Dark/Light Mode

Indonesia Bakal Tambah Saham Freeport, Bangun Smelter Di Timika

Sabtu, 1 Juni 2024 16:20 WIB
Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia memastikan, smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai investasi mencapai 3 miliar dolar AS yang berada di Gresik, Jatim. (Ilustrasi Istimewa)
Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia memastikan, smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai investasi mencapai 3 miliar dolar AS yang berada di Gresik, Jatim. (Ilustrasi Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan, smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai investasi mencapai 3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) yang berada di Gresik, Jawa Timur akan beroperasi pada 1 Juli 2024.

“Mulai 1 Juli ke depan, pabrik Freeport akan mengolah konsentrat tembaga dari Timika di Gresik. Dalam satu tahun, pabrik ini akan menghasilkan 60 ton emas murni, 400 ribu ton katoda tembaga, dan berbagai produk turunan lainnya,” ungkap Bahlil dalam keterangannya, Sabtu (1/6/2024).

Lebih lanjut Bahlil menjelaskan, saat ini Pemerintah Indonesia juga tengah mendorong PTFI untuk membangun smelter di Timika, Papua Tengah, dekat dengan tambang Freeport.

Permintaan ini beriringan dengan rencana Pemerintah yang akan menambah jumlah saham milik Indonesia di PTFI menjadi 61 persen pada 2041 mendatang.

Baca juga : Indonesia Berpotensi Jadi Digital Nation Besar Dunia

“Kita sedang memikirkan, begitu aturannya keluar, kita akan mengakuisisi lagi sahamnya tambah 10 persen. Sekarang kan kita 51 persen, kita ingin Indonesia harus mayoritas lagi, negosiasinya sudah selesai dan Freeport setuju untuk penambahan saham 10 persen pada 2041 ke atas,” katanya.

Menurut Bahlil, pembangunan smelter dan proses divestasi saham Freeport merupakan bagian dari program hilirisasi pemerintah, yang merupakan salah satu strategi investasi yang dilakukan oleh negara untuk menciptakan lapangan pekerjaan di masa mendatang.

“Dunia saat ini sedang berbicara tentang green energy dan green industry. Pada 2035 puncaknya bonus demografi, 65 persen penduduk Indonesia adalah usia produktif. Dan karena itu kita harus men-desain dari sekarang agar bangsa kita tidak menjadi negara konsumtif,” ucap Bahlil.

Ia mencontohkan, cadangan nikel Indonesia mencapai 25 persen dari total cadangan nikel dunia, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor bijih nikel pada 2019.

Baca juga : Alhamdulillah, Orang Miskin Seperti Saya Bisa Naik Haji

Kebijakan tersebut berhasil memberikan nilai tambah terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, nilai ekspor nikel Indonesia hanya 3,3 miliar dolar AS di tahun 2017.

“Begitu kita stop ekspor bahan baku, bangun industri dan pabriknya di Indonesia, apa yang terjadi pada 2023? Kenaikannya menjadi 33,5 miliar dolar AS atau hampir sebesar Rp 500 triliun,” sebutnya.

Bahlil menegaskan, banyak negara-negara maju yang tidak senang atas kebijakan Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel.

Bahkan, Indonesia sempat digugat oleh Uni Eropa di World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan tersebut.

Baca juga : Indonesia Dan Korsel Perkuat Kerja Sama Sektor Industri, Perdagangan, Dan Energi

“Mereka takut negara kita kuat. dan saya masih yakin bahwa ada sebagian negara lain yang tidak ingin Indonesia berdaulat dalam mengelola kekayaannya sendiri,” ucap Bahlil.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.