Dark/Light Mode

Pertamina, RNI, dan PTPN III Siap Berkolaborasi

Kembangkan Energi Terbarukan, Trio BUMN Mantap Bersinergi

Selasa, 19 Maret 2019 20:10 WIB
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno (tengah) bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kedua kanan), Direktur Utama RNI B. Didik Prasetyo (kedua kiri), dan Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan (kanan) usai menandatangani MoU pengembangan energi baru dan terbarukan di Pekanbaru, Selasa (19/3).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno (tengah) bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kedua kanan), Direktur Utama RNI B. Didik Prasetyo (kedua kiri), dan Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan (kanan) usai menandatangani MoU pengembangan energi baru dan terbarukan di Pekanbaru, Selasa (19/3).

RM.id  Rakyat Merdeka -
Tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Pertamina, RNI dan PTPN III menandatangani Nota Kesepahaman terkait kerja sama penyediaan bahan baku crude palm oil (CPO), Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), dan Bioethanol dalam rangka pengembangan energi baru dan terbarukan.

Kerja sama ini ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama RNI B. Didik Prasetyo, dan Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan di Pekanbaru, dan disaksikan oleh Menteri BUMN, Rini M Soemarno di Riau, Selasa (19/3).

"Sinergi seperti ini terus saya dorong untuk pemakaian Energi Baru dan Terbarukan (EBT), dan tentunya sebagai salah satu bentuk dukungan BUMN ikut serta dalam kampanye dunia mendorong penggunaan EBT. Antara lain, dengan memanfaatkan kelapa sawit. Sebab, potensinya di Riau sangat besar," ungkap Menteri Rini.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina menjelaskan, melalui kesepakatan ini semua pihak bersepakat menjajaki rencana kerja sama pasokan bahan baku nabati dari RNI dan PTPN III, yang memanfaatkan kebun kelapa sawit milik RNI dan PTPN III, juga kebun kelapa sawit milik Petani Kelapa Sawit di wilayah kerja RNI dan PTPN III. Hasil pengolahan kelapa sawit tersebut akan dimanfaatkan oleh Pertamina, untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan bakar nabati.

Baca juga : AP II Terus Kembangkan Millenial Travel Experience

Bagi plasma PTPN dan petani kelapa sawit, program ini diharapkan mampu meningkatkan serapan produk CPO. Sehingga, dapat membantu menstabilkan harga TBS (Tandan Buah Segar) di tingkat petani. 

Selaras dengan hal tersebut, PTPN juga mendorong percepatan peremajaan tanaman kelapa sawit plasma. Sehingga, dapat menjamin pasokan bahan baku bagi pengembangan bahan bakat nabati ini. Oleh karena itu, program ini merupakan bukti kehadiran BUMN bagi sawit rakyat. 

Sementara itu, bagi RNI, sinergi ini merupakan bagian dari upaya untuk melakukan hilirisasi produk CPO dari kebun kelapa sawit yang dikelola oleh anak perusahaan RNI Group. Yaitu, PT Perkebunan Mitra Ogan dan PT Laras Astra Kartika. Selain itu, juga sebagai upaya untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi. Supaya dapat mendukung keberlanjutan dan peningkatan produktivitas produk turunan kelapa sawit. Baik dalam lingkup RNI Group, maupun secara nasional.

Selain CPO, RNI melalui anak perusahaan yang bergerak di industri gula, yaitu PT PG Rajawali I, akan memasok molases untuk diolah bersama Pertamina menjadi Bioethanol Fuel Grade dengan kapasitas 30.000 kl/tahun.

Baca juga : Jasa Marga Gratiskan Ribuan Penumpang KRL

Molases adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu. Pemanfaatannya untuk diolah sebagai energi baru dan terbarukan, dapat memberikan nilai tambah yang signifikan.

“Ini merupakan bentuk sinergi antar BUMN, untuk menunjukkan komitmen kami menyediakan energi dari sumberdaya dalam negeri yang baru dan terbarukan. Sehingga, dapat menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Ini juga sejalan dengan upaya pemerintah, yang menetapkan target energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman. 

Saat ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM No. 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain juga telah menetapkan mandatori Program B20. Dalam ketentuan tersebut, BBM (jenis Solar) yang dijual harus mengandung setidaknya 20 persen Biodiesel.

Lebih lanjut Fajriyah menuturkan, pasokan bahan baku ini akan diperlukan seiring dengan program perusahaan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan.

Baca juga : Indah Kiat Bantu Budidaya Lele Di Tangsel

Saat ini, Pertamina telah berhasil melakukan uji coba Coprocessing mengolah RBDPO (Refined Bleached And Deodorized Palm Oil) dengan minyak fosil secara bersamaan, menghasilkan Green Fuels di Kilang Pengolahan. Antara lain Coprocessing Green Gasoline di RU III Plaju pada Desember 2018, dengan campuran s.d 7.5 persen RBDPO menghasilkan Green Gasoline, Green LPG dan Green Propylene.

Di RU II Dumai, pada bulan ini, sedang terus dilakukan uji coba Coprocessing Green Diesel yang menghasilkan Green Diesel dengan campuran RBDPO s.d 12,5 persen. Ke depan, akan dilanjutkan uji coba di Kilang RU IV Cilacap dan RU VI Balongan untuk Coprocessing Green Gasoline dan Green Avtur.

Pertamina juga telah menggandeng perusahaan energi asal Italia, ENI untuk menjajaki kerjasama dalam pengembangan kilang di Plaju yang dapat memproduksi bahan bakar nabati dengan bahan baku CPO. Sebagai perusahaan energi, Pertamina terus menggalakkan program pengembangan energi baru dan terbarukan. Bukan saja yang berbahan dasar tumbuhan seperti CPO, namun juga beberapa energi alternatif lain seperti batubara kalori rendah, geothermal, tenaga surya, dan lain-lain. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.