungkap Budi.

Ia menegaskan, selain agar tidak terlambat (behind the curve), normalisasi tingkat suku bunga juga ditujukan untuk menjaga attractiveness aset-aset domestik di mata asing serta menghindari out flow di pasar. 

“Secara timing kenaikan suku bunga pada rapat dewan gubernur BI yang akan datang juga dinilai cukup baik, karena di hari yang sama, The Fed juga diekspektasikan akan menaikkan tingkat suku bunga sebesar 75 hingga 100 bps,” katanya.

Baca juga : Ekonomi RI Bakal Hadapi Efek Berantai BBM Naik

Budi melihat, dalam jangka pendek, Bahana TCW menilai kondisi ekonomi nasional masih cukup kuat menghadapi kenaikan suku bunga hingga 50 bps hingga akhir tahun 2022. “Bahana TCW optimis pertumbuhan ekonomi masih akan positif bahkan dapat menyentuh di atas 5,3 persen,” yakinnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.