Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Ketua MUI Baros Beri Pesan Sejuk Di Sosialisasi PNM Mekaar
- Dipolisikan Nurul Ghufron, Ketua Dewas: Kami Sama Sekali Nggak Takut!
- KPK Lelang 2 Mobil Jeep Cherokee Milik Eks Walkot Bekasi Rahmat Effendi
- Gempa Terkini Magnitudo 5,3 Guncang Papua, Getaran Terasa Hingga Mamberamo Raya
- TPPU SYL, KPK Sita Mobil Mercy Sprinter Dan New Jimny
RM.id Rakyat Merdeka - Ketua Departemen Mini Market Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Gunawan Indro Baskoro mengatakan, pelaku usaha dibingungkan dengan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Bogor.
“Peraturan ini saling bertolak belakang dan menimbulkan ketidakpastian usaha,” ujarnya di Jakarta, Kamis (13/2).
Sebelumnya, Aprindo dan Pemerintah Kota Bogor melakukan pertemuan non-ligitasi yang difasilitasi Kementerian Hukum dan HAM. Kesepakatan pertemuan tersebut menyatakan bahwa Perda KTR Bogor harus diselaraskan dengan PP 109 Tahun 2012, namun justru diabaikan.
Baca juga : Apindo: Jasa Titip Bikin Pengusaha Tekor Rp 51 Triliun
“Sebelumnya kami juga sudah berkonsultasi dengan berbagai kementerian dan semua sepakat bahwa peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tetapi kenyataannya kesepakatan itu tidak diindahkan,” ujar Gunawan.
Agar tak lagi membingungkan masyarakat, Gunawan berharap evaluasi terhadap Perda KTR Bogor segera dilakukan. “Di tingkat nasional rokok tidak dilarang dipajang, tapi di Bogor dilarang. Ini menjadi preseden bahwa peraturan di daerah kontradiktif dengan peraturan nasional dan membingungkan pengusaha,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai positif, upaya gugatan uji materi Peraturan Daerah KTR Bogor Nomor 10/2018 di Mahkamah Agung.
Baca juga : Apartemen Bebas Narkoba Pertama di Jogja Ini Dikontrol Langsung BNN
“Ini contoh yang buruk. Bogor ini tidak boleh membuat aturan sendiri yang berbeda dengan peraturan di atasnya. Harusnya semua harus sinkron, karena idealnya semua aturan harus diharmonisasi,” tegas Trubus.
Gugatan dilakukan, antara lain, lantaran beleid tersebut memuat larangan pemajangan rokok di tingkat ritel. Padahal, Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, masih memperbolehkan pemajangan produk.
Menurut Trubus, larangan yang tertera pada pasal 16 Perda KTR Bogor No 10 Tahun 2018 merugikan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas terkait suatu produk. Larangan pemajangan produk rokok yang bertabrakan dengan aturan di atasnya juga dipandang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam berusaha.
Baca juga : Banjir Bikin Harga Pangan Melambung
“Tidak ada kepastian untuk orang berinvestasi atau berusaha, ini melanggar soal investasi,” kata Trubus. “Saya berharap MA akan membatalkan aturan ini, karena merugikan stakeholder dan pedagang,” kata Trubus. [DIT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya