Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Siapkan Diri Hadapi Badai Dunia

Kalau Ekonomi Kuat, Kita Tak Perlu Jadi Pasien IMF

Minggu, 16 Oktober 2022 06:20 WIB
Ilustrasi Ekonomi. (Foto: Istimewa).
Ilustrasi Ekonomi. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah mewaspadai gejolak perekonomian global agar Indonesia tak menjadi “pasien” Dana Moneter Internasional (IMF). Langkah antisipasi dan mitigasi risiko mesti disiapkan dalam menghadapi badai yang sempurna atau perfect storm tahun depan.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menerang­kan, saat ini sudah ada 28 negara yang menjadi pasien IMF. Tidak hanya negara berkembang, ke­mungkinan ada juga negara maju yang harus mendapatkan bantuan dari IMF agar bisa bertahan di tengah tekanan ekonomi global.

“Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak mendapatkan bantuan langsung lagi dari IMF. Namun begitu, bukan berarti Indo­nesia menjadi negara yang relatif aman atau tidak membutuhkan donor dari lembaga sejenis,” kata Yusuf kepada Rakyat Merdeka.

Baca juga : Sandiaga Uno: Semoga Bawa Berkah Dan Panen Melimpah

Meski Indonesia tidak menda­patkan bantuan dari IMF di tahun lalu atau ketika pandemi Covid-19 terjadi, Indonesia masih mendapatkan bantuan dari Bank Dunia untuk program pen­anggulangan pandemi Covid-19 dan perlindungan sosial.

“Meski ada optimisme kita menjadi salah satu negara yang pemulihan ekonominya cukup baik di dunia, tapi kita tetap membutuhkan bantuan dari lembaga keuangan internasional. Ini membuat kita harus waspada. Potensi jadi pasien IMF tetap terbuka,” kata Yusuf.

Menurutnya, jika kita bicara konteks resesi, saat ini peluang Indonesia terkena dampak ge­jolak global relatif masih kecil. Namun demikian, masalah ke­naikan inflasi di dalam negeri yang tinggi akan menjadi ham­batan bagi Pemerintah untuk mendorong proses pemulihan ekonomi. Ataupun pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Baca juga : Penataan Permukiman Kumuh Kelayan Barat

Jika tidak tertangani tepat, menurut Yusuf, kondisi ini akan menekan pertumbuhan ekonomi ke level di bawah proyeksi Pemerintah, di atas 5 persen. Kondisi ini juga mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah dan kelompok bawah yang berdampak langsung terhadap pemulihan ekonomi nasional.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi ekonomi global saat ini sangat dinamis sehingga perlu penguatan fundamental ekonomi agar Indonesia tidak masuk jadi pasien IMF.

“Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik di kuartal II-2022, tapi kita perlu mengejar ketertinggalan. Karena pesaing di wilayah ASEAN seperti Vietnam dan Filipina masing-masing men­catatkan pertumbuhan 7,7 persen dan 7,4 persen pada kuartal yang sama,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : Ganjar Tuai Dukungan Emak-Emak Kabupaten Bone Jadi Presiden

Menurutnya, pada saat resesi ekonomi terjadi, pelaku usaha termasuk sektor manufaktur akan mencari lokasi basis produksi di negara yang mampu memberi­kan pertumbuhan tinggi.

“Jika pertumbuhan ekonomi kita di bawah negara tetangga, investor bisa saja kabur dari Indonesia dan lebih pilih negara tetangga,” ucqp Bhima.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.