Dark/Light Mode

Fitra Ari Aditya, Mahasiswa Universitas Diponegoro

Inovasi Biofotovoltaik Berbasis Mikroalga untuk Gedung Operasional Industri PT Djarum

Rabu, 4 Januari 2023 14:47 WIB
Desain gedung operasional industri (Gambar: Dok. Pribadi)
Desain gedung operasional industri (Gambar: Dok. Pribadi)

Indonesia adalah salah satu negara ekonomi yang bertumpu pada sektor industri. Sektor industri besar maupun UMKM milik Indonesia telah banyak menyumbang hampir 80% pendapatan negara. Menurut data Kementerian Perindustrian (2022), sektor industri Indonesia pada tahun ini naik 4,83%. Data pertumbuhan terbesar sektor industri ini adalah Industri logam sebanyak 20,16%; mesin dan perlengkapan sebanyak 17,67%; peralatan listrik sebanyak 12,56%; angkutan umum sebanyak 10,26%; dan manufaktur sebanyak 5,72%.

Berbagai sektor Industri besar Indonesia  ini sebagian terpusat di Pulau Jawa, yang memiliki kantor utama berupa gedung-gedung tinggi. Beberapa provinsi di Pulau Jawa yang memiliki perkantoran pusat industri dengan gedung-gedung tinggi, salah satunya Jawa Tengah. Sektor industri pengolahan menjadi mesin utama penyokong perindustrian di Jawa Tengah dengan presentase pertumbuhan 34,31%. Industri-industri ini memiliki ruang-ruang kantor pusat yang digunakan sebagai tempat utama pengoperasian dan pengaturan. Gedung-gedung ini tersebar di setiap daerah yang ada di Jawa Tengah (Yesiana dkk., 2022). Salah satunya kabupaten yang memiliki gedung dan kantor sentral sektor Industri di Jawa Tengah adalah Kabupaten Kudus.

Kabupaten Kudus adalah salah satu daerah sentral perindustrian yang memiliki letak strategis perdagangan nasional sehingga banyak berdiri gedung-gedung perkantoran pengoperasian industri. Terdapat lebih dari 4000 ruangan kantor pengoperasian industri di Kabupaten Kudus. Gedung-gedung sentra industri ini menggunakan listrik tenaga fosil yang dialirkan melalui pembangkit listrik PLN (Purbasari, 2017). Ada 92,6% gedung pengoperasian industri yang menggunakan tenaga fosil dengan rincian rata-rata pengeluaran biaya listrik per bulan sebanyak 17.800.000.

Penggunaan listrik berbahan listrik berbahan bakar fosil untuk gedung pengoperasian industri banyak mengeluarkan karbon dari sistem pengoperasian mesin seperti eskalator dan penerangan (Mulyani & Hartono, 2018). Menurut Veromita & Aminata (2019), hampir 77,4%-80,5% daya listrik yang digunakan dalam kantor sentral industri di Kabupaten Kudus untuk menggerakkan mesin dan menghidupkan penerangan. Penggunaan bahan listrik dari bahan bakar fosil untuk gedung pengoperasian industri dapat mencemari lingkungan dan berdampak buruk untuk masa depan.

Baca juga : Jadi Penguji Mahasiswa, Menpora Sampaikan Pentingnya PON Untuk Prestasi Indonesia

Penggunaan listrik berbahan bakar fosil meningkat untuk kebutuhan gedung pengoperasian industri menjadi faktor yang mempercepat kelangkaan sumber daya fosil di alam. Menurut Xu dkk. (2020), untuk penggunaan gedung operasional industri atau kantor sentral rata-rata menggunakan unit batubara dengan nilai kalori 5752 kKal/kg dengan unit operasi beban maksimal 419 MW dengan spesifikasi konsumsi 0,3996 kg/kWh. Unit batubara tersebut banyak menggunakan batubara jenis Sub Bituminous dan Bituminous. Hal ini menyebabkan eksplorasi yang berlebihan terhadap keberadaan batubara yang juga menyebabkan permasalahan kerusakan lingkungan secara fisik dan kimiawi serta habisnya bahan bakar fosil di bumi (Finkelman dkk., 2021). 

Dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan listrik berbahan bakar fosil untuk sektor industri sangat berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan energi fosil untuk bidang industri dapat menghasilkan 3 kali lipat lebih banyak karbondioksida daripada penggunaan listrik dalam pemakaian wajar di dalam rumah. Gas karbon yang dikeluarkan oleh gedung pengoperasian industri dapat menyebabkan gas rumah kaca yang lebih cepat (Hunt dkk., 2020). Menurut Ali dkk. (2020), gedung-gedung tinggi seperti pabrik dan perkantoran menjadi faktor utama pengumpulan emisi karbon lebih cepat ke udara sehingga menyebabkan terjadinya efek rumah kaca.

Tinggi gedung yang menjulang ke atas menyebabkan jarak antara atmosfer dengan gedung menjadi lebih dekat sehingga banyak emisi karbon yang naik ke atas atmosfer daripada menuju ke bumi. Menurut Renneth dkk. (2022), kenaikan emisi karbon di atmosfer menyebabkan bertambahnya konsentrasi karbondioksida sebanyak 378 ppm pada tahun 2005. Beberapa dampak yang pernah dirasakan oleh Kabupaten Kudus akibat efek rumah kaca dan global warming yaitu gagal panen padi pada tahun 2018 karena suhu di daerah persawahan naik yang menyebabkan beberapa sumber mata air mengering. Dampak lain akibat akumulasi karbondioksida di Kabupaten Kudus pada tahun 2019 yang   menyebabkan penyerapan oksigen di perairan terganggu sehingga banyak ikan air tawar di sungai dan budidaya tambak mati (Haryanti dkk., 2022).

Salah satu solusi yang pernah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kudus untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pembentukan peraturan pembentukan ruang hijau terbuka kantor dan pabrik serta penghijauan di beberapa tempat. Pembentukan aturan mengenai ruang hijau perkantoran, pabrok, dan lainnya menjadi salah satu solusi yang dapat mengurangi emisi karbon yang ditimbulkan oleh sistem operasional listrik.

Baca juga : Bamsoet Ajak Mahasiswa Pascasarjana Universitas Siliwangi Bangun Benteng Ideologi Bangsa

Namun, solusi ini memiliki kendala karena tidak semua kantor operasional industri memiliki lahan yang luas untuk membentuk ruang hijau terbuka. Selain itu, belum ada gerakan secara masif untuk mengubah listrik dari fosil ke EBT sehingga masih banyak gedung-gedung operasional yang menghasilkan gas emisi karbon saat penggunaan energi listrik (Yesiana dkk., 2022). Untuk itu, dibutuhkan inovasi energi listrik baru yang dapat menghasilkan listrik dan mengurangi emisi karbon. 

Berdasarkan permasalahan di atas, dibutuhkan solusi EBT yang dapat menjadi sumber energi listrik yang ramah lingkungan dan bebas emisi karbon untuk mewujudkan net zero emission di Indonesia. Oleh karena itu, saya sebagai pemuda yang berkontribusi pada misi tersebut menawarkan gagasan "Inovasi Biofotovoltaik Berbasis Mikroalga Untuk Gedung Operasional Industri PT Djarum Demi Mewujudkan Net Zero Carbon Energy di Kabupaten Kudus". Biofotovoltaik berbasis mikroalga adalah salah satu solusi inovatif untuk menghasilkan listrik berbasis CSUS dan mengurangi emisi karbon. Penggunaan mikroalga sebagai biofotovoltaik memanfaatkan tempat gedung operasional PT Djarum sebagai tempat pembuatan, percobaan, dan pengaplikasian. Alasan dipilihnya gedung operasional PT Djarum karena memiliki halaman dan gedung yang cukup luas dan tinggi sehingga mikroalga dalam mendapat cahaya matahari untuk berfotosintesis.

Konsep pembuatan biofotovoltaik mikroalga di PT Djarum dibedakan menjadi beberapa tahapan yaitu tahapan persiapan (prepare), peninjauan lapangan (field review), pembuatan (manufacture), perakitan (assembly), pengujian dan pemeriksaan (testing and inspection), pengaplikasian (implementation), dan pengelolaan (management). Konsep pembuatan ini mengintegrasikan dengan teknologi modern yang dikendalikan oleh Internet of Things (IoT) dan green environment atau teknologi minim emisi.

Bagian terpenting dari pengelolaan biofotovoltaik mikroalga di gedung operasional PT Djarum ini adalah continuity dan sustainability. Artinya sistem biofotovoltaik yang diintegrasikan dengan Internet of Things (IoT) memastikan bahwa mikroalga dapat menghasilkan listrik secara tetap dan konstan agar menjaga efisiensi tenaga listrik yang dihasilkan per hari. Internet of Things juga akan memantau serapan emisi karbon yang masuk ke dalam fotobioreaktor dalam setiap waktu yang diatur secara berkala. Hal ini memungkinkan untuk mengestimasi pembentukan tenaga listrik terhadap penyerapan emisi gas karbon beserta dampak positif pemakaian terhadap lingkungan dan suplai listrik.

Baca juga : Gandeng AP II & Sarinah, IFG Life Perkuat Sinergi Ekosistem BUMN

Pengolahan big data biofotovoltaik mikroalga yang dihasilkan juga menggunakan konsep Internet of Things (IoT). Pengolahan big data ini terdiri dari pendataan karbon, kapasitas tenaga listrik, kontrol biofotovoltaik, dan output keadaan mikroalga setiap harinya. IoT ini akan diintegrasikan dengan Big Data untuk dianalisis secara statistik dengan parameter yang ada setiap harinya apakah efisiensi energi listrik yang dihasilkan oleh biofotovoltaik mampu memberikan kontribusi suplai listrik dan apakah perlu perbaikan kerusakan.

Powered by Froala Editor

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.