Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

RUU Ciptaker Jadi Peluang Reformasi Ketenagakerjaan

Jumat, 8 Mei 2020 21:21 WIB
Muhamad Arif Hadiwinata/Ist
Muhamad Arif Hadiwinata/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Reformasi regulasi ketenagakerjaan di Indonesia bukan hanya perlu, tapi mendesak. Sejak 2005-2020, skor Indonesia untuk kebebasan ketenagakerjaan mengalami tren penurunan.

Direktur Riset Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) Muhamad Arif Hadiwinata melihat RUU Cipta Kerja (Ciptaker) adalah peluang bagi reformasi terhadap berbagai regulasi yang ada.

“Dalam riset kami berkesimpulan bahwa seluruh klaster dalam RUU Cipta kerja, termasuk klaster ketenagakerjaan harus tetap dilanjutkan pembahasannya dengan penguatan pada visi kebebasan ketenagakerjaan dan penciptaan iklim mutualistis di antara seluruh stakeholder yang terlibat," terang Arif.

Baca juga : Gegara Covid, Ribuan Koperasi Megap megap

Namun, dia menyayangkan opini yang mengemuka saat ini bahwa RUU Cipta Kerja merupakan reformasi regulasi partisan untuk mengedepankan kepentingan kelompok tertentu. Anggapan yang menggeneralisasi ini kemudian menimbulkan resistensi terhadap RUU. 

“Persepsi diametrik antara buruh dan pengusaha misalnya, harus diperjelas. Lebih bijak, kita mengedepankan kepentingan lebih luas dengan cara duduk bersama. Sehingga lahir sebuah RUU Cipta Kerja yang dapat diterima oleh mayoritas," sambung Arif.

Terkait tren penurunan kebebasan ketenagakerjaan, dalam penelitiannya pada 2018, iklim kebebasan ketenagakerjaan Indonesia berada dalam status mostly unfree dengan skor 50,3. Sementara di 2019, skor menjadi 49,3 dan pada 2020 makin turun ke 49,2 atau menempati peringkat ke-145 dari 184 negara.

Baca juga : Pengusaha Girang, Buruh Kejang-kejang

“Indeks ini merujuk pada setiap orang bisa bebas menawarkan potensi dirinya di pasar kerja, menetapkan gaji serta memutuskan apakah ia menerima atau menolak tawaran pekerjaan. Kalau ukuran-ukuran semacam ini rendah, artinya kita dituntut segera memperbaiki aturan," kata Arif.

Menurut Dosen Ekonomi UIN Jakarta ini, rendahnya iklim kebebasan ketenagakerjaan menciptakan iklim investasi yang buruk. Akibatnya, langkanya lapangan kerja meningkatkan pengangguran.

Dengan koreksi mendalam dari IMF (International Monetary Fund) terkait estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 hingga 0,5%, total pengangguran diperkirakan mencapai angka 10,16 juta pada 2020.

Baca juga : Minyak Serai Wangi RI Diminati Dunia

Arif menegaskan, Indonesia memiliki cukup banyak regulasi ketenagakerjaan. Tapi terbukti tidak efisien dan cenderung tumpang tindih.

“Regulasi yang ruwet juga dapat meningkatkan biaya produksi, serta dapat menghambat wirausahawan untuk berhasil di pasar," tandasnya. [MER]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.