Dark/Light Mode

Pengamat UI: Mobil Hybrid Layak Dapat Tambahan Insentif, Ini Alasannya

Rabu, 9 Agustus 2023 08:24 WIB
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Gaikindo Kukuh Kumara, dan pengamat otomotif Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat LPEM Universitas Indonesia Riyanto pada diskusi Otomotif Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia yang digelar Forum Wartawan Industri Forwin di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa (8/8). (Foto: Aditya Nugroho/RM)
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Gaikindo Kukuh Kumara, dan pengamat otomotif Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat LPEM Universitas Indonesia Riyanto pada diskusi Otomotif Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia yang digelar Forum Wartawan Industri Forwin di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa (8/8). (Foto: Aditya Nugroho/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mobil listrik jenis Hybrid Electric Vehicle (HEV) mampu mengurangi emisi karbon hingga 49 persen. Karena itu, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif.

Hal tersebut merupakan benang merah pada diskusi “Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia” yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa (8/8).

Hadir sebagai narasumber, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, dan Pengamat Otomotif Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Riyanto.

Menurut Riyanto, jenis insentif yang bisa diberikan ke HEV antara lain pengurangan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). 

Baca juga : Pengamat: Dana Hibah Parpol Investasi Demokrasi

Saat ini, PKB dan BBNKB HEV sama seperti mobil bermesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE) yakni 12,5 persen dan 1,75 persen, sehingga totalnya mencapai 14,25 persen, sedangkan tarif PPnBM mencapai 6 persen sesuai PP 74 tahun 2021.

Bandingkan dengan Battery Electric Vehicle (BEV) yang diganjar PPnBM, PKB, dan BBNKB 0 persen. Selain itu, BEV mendapatkan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen menjadi 1 persen dari tarif normal 11 persen.

Tarif PKB dan BBNKB HEV diusulkan dipangkas menjadi masing-masing 7,5 persen dan 1,31 persen sehingga totalnya mencapai 8,81 persen. Adapun PPnBM HEV diusulkan diturunkan ke 0 persen atau minimal sama seperti Low Cost Green Car (LCGC) sebesar 3 persen

Rentetan insentif itu diyakini bisa memangkas harga HEV 8-11 persen Artinya, harga HEV yang kini masih Rp 450 jutaan bisa diturunkan menjadi Rp 400 jutaan. Bahkan, harga bisa di bawah Rp 400 juta, jika HEV juga diberikan insentif penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen seperti BEV.

Baca juga : Biosaka Tidak Bisa Dijual Massal, Ini Alasannya

Banjir insentif HEV diyakini dapat mendongkrak penjualan HEV menjadi 104 ribu unit pada 2025. Dengan volume sebesar ini, Indonesia dapat mulai melokalisasi komponen HEV, seperti baterai, sehingga ke depannya bisa menjadi basis produksi HEV untuk pasar dunia.

Riyanto. (Foto: Ist)

Riyanto menuturkan, saat ini menjual satu BEV lebih sulit ketimbang dua HEV. Oleh sebab itu, penjualan HEV perlu didorong, lantaran emisi dua mobil jenis ini sama seperti satu BEV.

“Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50 perssn. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif,” kata Riyanto. 

Menurut dia, mobil hybrid pas digunakan di era transisi menuju netralitas karbon pada 2060. Alasannya, harga BEV saat ini mahal, berkisar Rp 600-700 jutaan, sehingga pasarnya tipis. Memang ada BEV di bawah Rp 300 juta. Akan tetapi, mobil ini bukan untuk pembeli pertama, melainkan pembeli kedua dan ketiga. Artinya, dengan budget Rp 200-300 juta, besar kemungkinan mereka lebih memilih mobil ICE berkapasitas tujuh penumpang. 

Baca juga : Pengamat: Pro Kreativitas Dan Seni, Alasan Banyak Artis Gabung PAN

Dia menilai, harga HEV tujuh dan lima penumpang kini lebih mendekati ICE. Dengan demikian, hybrid bisa diandalkan untuk mengurangi emisi di era transisi. “BEV memang bisa menurunkan emisi sesuai target pemerintah. Akan tetapi, bisakah volume penjualan BEV sesuai target pemerintah untuk mengurangi emisi?” kata dia. 

Riyanto memprediksi, total penjualan mobil elektrifikasi (xEV), terdiri atas HEV, PHEV, dan BEV mencapai 182 ribu unit atau setara 14,8 persen pasar dengan berbagai macam insentif fiskal pemerintah pada 2025. Dari jumlah itu, porsi terbesar adalah HEV sebanyak 104 ribu unit, PHEV 327 unit, sedangkan BEV hanya 77 ribu unit. 

Kemudian, penjualan mobil elekrifikasi mencapai 591 ribu unit, terdiri atas HEV 387 ribu unit, BEV 202 ribu unit, dengan porsi pasar 31,8 persen pada 2030. Artinya, jumlah itu masih jauh di bawah target pemerintah.  

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.