Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Indonesia memprediksi, dampak negatif kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok dimulai pertengahan bulan ini.
Ketua Gabungan Pabrik Rokok Malang (Gaperoma) Johni SH menjelaskan, kebijakan ini bisa menurunkan produksi rokok yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja. Juga pengurangan bahan baku yang akhirnya merugikan petani.
“Hingga akhir Februari, kami masih menggunakan cukai tahun lalu. Maret ini kami menggunakan cukai yang harganya dinaikkan pemerintah. Demikian juga harga jual ecerannya. Sehingga bulan Maret dan April ke sana akan terlihat dampak negatifnya,” kata Johni.
Baca juga : Aprindo Jamin Pasokan Bahan Pokok Aman
Dia mengatakan, kebijakan ini membuat pengusaha dan pengelola industri hasil tembakau sulit membuat perencanaan keuangan dan produksi ke depan. Bahkan, produsen kesulitan dalam perencanaan cash flow keuangan.
Padahal, lanjut Johni, kebijakan ini pada akhirnya merugikan pemerintah. Alurnya seperti ini: rokok mahal, masyarakat sulit beli rokok legal, akhirnya membeli rokok ilegal. Masyarakat bisa beralih ke rokok elektrik yang tidak kena cukai. Hasilnya, pemerintah tidak dapat apa-apa.
“Jika masyarakat beralih pada konsumsi rokok ilegal atau rokok elektrik, maka akan merugikan semuanya. Pemerintah rugi, industri rokok nasional juga rugi. Demikian juga petani dan buruh industri hasil tembakau mengalami kerugian,” terangnya.
Baca juga : KPK Tak Temukan Nurhadi Di Rumah Mertuanya
Karena alasan ini, Johni meminta Kementerian Keuangan harus lebih hati-hati saat mengambil kebijakan. Apalagi, multiplier effect industri rokok sangat besar. Mulai dari hilir di tingkat petani dan buruh, hingga ke hulu alias pendapatan untuk negara.
Dia berharap, tahun depan, pemerintah tidak lagi membuat kebijakan yang justru merugikan. “Kami berharap pemerintah tidak lagi menaikan cukai dan HJE Rokok di tahun 2020. Sebab, kebijakan pemerintah menaikan cukai dan HJE masing masing sebesar 23 dan 35 persen itu adalah untuk tahun 2020. Nah kami berharap, Tahun 2020 ini tidak ada lagi kenaikan cukai,” tuturnya.
Pengamat kebijakan publik Hilmi Rahman Ibrahim mengatakan, seharusnya pemerintah memikirkan dampak dari kebijakan yang telah dibuat. Regulator juga harus mendengarkan masukan dari banyak pihak, khususnya pemangku kepentingan. Misalnya, pemerintah tidak bisa hanya memperhatikan dari aspek pemasukan negaranya saja.
Baca juga : Menkeu Rayu DPR Setujui Cukai Minuman Ringan
“Apa artinya pemerintah menggali dan menaikkan cukai setinggi tingginya untuk menutupi kekurangan keuangan negara. Di sisi lain, kebijakan tersebut justru menimbulkan ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan. Ribuan petani kehilangan mata pencaharian. Yang berakibat akan meningkatnya jumlah pengangguran dan angka penduduk miskin. Dampaknya, peningkatan angka kriminalitas,” terang Hilmi.
Dia mengatakan, masih ada ruang dialog antara pemerintah dengan pelaku usaha. Dengan begitu, solusi akan tercipta, dan bisa diterima seluruh pihak. “Kalau sudah duduk bersama, bicarakan bersama, keputusan yang diambil bisa diterima dan dimengerti semua pihak. Bukan top down,” pungkas Hilmi. [MEN]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya