Dark/Light Mode

Soal Penolakan Kewajiban Kerjasama OTT Asing

Hati-hati Kampanye Terselubung RPP Postelsiar

Rabu, 17 Februari 2021 14:41 WIB
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi. (Foto: Ist)
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Salah satu upaya tersebut dengan membuat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Postelsiar yang mewajibkan kerja sama penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi.

Namun disayangkan, niat baik Pemerintah ditolak OTT asing. Alasannya pengaturan tersebut bertentangan dengan prinsip net neutrality. Padahal konsep tersebut sudah tidak berlaku lagi Amerika Serikat.

Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute mengatakan, net neutrality yang disuarakan oleh beberapa LSM merupakan kampanye terselubung yang dilakukan OTT asing yang masuk dan berusaha di Indonesia tanpa diikat aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Strategi OTT asing masuk ke sejumlah negara termasuk Indonesia tanpa mau mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. OTT asing itu ingin membawakan dan mendistribusikan kontennya secara bebas. Tanpa boleh ada yang mengontrol. Di sisi lain, Indonesia tidak mengadopsi net neutrality karena tidak sesuai dengan norma dan perundang-undangan yang ada," ungkap Heru dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/2).

Baca juga : Kuatkan Perusahaan Lokal Dan Ciptakan Investasi

Dengan menerapkan net neutrality, OTT asing dapat menyalurkan seluruh konten tanpa adanya kontrol dari Pemerintah. Padahal menurut Heru, kontrol dari pemerintah itu mutlak diperlukan. Selain untuk menjaga kedaulatan negara, kontrol tersebut dibutuhkan agar pemerintah dapat melindungi warga negaranya dari konten-konten negatif dan ilegal yang dibawa oleh OTT asing.

"Saat ini Indonesia hanya mengenal teknologi netral di industri telekomunikasi. Indonesia tak mengenal net neutrality. Masa kita ingin OTT asing menyebarkan konten negatif dan ilegal di Indonesia. Seperti perjudian, pornografi atau LGBT. Penyebaran konten negatif dan ilegal di Indonesia melanggar perundang-undangan yang ada," terang Heru.

Seperti diketahui bersama, konten ilegal dan negatif seperti pornografi, LGBT, radikalisme, terorisme serta perjudian dilarang diedarkan di wilayah Indonesia. Hal ini merujuk pada UU ITE, UU Pornografi dan UU Perjudian.

Diingatkannya, sekilas net neutrality itu terlihat bagus. Namun ketika ditelaah lebih dalam, menurut Heru, net neutrality memiliki banyak mudarat. Net neutrality juga tidak ada hubungannya dengan kebebasan berpendapat di Indonesia.

Baca juga : Belasan Remaja Cideng Jalani Terapi Psikososial

"Salah jika ada yang mengkaitkan net neutrality dengan kebebasan berpendapat. Tanpa adanya net neutrality kita bisa bebas berpendapat di ruang digital. Kampanye bahwa net neutrality akan menggangu kebebasan berpendapat merupakan hal yang keliru," kata Heru.

Jika pemerintah mencabut kewajiban kerja sama OTT asing dengan operator telekomunikasi di Indonesia, menurut Heru akan membuat negara semakin tak berdaya dan tidak memiliki kekuatan di ruang digital. Jika itu sampai terjadi maka negara sudah tidak memiliki fungsi lagi di ruang digital. Padalah di ruang digital, negara memiliki kepentingan yang sangat besar dalam melindungi masyarakatnya.

"Dalam kasus Netflix dengan Telkom Grup. Itu kan ada konten pornografi dan LGBT di platform digital tersebut. Wajar jika Telkom Group melakukan pembatasan akses. Pembatasan akses tersebut sejatinya adalah untuk melaksanakan amanah UU. Kalau tidak dilakukan, mereka bisa disalahkan," terang Heru.

Heru meminta pemerintah tetap berhati-hati memahami net neutrality yang tengah didengungkan OTT asing. Agar Negara tetap berdaulat di ruang digital dan tidak dikontrol OTT asing, Heru meminta agar kewajiban OTT asing untuk bekerja sama dengan operator telekomunikasi di Indonesia harus dipertahankan di RPP Postelsiar. Kewajiban kerja sama ini penting untuk memperkuat ekosistem digital di Indonesia.

Baca juga : Basarnas Stop Pencarian Korban Sriwijaya Air, KNKT Masih Terus Berburu CVR

"Agar negara berdaulat, Pemerintah harus tegas mengatur OTT asing. Salah satunya adalah dengan tetap memasukkan kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi dalam RPP Postelsiar. Untuk itu, pasal kewajiban kerja sama jangan sampai dihilangkan. Dengan kewajiban tersebut diharapkan kedaulatan negara di ruang digital dapat dijaga oleh Pemerintah. Karena menjaga kedaulatan itu bagian tak terpisahkan dari amanah UU," pungkas Heru. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.