Dark/Light Mode

Ada 5 Penyebab Kebakaran Kilang

Pertamina Perbaiki Diri & Cepat Bangun Setelah Jatuh

Kamis, 13 April 2023 08:51 WIB
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (Foto: Dok. Pertamina)
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (Foto: Dok. Pertamina)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perusahaan yang baik bukan berarti tak pernah melakukan kesalahan. Yang paling penting, perusahaan terus bergerak memperbaiki diri, dan bangun kembali setiap kali jatuh tertimpa masalah.

Demikian disampaikan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, di hadapan pimpinan media massa nasional, di Graha Pertamina, Jakarta, Selasa malam (11/4). Nicke mengatakan, berbagai insiden dialami Pertamina belakangan ini.

“Tidak ada satu pun dari kita menginginkan itu terjadi. Namun, yang paling baik kita lakukan sekarang adalah, bagaimana menghadapi dan mengambil hikmahnya,” ucapnya.

Sepanjang 2021, tercatat ada 3 kali kebakaran kilang Pertamina. Sedangkan di 2022, ada 4 kali kebakaran kilang. Rinciannya, Kilang Balongan (Indramayu, Jawa Barat) pada 29 Maret 2022, kemudian Kilang Cilacap (Jawa Tengah) dua kali kebakaran pada 11 Juni dan 13 November 2022, dan Kilang Balikpapan pada 4 Maret 2022.

Di 2023, juga ada rentetan musibah yang dialami Pertamina. Yaitu kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, pada 3 Maret, lalu terbakarnya kapal tanker MT Kristin pengangkut BBM di Perairan Maratam, Nusa Tenggara Barat, dan terbaru meledaknya kilang minyak Pertamina Refinery Unit (RU) Dumai, Riau.

Baca juga : Batam Siap Menyala Di Kawasan ASEAN

Nicke memaparkan, setelah kejadian kebakaran di Balongan, Pertamina langsung melakukan audit untuk memetakan semua aspek keamanan seluruh kilang dan kapal-kapal pengangkutan BBM. “Kami menggunakan auditor internasional. Hasilnya, beberapa sudah ada yang kita kerjakan, ada juga yang masih dalam pengerjaan,” terangnya.

Laporan audit sangat tebal dan sangat detail. Yang dikerjakan Pertamina tidak sekedar melakukan pemadaman kebakaran. Tetapi, melihat fondasi dasarnya. Apa yang perlu diperkuat, sistemnya, peralatannya, maupun sumber daya manusianya.

Peralatannya bagaimana? Kata Nicke, semua sudah tahu bahwa kilang-kilang Pertamina itu tergolong sepuh. Namun, hal itu tidak boleh jadi alasan. Pertamina memiliki program pemeliharaan yang rutin dilakukan. Juga menerapkan standar international sustainability rating system, acuan yang digunakan perusahaan dunia. “Ini bukan hanya safety tapi juga healthy,” tegasnya.

Nicke memaparkan, ada lima penyebab kebakaran di kilang minyak Pertamina. Pertama, karena petir. Perubahan iklim membuat intensitas, frekuensi, dan kedahsyatan petir meningkat. Sebab itu, Pertamina tengah menambah lapisan, hingga 3 lapis. Lapisan ketiga ini nantinya dilengkapi lighting protecting system di seluruh aset Pertamina, termasuk kilang, terminal, dan dermaga.

Kedua, karena luapan (overflow), seperti di Kilang Balongan. Agar tidak terjadi hal serupa, Nicke terus memperkuat control system.

Baca juga : Pandawa Nusantara Ingatkan Pertamina Tingkatkan SDM

Ketiga, temperatur tinggi, hidrogen attack. Melihat kejadian di Dumai, dampaknya luar biasa dahsyat. Ternyata, bukan api yang menakutkan, melainkan getarannya.

"Kalau api bisa kita padamkan (dalam) 9 menit, tapi dampak getarannya itu 1 kilometer dari lokasi kejadian. Jadi, yang namanya buffer zone memang penting sekali. Kalau kita bicara 50 meter itu buffer zone untuk api, tapi getaran yang terjadi di Dumai itu 600 rumah rusak, kacanya pecah, plafonnya runtuh," ungkap Nicke.

Keempat, sulfidasi atau sulfidation. Saat ini, kilang-kilang Pertamina tengah disesuaikan, sehingga bisa mengolah crude dengan sulfur tinggi. Diakui Nicke, kilang eksisting terbilang manja, karena hanya bisa memproses crude dengan sulfur rendah. Sementara, kategori sulfur rendah ini lebih mahal, dan jumlahnya tidak banyak.

"Sulfidation bisa terjadi kalau kita tidak mengubah, mengganti material-materialnya. Harus kita ganti agar tidak terjadi korosi ketika kita memproses crude dengan sulfur yang tinggi," ungkap Nicke.

Kelima, korosi eksternal lokal yang terjadi pada peralatan baja karbon alias corrosion under insulation. Awalnya, tim mengira ketika sudah dipasang bantalan, bakal aman. Namun, di titik yang temperaturnya rendah, memungkinkan ada air mengendap yang menyebabkan korosi. Hal seperti ini juga bisa terjadi di bawah cat.

Baca juga : Pertamina Sudah Tambah CCTV Dan Penangkal Petir

"Yang kelima ini kita mengantisipasi juga karena materialnya berubah. Jadi, very technical, tapi kurang lebih 5 hal inilah yang kita lakukan improvement berdasarkan risiko-risiko yang terjadi hari ini," kata lulusan Institut Teknologi Bandung ini.

Untuk mengubah ini bukan hanya mengganti peralatan atau materialnya saja, tapi Pertamina juga membangun sistem, dan meng-upgrade kompetensi sumber daya manusianya. "Untuk itu, saya ingin menyampaikan positive tone, agar masyarakat tidak merasa terus khawatir. Kami tidak diam. Pertamina tidak diam, kami melakukan improvement. Jadi kami tetap optimis bahwa aset-aset tua yang kami kelola ini masih bisa dikelola dan dioperasikan," pungkas Nicke.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.