Dark/Light Mode

Ada Corona, Industri Telko Butuh Suplemen

Senin, 16 Maret 2020 20:37 WIB
Pembicara diskusi Nasib Industri Telko di Tengah Disrupsi Teknologi dan Covid-19 berfoto bersama. (Foto: ist)
Pembicara diskusi Nasib Industri Telko di Tengah Disrupsi Teknologi dan Covid-19 berfoto bersama. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mewabahnya virus corona (Covid-19) akan memberikan dampak positif dan negatif bagi Sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). 

Founder IndoTelko Forum, Doni Ismanto Darwin mengatakan, bagi pemain TIK, pencegahan penyebaran dampak corona bisa mendatangkan peluang usaha tetapi juga ancaman bagi pelaku usaha di sektor tersebut.

"Social Distancing yang dilakukan pemerintah tentu mengubah perilaku sosial dan kerja masyarakat. Istilah Working For Home (WFH) atau Distance Learning menjadi familiar dan dianggap peluang bagi operator telekomunikasi di sisi trafik data. Bagi pemain solusi ini menjadi berkah mengembangkan inovasi Unified Communication (UC) yang cocok bagi perusahan untuk WFH atau startup yang mengembangkan platform belajar online bagi kalangan pendidikan," kata Doni saat membuka Diskusi Media "Nasib Industri Telko di Tengah Disrupsi Teknologi dan Covid-19", di Jakarta, Senin (16/3).

Doni mengatakan, tantangan yang harus dihadapi oleh pemain TIK di tengah corona adalah soal suplay chain global khususnya untuk infrastruktur yang banyak tergantung dengan China. "Pemain besar infrastruktur jaringan itu kalau tidak dari China, pabriknya ada di sana. Adanya pembatasan pergerakan manusia tentu berakibat bagi operator dalam upgrade kualitas untuk jaringannya, minimal untuk mendatangkan ahli asing," ungkapnya.

Menurut Doni, kondisi sekarang tentunya operator membutuhkan sejumlah insentif atau suplemen seperti keringanan regulasi untuk mendukung pengembangan jaringan hingga kemudahan dalam melakukan transformasi digital. 

"Sejatinya, regulasi  baru yang menjadi beban bagi operator ditunda dulu. Kita semua harus fokus memperkuat pemain TIK agar mampu mendukung Indonesia keluar dari penyebaran Covid-19 ini," katanya.

Baca juga : Pandemik Corona di Era Media Sosial

Para pembicara dalam seminar IndoTelko berpendapat, corona membawa tantangan dan juga peluang bagi pelaku industri TIK.

Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Andi Budimansyah mengungkapkan, lonjakan penggunaan internet pasca-anjuran bekerja dan sekolah dari rumah akibat corona, merupakan bentuk tanggung jawab operator seluler untuk tetap bisa melayani masyarakat. Dalam kondisi seperti sekarang ini, semua butuh internet dan internet butuh infrastruktur telekomunikasi. 

“Untuk menghadapi corona, perlu regulasi sederhana yang cepat dengan biaya yang wajar dalam hal ini. Termasuk untuk operator telekomunikasi, jangan ada biaya-biaya yang membebani sampai ke tingkat Pemerintah Daerah. Karena tanpa operator telekomunikasi, kita tidak bisa melayani kebutuhan internet untuk bekerja dan sekolah dari rumah,” tegas Andi.

Dia mengilustrasikan, saat ini pendapatan operator seluler hanya dari menjual paket data. Sementara pendapatan dari penggunaan panggilan telepon dan pesan singkat (SMS) dipastikan menurun karena layanan OTT yang disediakan aplikator asing.

“Sayangnya biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi minimal sebesar Rp 1,2 triliun tetap harus dibayarkan ke pemerintah setiap tahun, entah operator itu untung atau rugi tetap harus dibayar. Kan lucu seperti ini, sementara operator harus berinvestasi juga menggelar kabel optik, menambah jaringan dan bandwith,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menyebut, penyebaran corona telah mengubah perspektif dunia, misalnya muncul anjuran bekerja dari rumah, tentu akan memberikan dampak bagi perekonomian negara dan industri TIK Indonesia. Namun jika dilihat dari sisi positif, corona juga membuka peluang bagi operator seluler karena peningkatan penggunaan internet, aplikasi, dan kecerdasan buatan untuk mempermudah kebutuhan manusia.  

Baca juga : Dampak Corona, Ekonomi Sakit Obatnya Ambyar

“Ada 3 hal yang bisa diterapkan dalam proses transformasi teknologi: Pertama, Visi dan Kepemimpinan yang bisa membawa potensi negatif dari teknologi menjadi positif. Kemudian kedua, adanya inovasi dan adopsi teknologi baru. Ketiga, perlu diterapkan dalam budaya dan transformasi organisasi,” kata Heru.

Diingatkannya, 2020 akan sangat menantang bagi industri TIK karena faktor disrupsi teknologi dan corona. “Disrupsi teknologi mengubah banyak hal dari sisi bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, sampai kultur dan struktur organisasi perusahaan. Jumlah wisatawan akan menurun dan investasi asing juga. Bagaimana mau mikir investasi, kalau setiap negara mikir rakyatnya sendiri. Diperlukan visi dan kepemimpinan inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi,” ujarnya.

Sementara, pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala mencatat, setidaknya ada dua dampak langsung corona bagi pelaku TIK. Pertama adalah keterlambatan pasokan perangkat jaringan, dan juga dukungan teknis bagi solusi atau use case layanan baru terhambat akibat terbatasnya tenaga ahli dari vendor yang berasal dari negara terdampak corona

“Kemudian dampak terbesar bagi operator adalah potensi naiknya biaya belanja modal infrastruktur jaringan dan operasional  maintenance untuk mempertahankan layanan 7x24. Karena itu perlu diberikan insentif bagi operator, misal penundaan implementasi validasi IMEI ponsel yang butuh investasi besar ,” kata Kamilov.

Analis Pasar Modal, Reza Priyambada menambahkan, merebaknya corona otomatis akan berdampak pada emiten dari sektor TIK tahun ini. Industri TIK sempat membaik tahun 2019 lalu, setelah pada 2018 terjadi penurunan kinerja emiten telekomunikasi. Lalu perang harga juga masih mewarnai industri ini, terlihat dari data yield yang semakin turun secara angka year per gigabyte. 

“Tahun ini juga masih ada potensi yang menjanjikan di pertumbuhan konsumsi layanan data serta peningkatan smartphone yang semakin besar, perbankan, dan infrastruktur B2B,” ujar Reza.

Baca juga : Antisipasi Corona, Pengunjung KPK Dicek Suhu Badannya

Sementara Pengamat Telekomunikasi Mastel, Nonot Harsono menilai, corona juga bisa memberikan hikmah bagi operator seluler di Indonesia. Diprediksinya, wabah virus Corona ini akan menunda rencana sejumlah investasi besar dari pemain asing seperti Facebook dan Google di Indonesia.

“Keduanya sempat melakukan pendekatan ke pemerintah dengan iming-iming akan membangun infrastruktur digital. Padahal kalau mereka berdua masuk, akan mematikan bisnis operator seluler nasional yang memperoleh pendapatan dari berjualan paket data semata,” kata Nonot.

Nonot mengharapkan, pemerintah memiliki kesadaran untuk mengelola disrupsi yang tengah terjadi agar yang terjadi transformasi positif di industri TIK. “Disrupsi bukan harus dipuja tetapi dikendalikan menjadi transformasi yang positif dengan pelaku industri nasional. Jangan sampai bunuh-bunuhan. Kalau mereka (asing) bisa masuk dengan keyword investasi, ya akhirnya mematikan,” imbuhnya.

Ia menambahkan, anjuran untuk bekerja dan sekolah dari rumah juga membutuhkan layanan internet yang kencang. Operator telekomunikasi di Amerika Serikat bersedia memberikan paket data gratis selama 2 bulan bagi konsumennya. Tetapi disana ARPU-nya stabil di level 10 dolar dolar AS atau sekitar Rp 140 ribu. 

“Kira-kira di Indonesia bisa nggak tuh diterapkan operator seluler nasional yang ARPU-nya masih sekitar Rp 40 ribu. Kalau ada selisih seperti itu, kira-kira pemerintah bisa masuk memberi insentif nggak?” pungkasnya. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.