Dark/Light Mode

Revisi Permendag 50 Lindungi UKM Dari Serbuan Barang Impor

Kamis, 16 Februari 2023 20:43 WIB
Ilustrasi e-commerce. (Foto: Ist)
Ilustrasi e-commerce. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Perdagangan menyampaikan rencana revisi lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PSME).

Rencana revisi Permendag 50 ini pun dinilai semakin menjadi prioritas utama dan dapat disahkan secepat-cepatnya pada Kuartal I-Kuartal II-2023. Revisi ini juga diharapkan dapat mendukung persaingan yang adil dan sejajar dalam ekosistem digital tanah air melalui aturan terkait praktik cross border yang saat ini dinilai belum diregulasi dengan baik hingga berpotensi menekan daya saing produk dalam negeri.

Studi oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun di tahun 2021 lalu menemukan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan 6.9 miliar dolar AS untuk membeli 1.02 miliar hijab setiap tahunnya. Sayangnya, hanya 25 persen yang diproduksi oleh pengusaha lokal, mayoritas (75 persen) masih dikuasai oleh produk impor. Mengutip studi ini, porsi produk lokal yang berada di salah satu pasar terbesar di Indonesia, Tanah Abang, menurun sejak awal tahun 2000 dari 80 persen menjadi 50 persen pada 2021.

Plt. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Kasan mengatakan, revisi Permendag 50 saat ini masih dalam proses finalisasi dan telah diajukan untuk ke tahap berikutnya setelah public hearing dua minggu lalu. “Dalam pembahasan Permendag tersebut kita terus mencari formula terbaik agar UMKM dalam negeri bisa mendapatkan yang terbaik. Nanti kami lihat dalam proses pembahasannya,” ungkap Kasan di Jakarta, Jumat (10/2).

Baca juga : Muzani: Peran Pendamping Desa Penting Atasi Kemiskinan Dan Stunting

"Penyempurnaan kebijakan tersebut diharapkan dapat menciptakan keadilan perlakuan antara pelaku usaha dalam negeri dengan luar negeri serta pelaku usaha formal dengan informal,” tambah Kasan.

Dalam revisi Permendag 50 ada beberapa hal yang akan diatur. Di antaranya, mengenai predatory pricing yang diduga banyak dilakukan oleh platform e-commerce asal luar negeri yang juga melakukan praktik cross border.

Dalam revisi tersebut, rencananya akan ada penerapan pembatasan harga barang minimum produk cross border. Aturan ini akan diberlakukan terhadap produk-produk cross border untuk memantau arus barang dan mencegah praktik dumping

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan, revisi Permendag 50 dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce, UMKM, dan juga konsumen. "Kita juga bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor playing field yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," tutur Teten.

Baca juga : Sekali Klik, Tabungan Bisa Langsung Lenyap

Teten menambahkan, Predatory pricing itu bisa membunuh produk dalam negeri dan UMKM. Dan itu sudah tidak masuk akal. “Di mana ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang yang bisa membunuh UMKM,” ujarnya.

Ahli Hukum Internasional, Prof Hikmahanto Juwana mengatakan, penetapan harga minimal barang impor senilai 100 dolar AS oleh pemerintah dalam revisi Permendag 50 dinilai tidak melanggar peraturan WTO. Hal ini diperbolehkan untuk mencegah peningkatan barang impor yang dapat merugikan pedagang lokal dan tercantum dalam perjanjian WTO.

“Sebenarnya ini belum mendapat pengaturan karena pada saat ketentuan WTO belum diatur peer to peer transactions. Pemerintah dalam hal ini Kemendag bisa membuat pengaturan, Hanya saja mungkin akan ada resistensi dari konsumen Indonesia mengingat ada beban tambahan atas harga barang yang mereka beli,” pungkas Prof Hikmahanto.

Sejalan dengan itu, Pakar Hukum Siber sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Edmon Makarim juga menyampaikan “Pedagang asing yang berjualan di platform e-commerce dalam negeri patut diwajibkan untuk memberikan salinan bukti legalitas usaha yang disetujui oleh perwakilan resmi Indonesia dan menyampaikan informasi tentang asal dari produk mereka,” ungkap Edmon.

Baca juga : Curi Monyet Dari Kebun Binatang

Secara keseluruhan, Edmon setuju dengan rencana Kemendag untuk menambah lapisan izin, dengan alasan bahwa e-commerce pada dasarnya adalah kegiatan ekspor dan impor dan karenanya harus sesuai dengan undang-undang perdagangan. Lebih lanjut, dia memahami unsur proteksionis yang menurutnya menguntungkan perekonomian nasional karena akan memaksa pasar untuk mengutamakan perdagangan dalam negeri.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero mengatakan revisi Permendag merupakan hal yang bagus sekali karena dapat terlihat keberpihakan pemerintah pada UMKM di Indonesia. Namun, sangat penting bagi masyarakat untuk juga dapat selalu menggunakan produk lokal dan mendorong UMKM untuk go global. “Masyarakat harus konsumsi produk lokal, spirit ini harus terus dipakai maka Indonesia Emas akan terwujud,” kata, Eddy Misero.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.