Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Irma Suryani Chaniago, Politisi Partai Nasdem

Nikel Dan Baterai Bawa Indonesia Ke Masa Depan Gemilang

Kamis, 5 November 2020 12:46 WIB
Politisi Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago (Sketsa: Iyong/RM)
Politisi Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago (Sketsa: Iyong/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rakyat Indonesia harus tahu kenapa Pemerintah saat ini menghentikan ekspor bijih nikel dan justru membangun smelter sendiri di dalam negeri melalui kerja sama dengan Tiongkok. Dengan menulis informasi ini, saya ingin memberikan pemahaman kepada rakyat Indonesia, khususnya untuk yang kurang informasi, yang antipati terhadap semua kerja sama dengan Tiongkok. 

Selama ini, Indonesia hanya menjual bahan mentah biji nikel ke Uni Eropa dengan harga yang sangat murah. Mereka (Uni Eropa) tentu sangat menikmati dan senang bisa mengimpor bahan mentah biji nikel yang melimpah dari Indonesia dengan harga murah. Mereka menikmati itu. Alhamdulillah, saat ini kita memiliki Presiden Jokowi, yang cerdas, yang menjadi presiden dan mengelola negara. Bukan cuma bermodalkan jual Sumber Daya Alam.

Pertanyaannya, kepada harus dengan Tiongkok? Jawabannya simpel. Karena Tiongkok memiliki teknologi pembuatan smelter (mesin dan teknologinya). Sementara kita punya bahan bakunya. Sejak dijalin kerja sama membangun smelter di dalam negeri, Indonesia sudah mampu membuat bahan baku baterai sendiri.

Baca juga : Prancis Masih Pandemi, Belajar Bahasa Indonesia Pun Digelar Daring

Pertanyaan berikutnya, untuk apa Indonesia memproduksi bahan baku baterai? Rakyat Indonesia harus sudah mulai sadar bahwa minyak bumi dunia sudah mulai menipis. Sementara, kebutuhan BBM untuk kendaraan bermotor dan mesin-mesin sangat tinggi, Tiongkok menyadari betul bahaya tersebut. Maka, mereka mulai memproduksi mesin dan kendaraan bermotor dengan bahan bakar baterai. Sehingga mereka tidak lagi bergantung dengan BBM yang stoknya sudah mulai menipis dan harganya pun sangat tinggi. Tiongkok mulai berbenah, dengan teknologi yang mereka miliki. Mereka mulai mempelopori membuat kendaraan bermotor (mobil dan motor) dengan bahan bakar menggunakan baterai. Selain hemat, penggunaan baterai tentu juga mengurangi polusi udara. 

Tiongkok memiliki teknologi membuat baterai dan saat ini secara masif telah memproduksi mobil listrik dan mulai mengekspornya ke seluruh dunia. Sebagai produsen mobil, tentu Uni Eropa tidak mau kalah dan ikut juga membuat mobil listrik. Tetapi, Uni Eropa kalah bersaing soal harga dengan mobil listrik buatan Tiongkok. 

Melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2019, pemerintah melakukan stop ekspor bahan mentah bijih nikel ke Eropa. Akibatnya, Uni Eropa menggugat Jokowi ke WTO. Jokowi menjawab WTO “Indonesia tidak lagi ekspor bijih nikel karena Indonesia akan membangun sendiri pabrik baterai untuk bahan bakar mobil listrik”. 

Baca juga : Demi Menangkan Cawalkot, Politisi Senayan Turun Gunung Ke Pasuruan

Langkah awal pemerintah untuk mewujudkan produksi baterai sendiri adalah dengan membentuk PT Vale Indonesia, yaitu perusahaan pertama yang akan melaksanakan Kontrak Karya dengan Tiongkok pada 2014. Artinya apa? Perusahaan tambang yang dulu saham mayoritasnya dimiliki asing, oleh pemerintahan Jokowi sekarang saham mayoritasnya dimiliki Indonesia. Indonesia memiliki 58 persen saham di perusahaan perusahaan yang ditunjuk Pemerintah untuk mengelola smelter-smelter tersebut. Artinya apa? Perusahaan nikel terbesar ini sekarang dikelola bangsa sendiri dan masih banyak lagi perusahaan nikel lain yang sekarang berkonsep Kontrak Karya tersebar di Sulawesi.

Selama ini, Indonesia selalu mengekspor bijih nikel mentah ke Uni Eropa dengan sangat murah. Sekarang, mereka gigit jari. Mereka punya teknologi tapi tidak punya bahan baku. Indonesia ingin membalikkan keadaan negara. Yang butuh baterai (bahan baku), akan bergantung pada kita. Terutama Uni Eropa, akan bergantung pada Indonesia. Bukan sebaliknya. 

Demikian juga nasib konglomerat yang selama ini menikmati hasil ekspor nikel ke Eropa. Mereka sekarang gigit jari dan terusik dari zona nyaman, karena ekspor bahan mentah bijih nikel dilarang Jokowi. 

Baca juga : Selama di Kroasia, Pola Makan Timnas Indonesia U-19 Juga Diatur

Pertanyaannya lagi, apakah mereka (Uni Eropa dan eksportir bijih nikel) diam? Pastinya tidak dan sudah pasti mereka akan melawan dan menggagalkan dengan berbagai cara.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.