Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Keren! Andini Anissa Jadi Perempuan Pertama Indonesia Peraih Gelar Kubestronaut
- Rayakan Hari Kartini, Kowani Luncurkan Gerakan 1.000 Profesi Perempuan & Gen Z
- Petugas Whoosh Tampil Anggun Dengan Kebaya Di Hari Kartini
- Liga Spanyol: Real Madrid Tempel Barca, Sevilla Tertahan
- Nottingham Forest Vs Hotspurs, Berburu Si Kuping Besar

RM.id Rakyat Merdeka - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk terus menjalankan kebijakan nasional hilirisasi industri pegolahan kakao di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Adapun pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat, lemak cokelat, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao, serta pengembangan cokelat artisan.
Baca juga : Berani Lawan WTO, Bahlil Dipercaya Jokowi Jadi Benteng Hilirisasi Indonesia
Apalagi, potensi Indonesia saat ini merupakan negara pengolah kakao ketiga terbesar di dunia yang memproduksi bebagai produk kakao olahan seperti cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder. Sebagian produk tersebut diolah lebih lanjut di dalam negeri (sekitar 20 persen), dan selebihnya diekspor ke lebih dari 96 negara di lima benua.
“Ekspor produk intermediate tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok rantai global dengan kontribusi sekitar 9,17 persen dari kebutuhan dunia,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta, Kamis (24/8).
Baca juga : Mentan Ajak Pelaku Perkebunan Kalsel Dukung Hilirisasi Kelapa Sawit
Menurut Putu, peningkatan nilai ekspor kakao olahan didukung oleh sejumlah investasi perusahaan multinasional. “Hal ini merupakan dampak dari kebijakan bea keluar terhadap ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2010,” terangnya.
Dari investasi tersebut juga, semula kapasitas terpasang industri pengolahan kakao sebesar 560.000 ton per tahun, naik menjadi 739.250 ton per tahun. Selain itu, ekspor biji kakao pada tahun 2013 sebesar 188.420 ton senilai 446 juta dolar AS, turun menjadi 24.603 ton senilai 64 juta dolar AS pada 2022. Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari 196.333 ton senilai 654 juta dolar AS pada 2013 menjadi 327.091 ton atau senilai 1,1 miliar dolar AS tahun 2022.
Baca juga : Kebutuhan Domestik Terus Meningkat, SKK Migas Genjot Realisasi Di Lapangan
“Sejak 2015, ekspor kakao olahan kita selalu di atas 1 miliar dolar AS. Bahkan, Indonesia sudah menjadi pemain global kakao olahan, dengan posisi ekspor cocoa butter kita nomor dua di dunia setelah Belanda,” ungkap Putu.
Lebih lanjut, Putu menyampaikan, lima tahun lalu komposisi ekspor kakao olahan antara (intermediate product) sebesar 85 persen dan 15 persen diproses lebih lanjut di dalam negeri menjadi produk akhir (finished good) berupa makanan dan minuman berbasis cokelat. “Saat ini, komposisi produksi olahan cokelat di dalam negeri telah meningkat menjadi 20 persen. Artinya produk kakao olahan di dalam negeri mengalami penguatan atau terjadi hilirisasi lebih lanjut,” terangnya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya