Dark/Light Mode

Hindari Online Scamming

Milenial Kudu Teliti Memilih Lowongan Kerja Luar Negeri

Rabu, 15 November 2023 18:19 WIB
Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) bertajuk Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, pada Selasa (14/11/2023). Foto: Istimewa
Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) bertajuk Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, pada Selasa (14/11/2023). Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Pekerja Migran Indonesia (PMI) perlu lebih waspada dengan praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) khususnya yang bermodus penipuan online scamming.

Hingga Agustus 2023, tercatat lebih dari 2.800 PMI dengan kasus online scam yang ditangani oleh Perwakilan Indonesia di negara-negara Asia Tenggara.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak terjerat kasus TPPO, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) bertajuk Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, pada Selasa (14/11/2023).

Plt. Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenkominfo yang diwakili oleh Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM Astrid Ramadiah Wijaya mengatakan, TPPO perlu diwaspadai oleh masyarakat.

Terlebih bagi masyarakat yang aktif mencari lowongan pekerjaan di situs daring dan media sosial. Menurut Astrid, Kemenkominfo berperan dalam pencegahan TPPO melalui dua strategi.

Pertama, menindak konten atau situs yang telah melakukan perekrutan tenaga kerja secara ilegal.

Baca juga : Pancasila Dalam Politik Luar Negeri

"Jika menemukan konten-konten atau iklan di media sosial yang mengarah ke TPPO, instansi dan masyarakat dapat menyampaikan aduan ke situs aduankonten.id," kata Astrid dalam keterangan resminya, Rabu (15/11/2023).

Strategi kedua, melakukan berbagai sosialisasi akan bahaya TPPO. Astrid menjelaskan, perkara TPPO telah menjadi urgensi yang dibahas dalam pertemuan KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo.

Para pemimpin ASEAN mendeklarasikan Pemberantasan Perdagangan Manusia Akibat Penyalahgunaan Teknologi. Sebagai bentuk keseriusan ASEAN dalam memberantas TPPO dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait, serta memberikan bantuan kepada korban.

Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha menjelaskan, lowongan kerja di luar negeri dengan penawaran yang begitu menarik menjadi awalan dari modus operandi online scamming.

"Lowongan kerja ini ada di sekitar kita, beredar di sosial media dan menjadi pintu masuk dari kasus-kasus online scam. Dari kasus-kasus yang kami tangani, kasus ini berawal dari lowongan kerja di medsos yang menawarkan gaji dan fasilitas besar," jelas Judha.

Menurutnya, korban yang terpedaya akan diurus tiket dan dokumen perjalanannya tanpa ada visa kerja. Kemudian, korban akan dibawa ke negara tujuan ataupun ke negara-negara transit untuk dipekerjakan sebagai online scammer.

Baca juga : Ini Kunjungan Bilateral Dua Negara Bersahabat

Korban dipekerjakan untuk menjadi penipu, salah satunya love scam yang mendekati target dengan pendekatan romantis dan diajak untuk investasi bodong atau mengirimkan sejumlah uang.

"Begitu tiba di perusahaan online scam center, mereka akan dipaksa membuat akun-akun media sosial palsu dan kemudian diberikan daftar target korban dan jumlah target yang harus dicapai dalam satu bulan. Rata-rata targetnya sekitar Rp 60 juta dan ketika tidak mencapai target akan ada sanksi seperti penyiksaan verbal, fisik, atau ancaman akan dijual ke perusahaan scam yang lain," tuturnya.

Judha mengungkapkan, TPPO yang terjadi saat ini tidak hanya menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Lewat modus online scamming, praktik TPPO kini menyasar korban yang melek teknologi dan tergolong dalam usia produktif. Profil korban yang dituju umumnya berusia muda yakni 18-35 tahun.

"Korban biasanya berasal dari usia muda, berpendidikan. Bahkan, kami pernah mencatat korban dengan gelar master (pascasarjana), dan yang umumnya akrab dengan berbagai teknologi digital," tegasnya.

Kepala Subdirektorat V/Siber, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Asep Suherman mengaku sepakat terkait profil korban TPPO saat ini. Korban tidak lagi berasal dari golongan prasejahtera dan tidak berpendidikan, namun kini bergeser ke kelompok berpendidikan yang hampir setiap saat terpapar teknologi.

"Selain lewat media sosial, perekrutan online scamming juga dapat terjadi lewat kerabat, teman, atau kenalan. Karena korban yang sudah terjerat akan diancam, didenda, atau diiming-imingi komisi untuk merekrut pekerja lain," jelasnya.

Baca juga : Relawan Sandiuno Optimis Buka Lapangan Kerja Lewat UMKM Go Digital

Korban TPPO, kata Asep, kadangkala tidak mau melaporkan kepada pihak berwajib karena adanya rasa malu. Selain itu, korban juga menerima ancaman atau tidak mengetahui dengan jelas pelaku perekrutan.

Pencegahan dan sosialisasi kepada masyarakat, tentunya begitu penting. Khususnya untuk tidak mudah terbuai oleh berbagai lowongan kerja di luar negeri.

"Celahnya karena ada angan-angan dan pandangan bahwa jika bekerja di luar negeri adalah suatu pencapaian dan dinilai hebat. Apalagi jika diiming-imingi dengan gaji yang besar, kejahatan ini harus bersama-sama ditangkal karena TPPO sangat terorganisir dan sistematis," ujarnya.

Terkait dengan praktik TPPO bermodus online scamming, generasi muda termasuk ke dalam kelompok yang rentan sebagai korban. Khususnya, para lulusan baru (fresh graduate) yang sibuk mencari pekerjaan.

Dosen dan Ketua Bagian Sistem Peradilan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Al. Wisnubroto mengingatkan soal peran orang tua supaya lebih waspada terhadap berbagai lowongan kerja, jangan sampai mendorong anak untuk bekerja di luar negeri hanya karena tawarannya yang menarik.

"Para lulusan yang belum menemukan pekerjaan, seringkali menemukan pertanyaan dan tekanan dari sekitar, yang bisa jadi akan terjebak pada lowongan-lowongan kerja di luar negeri yang persyaratannya mudah. Jangan sampai hal seperti ini pada teman-teman mahasiswa," katanya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.