Dark/Light Mode

Gapasdap: Angkutan Ferry Di Indonesia Di Atas Standar Keselamatan Internasional

Jumat, 21 Juli 2023 00:30 WIB
Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Gapasdap Bambang Haryo Soekartono. (Foto: Ist)
Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Gapasdap Bambang Haryo Soekartono. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah tidak menilai aturan keselamatan angkutan ferry di bawah standarisasi berdasarkan penilaian International Maritim Organization (IMO) terhadap Indonesia.

Dalam penilaian tersebut, Indonesia dimasukkan ke jajaran negara yang tingkat keselamatannya rendah bersama Bangladesh dan Filipina sebagai negara berkembang secara global.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 itu menilai, parameter keselamatan yang disematkan IMO bukanlah kesalahan perusahaan pelayaran yang tergabung dalam asosiasi, terutama Gapasdap.

Karena untuk keselamatan ini Gapasdap sudah meratifikasi aturan Internasional, yaitu SOLAS (Safety Of Life At Sea).

"Sekarang ini ada regulasi non konvensi yang diadopsi Indonesia tapi malah di atas dari aturan regulasi SOLAS (malah cenderung highly regulated) dan mengacu kepada aturan Australia yang di atas aturan SOLAS," kata Bambang Haryo Soekartono, di Yogyakarta, Kamis (20/7).

Padahal, banyak negara maju yang menggunakan aturan non konvensi yang dibawah SOLAS.

Baca juga : Hadapi Dua Tantangan, Industri Migas Harapkan Kebijakan Komprehensif

Seperti, Jepang yang menggunakan Japanese Government, Kanada dengan Government of Canada dan Filipina dengan Marina Philippine Government untuk transportasi domestik lautnya.

"Beberapa negara kepulauan lain juga demikian. Sementara Indonesia malah mengacu pada aturan konvensi SOLAS dan bahkan non-konvensi yang jauh diatas aturan SOLAS untuk aturan domestiknya," tutur pria yang akrab disapa BHS itu.

Alumni ITS Perkapalan itu menyebut, aturan konvensi itu juga telah dilakukan oleh perusahaan perusahaan pelayaran laut dibawah asosiasi INSA dan asosiasi PELRA.

Dan semua kapal kapal di bawah asosiasi asosiasi tersebut telah terdaftar di IMO (International Maritim Organization) dan mengacu pada aturan SOLAS.

Menurutnya, di luar anggota asosiasi asosiasi pelayaran tersebut, ternyata masih banyak kapal-kapal yang belum terdaftar di IMO. Sehingga, mereka tidak menggunakan aturan SOLAS dan bahkan tidak dikelaskan di Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) walaupun mereka berlayar di Indonesia.

"Itulah yang sebenarnya keselamatannya di bawah standarisasi penilaian IMO," sebutnya.

Baca juga : Sri Mul: Aset Kripto Perlu Diatur Dalam Standar Kebijakan Global

Di Indonesia sendiri, lanjut dia, hanya ada 13 ribu kapal yang terdaftar di IMO sesuai dengan data UNCTAD 2022. Termasuk di dalamnya semua kapal-kapal ferry yang ada di Indonesia.

Sementara, jumlah kapal yang terdaftar di pemerintah/Kementerian Perhubungan dan Kementerian KKP ada 82 ribu kapal (Data Dephub 2019).

Termasuk, 13 ribu Kapal yang tercatat di IMO. Sedangkan sisanya lebih dari 60 ribu kapal tidak terdaftar di IMO.

"Sehingga, untuk melakukan pendaftaran semua kapal kapal di Indonesia yang belum terdaftar di IMO, itu adalah tugas daripada pemerintah," paparnya.

Demikian juga klasifikasi yang mengatur aturan keselamatan yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) hanya baru bisa mendaftarkan kapal-kapal di Indonesia jumlahnya sekitar 40 ribu kapal. Termasuk, semua kapal ferry yang ada di Indonesia.

"Inilah yang mengakibatkan penilaian IMO di Indonesia terhadap semua kapal kapal yang ada di Indonesia masuk dalam kategori penilaian yang rendah dari dunia internasional," jelas BHS.

Baca juga : Prof. Tjandra: Kendalikan Flu Burung, Indonesia Bisa Manfaatkan Keketuaan ASEAN

Ditambah, Biro Klasifikasi Indonesia hingga saat ini masih belum diakui oleh dunia pelayaran Internasional karena belum menjadi member IACS (International Association of Classification Societies).

Sehingga, klasifikasi Indonesia yang diwajibkan oleh UU 17 tentang Pelayaran belum memenuhi syarat untuk kepentingan International.

"Kondisi inilah yang akhirnya menjadi salah satu pertimbangan dan penilaian International termasuk IMO," jelasnya.

Oleh sebab itu, karena angkutan ferry di Indonesia sudah mengacu kepada aturan keselamatan Internasional yang tertinggi, pemerintah dan seluruh asosiasi pengusaha pelayaran seharusnya mensosialisasikan hal tersebut.

Baik kepada masyarakat domestik maupun internasional.

"Tujuannya agar mereka tahu bahwa aturan keselamatan angkutan ferry di Indonesia sudah sangat baik dan jauh lebih baik daripada aturan keselamatan yang ada di negara negara maju. Ini tentunya juga akan mempengaruhi penilaian asuransi terhadap industri angkutan ferry di Indonesia, sehingga akan berdampak terhadap besaran nilai premi dan cover dari asuransi tersebut," tandas BHS.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.