Dark/Light Mode

Irma Suryani Chaniago, Politisi Partai Nasdem

Nikel Dan Baterai Bawa Indonesia Ke Masa Depan Gemilang

Kamis, 5 November 2020 12:46 WIB
Politisi Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago (Sketsa: Iyong/RM)
Politisi Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago (Sketsa: Iyong/RM)

 Sebelumnya 
Saat ini, Jokowi sedang membangun perusahaan Baterai Electric Vehicle (EV) yang notabene banyak diprakarsai perusahaan-perusahaan Tiongkok namun tetap prinsipnya adalah Kontrak Karya. Pertanyaannya lagi? Kenapa harus dengan Tiongkok lagi? Jawabannya, karena negara ini mau memberikan technical know how atau technical assistants pada tenaga kerja Indonesia melalui Kontrak Karya. Selain itu, Tiongkok adalah negara Asia pertama yang gencar memproduksi mobil dan motor listrik selain Uni Eropa. Bahkan, prestasi ekspor mereka melewati Amerika. 

Uni Eropa selama ini hanya ingin membeli bahan baku nikel dari Indonesia dan enggan melakukan kerja sama. Sementara, Tiongkok menyadari bahwa mereka memiliki teknologi dan SDM ahli tetapi tidak memiliki bahan baku baterai. Sedangkan Indonesia memiliki bahan baku tapi tidak memiliki teknologi. Kerja sama simbiosis mutualisme ini melahirkan investasi yang saling menguntungkan kedua negara. 

Baca juga : Prancis Masih Pandemi, Belajar Bahasa Indonesia Pun Digelar Daring

Program swasembada bahan baku baterai inilah asal muasal terjadinya heboh masuknya TKA China. Saya mafhum kenapa masyarakat, dan buruh khususnya, terprovokasi menolak. Karena masyarakat belum terinformasi tujuan dan latar belakangnya. Yang mereka tahu hanya pekerja China akan merampas kesempatan pekerja mereka. Padahal, dalam kontrak karya, perjanjiannya, China hanya akan mendatangkan tenaga kerja terkait mesin dan alat produksi yang berkaitan dengan teknologi. Jika ada sedikit masalah tentang posisi TKA, tentu itu pelanggaran di lapangan oleh oknum. Dan itu menjadi tanggung jawab pengawas ketenagakerjaan dan pemda untuk menyelesaikannya. Jangan karena ada tikus di gudang, lalu gudangnya yang dibakar. Harusnya tikusnya saja yang diusir. 

Dalam situasi semakin menipisnya sumber daya alam minyak bumi dunia, bagaimana wajah masa depan Indonesia di masa depan? Minyak bumi akan segera habis. Baca dan lihat gerak gerik Arab Saudi yang sudah kebingungan dengan mulai menanam investasi ke mana-mana. Mereka sadar bahwa minyak bumi akan segera habis. Produsen mobil mulai banting setir dari otomotif emisi menuju otomotif listrik. Tetapi, mereka juga bingung karena hanya punya teknologi tapi tidak punya bahan baku baterainya. Sedangkan Indonesia punya bahan baku, lahan, SDM, tapi tidak punya teknologi. 

Baca juga : Demi Menangkan Cawalkot, Politisi Senayan Turun Gunung Ke Pasuruan

Apa yang harus dilakukan Indonesia dengan peluang besar ini? Pertama, kita harus sadar inilah peluang masa depan gemilang kita. Kedua, untuk mencapai masa depan yang gemilang itu, Indonesia harus siap dengan infrastruktur yang mampu menyambungkan satu pulau dengan pulau lainya, mengingat bumi Indonesia berbentuk archipelago. Ketiga, dukungan regulasi yang mempermudah dunia usaha untuk mengembangkan bisnisnya, investor masuk dan sudah pasti lapangan kerja terbuka. Keempat, menurut saya, Omnibus Law adalah jawaban dari jalan menuju indonesia gemilang. Kelima, Indonesia harus mampu memaksimalkan sumber daya alam nikel yang melimpah.

Kita harus melakukan kerja sama dengan negara yang memiliki teknologi yang mampu mengubah nikel menjadi bahan bakar emisi atau baterai. Jadi, kita tidak boleh lagi hanya menjual bahan mentah nikel ke Eropa dan Jepang. Pasar dan ekspor yang kita buat sudah harus berbentuk baterai. Dengan begitu, posisi tawar pasar sekarang kita balik. Kita yang akan tentukan harga, bukan mereka. Mereka yang butuh kita, bukan kita lagi yang butuh pasar mereka.

Baca juga : Selama di Kroasia, Pola Makan Timnas Indonesia U-19 Juga Diatur

Pertanyaan berikutnya, apakah kita tidak takut jika perusahaan asing berbondong-bondong masuk ke Indonesia? Jawabannya “tidak”. Kenapa? Karena selain Omnibus Law, kira juga sudah memiliki UU Kontrak Karya. Apa pun bentuk usaha asing yang masuk ke Indonesia, minimal 51 persen sahamnya harus dimiliki Pemerintah. Dengan menguasai 51 persen saham, maka pemerintah adalah pengelola aktif. Sedangkan investor asing hanya merupakan pemilik saham penyerta saja. Bisa disebut sebagai penyandang dana dan teknologi saja.

Lihat kontrak karya Freeport. Sebelumnya, kita hanya kebagian 9 persen dari keuntungan. Sekarang, kita punya 51 persen saham di sana. Dari uraian di atas, sebuah keniscayaan di masa yang akan datang kita bisa semakmur Brunei Darussalam dan Arab Saudi. Karena nikel dan produk turunannya, yaitu baterai akan jadi masa depan Indonesia gemilang. Untuk itu, ayo kita kerja, kerja, kerja. Tinggalkan syak wasangka. Buang pikiran negatif dengan isu-isu hoaks apalagi minta minta jabatan komisaris!***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.