Dark/Light Mode

Pemerintah Kudu Terapkan Kebijakan Probisnis Untuk Investasi Ketenagalistrikan

Minggu, 31 Desember 2023 09:25 WIB
Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa/Ist
Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa berharap pemerintah menerapkan kebijakan probisnis untuk mencegah terjadinya ketidakpastian investasi di sektor ketenagalistrikan. Langkah itu diperlukan untuk memuluskan Indonesia memasuki tren transisi energi secara mulus.

Program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang kini berlangsung, diakui telah bersinggungan dengan urusan komersial dan mitra pemasok. Apalagi ada segelintir investor produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang belum balik modal.  

Sementara, biaya pengembangan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) belum ada skala keekonomian yang menguntungkan di  semua lini. Termasuk sejauh mana implikasinya terhadap harga di tingkat pelanggan.

“Penerjemahan transisi energi di Indonesia jangan sampai terlalu latah, apalagi sampai mempersalahkan keberadaan PLTU batu bara existing.  Memang, menjadi lebih hijau itu keniscayaan. Namun, yang terpenting energi listrik sebagai kebutuhan masyarakat itu prioritasnya terjangkau dan andal dulu. Baru kemudian kalau bisa bersih,” jelas Iwa.  

Iwa mengungkapkan, di tengah tantangan industrialisasi dan maraknya potensi penggunaan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV), sumber listrik dari pembangkit EBT masih belum bisa dijadikan sebagai andalan PLN.

“Era oversupply listrik pasti tidak akan berjalan lama, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan bisnis, serta dorongan industrialisasi. Jadi, phase out PLTU jangan sampai terlalu masif, karena kalau kebutuhan di masa depan nanti dikejar pakai pembangkit EBT saja, tidak akan cukup andal," kata dia.   

Baca juga : Gerakan Ganjar Bakal Bentuk Tim Investigasi Dana Kampanye

Butuh Investasi Tinggi

Secara umum, kata dia, pembangkit EBT membutuhkan biaya investasi tinggi, pembangunan yang memakan waktu lama, dan mengandalkan komponen impor. Terutama kebutuhan teknologi baterai khusus. 

Selain itu, sampai saat ini harga kontrak PLN untuk pembangkit EBT masih terbilang mahal, belum ada titik tengah. PLN  juga tidak bisa menggunakan pembangkit EBT sewaktu-waktu, karena bergantung pada kondisi kerja tertentu, seperti kondisi cuaca dan iklim. 

“Justru PLN akan mulai mengoptimalkan kontrak-kontrak dari IPP yang belum pernah digeber mengambil beban secara penuh sesuai kapasitasnya,” jelas Iwa.  

Iwa mengatakan, upaya untuk menjadi lebih hijau bisa dilakukan dengan  memperbesar porsi co-firing dengan bahan bakar biomassa di setiap PLTU batu bara. Sementara, bagi PLTU yang sudah kurang efisien, perlu dimodifikasi terlebih dahulu untuk menjadi backup.  

“Negara-negara seperti Jerman, China dan Jepang, masih mempertahankan PLTU batu bara, kendati secara beriringan turut memperbesar EBT. Jadi, IPP batu bara di sini seharusnya tidak perlu khawatir. Karena seharusnya kebijakan yang diambil negara tetap akan menjaga kepastian return investasi mereka," jelasnya. 

Baca juga : Bisnis Panas Bumi PGE Diramal Makin Moncer

IPP Jumbo

Sebagai contoh, saat ini Indonesia punya Paiton Energy, salah satu IPP jumbo di Tanah Air yang masih dalam proses akuisisi oleh perusahaan energi asal Thailand, RATCH Group dari entitas shareholder terbesar saat ini, Mitsui & Co, Ltd. 

Berdasarkan informasi terbaru RATCH Group di laman resminya per Februari 2023, akuisisi akan dijalankan RH International (Singapore) Corporation Ltd, dengan porsi 36,26 persen di Paiton Energy dan 65 persen di IPM Asia Pte Ltd yang merupakan lini bisnis operasional dan pemeliharaan. 

"Investasi ini diputuskan berdasarkan kewajaran target investasi kami, tingkat pengembalian yang sesuai ekspektasi, dan bagaimana dampaknya terhadap perusahaan," kata CEO RATCH Group Choosri Kietkajornkul.

Sejatinya, rencana akuisisi RATCH Group terhadap Paiton Energy telah mencuat sejak tahun 2021. Bahkan, saat itu Mitsui berupaya melepas seluruh sahamnya di Paiton Energy yang mencapai 45,5 persen.

Belum diketahui apa saja yang membuat transaksi ini masih belum rampung juga. Padahal, seharusnya RATCH Group sudah bisa mengakuisisi Paiton III pada akhir Juli 2023, berdasarkan keterangan resmi di laman resmi Mitsui (mitsui.com) per 1 Agustus 2023. 

Baca juga : PLN dan Bitera Jalin Kemitraan Penyediaan Energi Bersih untuk Data Center

Hal senada diungkapkan, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto. Dia menekankan, investasi IPP existing tidak akan terganggu di tengah tren transisi energi. 

Namun, penguatan penggunaan co-firing biomassa akan menjjadi kunci. 

“Nantinya, pembangkit listrik baru hanya EBT. Sementara yang sudah ada, perbanyak biomassa sampai dengan 20 persen pada tiap PLTU, karena tidak perlu merubah konstruksi PLTU tersebut," kata dia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.