Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dipakai Untuk Bayar Utang Luar Negeri

Duh, Cadangan Devisa Anjlok Rp 26,5 Triliun

Kamis, 8 Oktober 2020 06:46 WIB
Devisa Indonesia mengalami penurunan akibat ketidakpastiam ekonomi global.
Devisa Indonesia mengalami penurunan akibat ketidakpastiam ekonomi global.

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketidakpastian ekonomi global yang terjadi saat ini berdampak buruk pada cadangan devisa Indonesia.

Bank Indonesia (BI) mencatat, cadangan devisa pada akhir September 2020 mengalami penurunan menjadi 135,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1.987 triliun (kurs Rp 14.700 per dolar AS). 

Jumlah ini turun 1,8 miliar dolar AS (Rp 26,5 triliun) dibandingkan posisi akhir Agustus 2020 sebesar 137,0 miliar dolar AS. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengatakan, penurunan cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

“Cadangan devisa juga banyak dipergunakan untuk kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Onny di Jakarta, kemarin. 

Baca juga : Warganya Hilang, Pengadilan AS Denda Iran Rp 20 Triliun

Menurut Onny, posisi cadangan devisa pada September setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor, atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

BI menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. 

BI juga melihat cadangan devisa masih memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. Seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi. 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, meski masih tinggi, cadangan devisa belum 100 persen mampu menopang ekonomi Indonesia, apalagi saat resesi. 

Baca juga : Dirut PT CMIT Dituntut 7 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 60 Miliar

Akibatnya, negara masih mengandalkan penerbitan utang. Risiko tinggi terjadi saat pemerintah harus menyediakan valas untuk pembayaran kewajiban cicilan pokok dan bunga utang yang jatuh tempo. 

“Cadangan devisa saat ini bersifat semu. Berbahaya bagi keberlanjutan stabilitas keuangan dan nilai tukar rupiah di kondisi ekonomi saat ini,” ujar Bhima.

Bhima berharap pemerintah tidak terlena saat cadangan devisa negara di angka kecukupan yang tinggi. Pasalnya, kekuatan untuk menyerap valuta asing lewat surat utang negara yang sering dilakukan pemerintah, saat ini ada batasnya. 

Dia memperkirakan, di sepanjang tahun 2020, cadangan devisa Indonesia berpotensi masih menguat. Namun, Indonesia tetap harus berjaga-jaga dengan aliran hot money jika terjadi pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS). 

Baca juga : Cegah Penularan Corona, Menperin: Buruh Jangan Demo Dan Mogok Kerja

“Kita harus memperkuat fundamental ekonomi. Khususnya indikator kemampuan membayar utang, seperti debt service ratio serta memperbaiki rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” tegasnya. [NOV]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.