Dark/Light Mode

Sebentar Lagi, Banyak Orang Pindahkan Mata Pencaharian Dan Kehidupan Sosialnya Ke Metaverse

Minggu, 6 November 2022 13:20 WIB
Reiner Rahardja. (Foto: Ist.)
Reiner Rahardja. (Foto: Ist.)

RM.id  Rakyat Merdeka - Teknologi blockchain yang diikuti dengan jargon tren metaverse makin perhatian publik. Terutama aplikasi berbasis game.

Banyak game yang kini menyematkan mata uang kripto dengan teknologi blockchain sebagai basis platform teknologi pendukungnya. Namun sayangnya pemahaman mengenai metaverse dinilai sangat dini.

Pelaku usaha di bidang blockchain, Reiner Rahardja menilai, saat ini banyak pihak keliru dengan menyebut segala jenis game berbasis blockchain sebagai metaverse.

Padahal, metaverse yang diwacanakan oleh para industrialis dunia sifatnya jauh lebih rumit dan kompleks dalam ranah penerapan dan pengaktifasian ekosistemnya. Jadi bukan sekadar game online berbasis blockchain.

Baca juga : Lestari Ingatkan Pentingnya Penanaman Nilai Kebangsaan Sejak Dini

"Metaverse yang sejati hanya akan terjadi jika memiliki penerapan ekosistem dan ekonomi independen didalamnya yang menjadikan metaverse tersebut sebagai pengejawantahan dari gabungan kata meta dan universe atau meta-universe yang kemudian disingkat menjadi sebuah kata baru yakni metaverse," papar Reiner dalam keterangan persnya, dikutip Minggu (6/11).

Pria yang berkecimpung di blockchain sejak 6 tahun silam ini menjelaskan, kata universe  artinya jagat semesta yang mewakili ruang dan waktu fisik dalam kehidupan sehari-hari. Tentu termasuk di dalamnya adalah kegiatan harian manusia yang seluruhnya berputar di sekitar unsur finansial dan uang.

Sedangkan kata Meta, secara etimologi berarti melampaui atau bersifat transenden. Pemahaman kata inilah yang membuat rancu pengertian metaverse secara global.

Hal itu karena publik belum bisa membedakan mana Meta yang artinya brand media sosial milik Mark Zuckerberg, atau meta dalam arti kata sebenarnya.

Baca juga : Menteri Bintang Pastikan Perlindungan Korban Kekerasan Di Sumba Barat

"Sehingga banyak orang berpikir metaverse adalah produk atau teknologi milik perusahaan yang dulunya bernama Facebook, padahal sama sekali bukan," tegas Reiner.

Ia juga mendeskripsikan metaverse secara sederhana, yakni sebuah dunia baru yang melampaui asas ruang dan waktu fisik dan menjadi opsi hidup kedua bagi setiap insan untuk menjalani kehidupannya dengan serius.

Bukan dalam konteks berpindah hidup dari universe saat ini lalu secara harafiah masuk dalam metaverse di dunia maya dan tidak keluar lagi, tapi lebih kepada eksistensi dua jenis dunia berbeda yang saling berjalan bersamaan atau sifatnya co-exist.

Kenyataan ini juga terlihat dalam ucapan Mark Zuckerberg 2021 silam yang sedang mentransformasi perusahaanya dari perusahaan sosial media menjadi perusahaan metaverse.

Baca juga : Sowan Ke Sultan HB X, Plt. Ketum PPP Mardiono Banyak Dapat Nasihat Kehidupan Sosial Politik

"Dari situ kita mendapat hidden message bahwa dunia maya saat ini bukanlah metaverse, sedangkan populasi terbesar penduduk dunia maya sekarang adalah sekadar penduduk sosial media saja," beber Reiner. 

Ketika metaverse itu nanti sudah jadi maka akan banyak orang dapat memulai hidup baru di dalamnya. Bahkan, memindahkan mata pencaharian dan kehidupan sosial sepenuhnya dalam metaverse.

“Pindah ke metaverse ya semacam migrasi gitulah, kayak orang Indonesia merantau ke luar negri buat memperbaiki nasib ujung-ujungnya mah nyari duit juga. Cuma pergaulannya baru semua dan jati diri lama gak perlu dibawa ke metaverse. Ya perantau kan gitu, ga ada yang tau kita siapa di negara asal kita," terangnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.