Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Peneliti CIPS : Sebelum Impor, Bulog Harus Maksimalkan Penyerapan Beras Dari Petani

Selasa, 9 Maret 2021 16:58 WIB
ilustrasi beras impor. (ist)
ilustrasi beras impor. (ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, Bulog perlu memaksimalkan penyerapan beras dari petani sebelum memutuskan untuk mengimpor beras.

Memasuki masa panen di bulan Maret hingga April, produksi beras dalam negeri dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog.

Sementara itu, izin impor yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dari masih kurangnya pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk cadangan bencana maupun krisis pangan.

“Pemerintah dapat memaksimalkan penyerapan beras dari petani karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat peningkatan produksi di tahun 2020 kalau dibandingkan dengan 2019.

Selain itu, impor juga kurang bijak kalau dilakukan di masa panen raya. Pergerakan harga beras dari waktu-waktu seharusnya bisa dijadikan salah satu acuan dalam menentukan perlu tidaknya impor beras,” jelas Felippa.

BPS mencatat bahwa produksi beras tahun 2020 mencapai 31,63 juta ton atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar sebesar 31,31 juta ton.

Baca juga : DPD Minta Perum Bulog Beli Hasil Panen Petani

BPS menyebut angka produksi tersebut diperoleh dari luas panen padi 2020 mencapai 10,79 juta hektare atau mengalami kenaikan 108,93 ribu hektare atau 1,02 persen dibandingkan luas panen tahun 2019 yang sebesar 10,68 juta hektare.

Felippa menambahkan, eksekusi impor beras dapat mempertimbangkan berbagai faktor, seperti ketersediaan pasokan di dalam negeri, hasil panen dan juga harga beras internasional yang sedang murah.

Perlu dipertimbangkan bahwa proses impor memakan waktu yang lama, dari pembelian hingga distribusinya. Izin impor yang sudah dikeluarkan dapat digunakan sewaktu-waktu dalam merespons permintaan dalam negeri.

Antisipasi bertambahnya permintaan beras dari dalam negeri perlu dilakukan menjelang datangnya Bulan Ramadan dan juga Idul Fitri.

Selain itu, lanjutnya, ketersediaan pasokan beras yang mencukupi juga merupakan bentuk antisipasi atas kemungkinan krisis pangan akibat pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerawanan pangan bagi banyak masyarakat Indonesia. Survei Bank Dunia mencatat 23 persen dari rumah tangga mengalami kekurangan pangan.

Baca juga : Bulog Tetap Prioritaskan Penyerapan Gabah Petani

Untuk itu, Indonesia perlu memastikan ketersediaan pasokan pangan, salah satunya beras, supaya menjaga kestabilan harga maupun meningkatkan penyaluran pangan melalui sembako dan bantuan pangan, sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat.

Felippa mengingatkan pentingnya data yang akurat sebagai salah satu basis pengambilan kebijakan di sektor pertanian, termasuk impor.

Data akurat dan harmonis antar semua institusi dapat dijadikan basis pengambilan kebijakan yang efektif dalam sektor pertanian. Diharapkan hal ini dapat membantu perumusan kebijakan impor sejak dari jauh-hari, selain juga perlu mempertimbangkan panjangnya proses impor.

Selain itu, Felippa juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas petani beras dalam negeri. Penelitian yang dilakukan oleh International Rice Research Institute (IRRI) pada tahun 2016 menemukan bahwa ongkos produksi beras di Indonesia 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam dan 2 kali lebih mahal dari Thailand.

Studi ini juga menunjukkan rata-rata biaya produksi satu kilogram beras di Indonesia adalah Rp 4.079, hampir 2,5 kali lipat biaya produksi di Vietnam (Rp 1.679), hampir 2 kali lipat biaya produksi di Thailand (Rp 2.291) dan India (2.306).

Biaya produksi beras di Indonesia juga lebih mahal 1,5 kali dibandingkan dengan biaya produksi di Filipina (Rp 3.224) dan China (Rp 3.661).

Baca juga : Perusahaan Harus Optimalkan Pencegahan Kecelakaan Kerja

“Peningkatan kapasitas petani dalam negeri juga perlu ditingkatkan. Hal ini penting supaya proses produksi beras dalam negeri menjadi lebih efisien. Efisiensi proses produksi akan meningkatkan kualitas beras dan meningkatkan daya saing beras hasil panen petani,” tandasnya.

Sebelumnya, Perum Bulog berjanji, jika impor dilakukan, hasil panen petani tetap menjadi prioritas.

“Sesuai Rakortas, Bulog diminta untuk impor beras. Namun sampai dengan saat ini, kami belum menerima penugasan tertulisnya,” tutur Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal Awaluddin kepada Rakyat Merdeka.

Dia menegaskan, jika nanti Bulog telah menerima penugasan tertulis, perseroan akan tetap mempertimbangkan beberapa hal. Antara lain, memperhitungkan masa panen. Sebab, prioritas utama sumber pengadaan beras adalah produksi petani dalam negeri.

“Kami tetap mengutamakan penyerapan produksi petani dulu. Ini sejalan dengan arahan Bapak Presiden, bahwa kita mesti memprioritaskan produksi dalam negeri,” tegasnya. [JAR/IMA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.