Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Cuma Negara Terbelakang Yang Pakai Premium

BBM Ramah Lingkungan Bakal Diterapkan Di Jakarta dan Bali

Selasa, 30 Juni 2020 06:23 WIB
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi VI DPR mempertanyakan sejumlah aksi korporasi yang dilakukan PT Pertamina (Persero), mulai dari pencairan utang pemerintah, restrukturisasi, rencana IPO (Innitial Public Offering/penawaran saham perdana) Sub Holding, peremajaan kilang hingga penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan.

Salah satu anggota Komisi VI dari Fraksi PKS, Nevi Zuairina angkat bicara. Menurutnya, di tengah kondisi Covid-19 saat ini, masyarakat membutuhkan BBM murah. 

Sementara bila Pertamina menerapkan BBM ramah lingkungan, artinya perusahaan akan menarik distribusi premium dan solar ke depannya. 

“Pengkajian rencana itu seperti apa? Seberapa relevannya? Karena di tengah kondisi Covid-19 ini masyarakat memerlukan BBM murah,” katanya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan Pertamina di Jakarta, kemarin. 

Apalagi, di sejumlah wilayah seperti di Sumatera Barat kerap terjadi antrean panjang saat membeli premium Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menegaskan, pengelolaan BBM ramah lingkungan merupakan bagian dari strategi bisnis jangka pendek di 2020, yang rencananya akan mulai diterapkan bertahap di Bali dan Jakarta, lalu diikuti wilayah provinsi lainnya. 

Baca juga : 3 Cagub Bakal Berhadapan Di Pilkada Kepulauan Riau

“BBM jenis gassoline akan menjadi prioritas karena impact polusinya lebih tinggi,” katanya. 

Ia membeberkan, untuk jangka panjangnya akan ada varian produk yang sesuai dengan Permen KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yakni minimal RON 91. Di mana, pada penerapan tahap pertama, dilakukan pengurangan BBM RON 88 disertai edukasi agar konsumen beralih ke RON 90 ke atas. 

Lalu di tahap kedua, pengurangan BBM RON 88 dan RON 90 di SPBU. Selanjutnya di tahap ketiga, simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya ada dua jenis yakni BBM RON 91 dan 92, serta BBM RON 95. 

“Hanya negara terbelakang saja yang masih menggunakan BBM berkualitas EURO 2 (premium). Makanya, kita perlu tingkatkan kualitasnya,” terang Nicke. 

Karenanya, untuk bisa memiliki BBM berkualitas tinggi, pihaknya perlu meng-up grade kilang yang ada. Seperti kilang di Balikpapan, Balongan, Cilacap dan Dumai. 

Baca juga : Ketua MPR: Suarakan Keadilan Tak Sama dengan Makar atau Kriminal

“Jadi, kalau nanti harus menggunakan BBM berkualitas minimal EURO 5 kita sudah siap. Kalau kilang-kilang ini nggak di-upgrade, bisa-bisa nanti 100 persen kita harus impor lagi,” ungkapnya. 

Terkait utang pemerintah kepada Pertamina, Nicke menjelaskan, totalnya mencapai Rp 96,53 triliun sejak 2017-2019. 

Di mana utang tersebut merupakan utang kompensasi atas selisih Harga Jual Eceran (HJE) solar dan premium. Ia merinci, utang pada 2017 sebesar Rp 20,78 triliun, 2018 sebesar Rp 44,85 triliun, dan 2019 sebesar Rp 30,86 triliun. 

“Jadi totalnya sebetulnya utang pemerintah kepada Pertamina itu adalah Rp 96,5 triliun,” katanya. 
Rencananya, tahun ini pemerintah akan membayar Rp 45 triliun, untuk memenuhi utang kompensasi pada 2017 sebesar Rp 20,78 triliun dan sebagian utang kompensasi 2018 senilai Rp 24,21 triliun. 

“Dari Rp 44,85 triliun, baru Rp 24,2 triliun (yang dicairkan). Sisa Rp 51 triliun, rencananya dicicil di 2021 dan 2022,” imbuh Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini. 

Baca juga : Ini Dia Jaksa Yang Dapat Promosi Jabatan Di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat

Dia menegaskan, utang tersebut tidak memasukkan cost of fund. Sehingga, menjadi beban yang harus ditanggung perseroan. 

Selain itu, jumlah utang tersebut juga telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan disetujui oleh Kementerian Keuangan. Sedangkan dari sisi volume penyaluran solar, biosolar dan premium telah diverifikasi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). 

“Alokasi anggaran untuk pembayarannya pun sudah masuk juga di Kementerian Keuangan,” tandasnya. [IMA]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.