Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tolak Penjajahan Era Modern

Pengamat Dukung Indonesia Lakukan Hilirisasi Demi Investasi Berkeadilan

Kamis, 16 Februari 2023 16:10 WIB
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. (Foto: Ist)
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya Rosdiana Sijabat mendukung pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang menyebut tindakan Uni Eropa yang menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) karena melarang ekspor bijih nikel, sebagai bentuk penjajahan di era modern.

Menurutnya, Uni Eropa harus menghargai keputusan pemerintah Indonesia dimana semua negara punya kebutuhan untuk mengamankan kebutuhan energinya masing-masing dan meningkatkan nilai tambah secara ekonomi. Hal itu, dalam rangka mewujudkan investasi berkeadilan.

"Bahwa produk-produk tambang mineral ini sifatnya kan tidak dapat diperbaharui sifatnya non renewable energy oleh karena itu ketika mulai memperhatikan dengan benar, ini ada hubungannya dengan bagaimana kita mengelola perekonomian secara kesinambungan," ujar Rosdiana, Kamis (16/2).

Baca juga : Pemerintah Dorong Pelaku Industri Lakukan Pembangunan Berkelanjutan

Rosdiana mengatakan, gugatan Uni Eropa harus tetap dihadapi dengan melakukan lobi serta membangun argumentasi.

Yakni, Indonesia melarang ekspor bijih mentah nikel karena sedang melakukan transformasi ekonomi dan mengedepankan industri hijau di dalam negeri. Seperti, membangun ekosistem baterai kendaraan listrik.

"Kita punya kepentingan yang sangat strategis karena pemerintah punya rencana agar kita bisa mengembangkan industri baterai kendaraan listrik, kita akan menuju ke sana Ini juga sama bagaimana kita melihat lingkungan bagaimana kita mengelola perekonomian kita,” jelasnya.

Baca juga : Bamsoet Dukung OJK Perkuat Hilirisasi Sumber Daya Alam Indonesia

"Saya kira ini ada kaitannya dengan upaya pemerintah Indonesia juga untuk mendukung tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) salah satunya adalah kita harus berpikir sumber daya yang kita miliki ini dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi Indonesia," sambung Rosdiana.

Sebelumnya, Bahlil Lahadalia selain mengutuk keras tindakan Uni Eropa. Ia juga menyampaikan, keputusan pemerintah melarang bijih nikel agar memberikan nilai tambah bagi perekonomian dalam negeri.

Terbukti, pada 2017 sebelum larangan, ekspor produk besi dan baja Indonesia hanya 3,3 miliar dolar AS. Lalu, setelah dilarang, ekspornya naik menjadi 27,8 miliar dolar AS di 2022.

Baca juga : Lolos Ujian Pandemi, Indonesia Sukses Tunjukkan Resiliensi

"Ini kok masih ada negara seperti ini di dunia yang sudah merdeka, seperti penjajah baru. Ini nggak bener dengan alasan ini terjadi monopoli pasar. Padahal kan kita lakukan hilirisasi untuk mewujudkan SDG's," ungkap Bahlil.

Bahlil berpandangan, jika ekspor bijih nikel tidak dilarang pada 2020 lalu, maka nilai tambah ke perekonomian Indonesia juga tak terjadi. Kendati, dia menekankan tak takut dan gentar dengan gugatan tersebut.

"Sekalipun dibawa ke WTO nggak masalah, itu hak mereka, tapi kami nggak akan pernah gentar untuk melawan itu, tegas Bahlil.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.