Dark/Light Mode

Harga Bahan Baku Tinggi, Diserbu Barang Impor, Pengusaha Konveksi Menjerit

Jumat, 19 Maret 2021 09:01 WIB
Konveksi pakaian di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Cakung, Jakarta Timur. Akibat pandemi Covid-19, banyak konveksi di perkampungan tersebut tidak lagi beroperasi. (Foto: Khairizal Anwar/RM)
Konveksi pakaian di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Cakung, Jakarta Timur. Akibat pandemi Covid-19, banyak konveksi di perkampungan tersebut tidak lagi beroperasi. (Foto: Khairizal Anwar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dampak Pandemi Covid-19 yang memukul sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih terasa hingga kini. Melonjaknya harga bahan baku dan serbuan barang jadi (garment) impor dari China membuat pelaku industri kecil menengah (IKM), khususnya konveksi sulit bangkit.

Karena itu, Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI) meminta pemerintah memperhatikan nasib pelaku IKM TPT agar bisa segera pulih.  

Sekjen APIKMI Widia Erlangga menceritakan, pengusaha garment atau konveksi sudah merasakan dampak pandemi sejak Covid-19 masuk Indonesia pada Maret 2020. Saat itu, kemampuan produksi pabrikan lokal kian menurun. Pengusaha juga kesulitan melakukan proses ekspor seperti biasanya. Produksi yang dialihkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, tidak mampu bersaing karena tingginya harga bahan baku. 

Baca juga : Jaga Rupiah, BI Tahan Suku Bunga Di Level 3,50 Persen

Hal ini diperburuk dengan kemudahan masuknya barang-barang jadi (garment) Impor China dan Thailand ke Indonesia yang harga jualnya lebih murah.  Menghadapi kondisi ini, lanjut Widia, para pengusaha konveksi terutama di Jawa Barat dan Solo semakin terpukul. "Mereka menjerit dengan keadaan saat ini," kata Widia, dalam keterangan yang diterima RM.id, Jumat (19/3). 

Widia mengatakan, para pelaku IKM kesulitan jika harus menurunkan harga barang jadi produksi agar dapat bersaing dengan produk impor yang membanjiri pasar saat ini. Soalnya, kenaikan harga bahan baku secara langsung berimbas kepada tingginya biaya produksi. 

Di sisi lain, Widia mengeluhkan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) atau Safeguards terhadap impor tekstil dan produk tekstil (TPT). Aturan yang bermaksud untuk melindungi industri tekstil dalam negeri itu ternyata berdampak pada ketimpangan supply dan demand bahan baku.  

Baca juga : Marak Varian Baru, Jangan Tunda Vaksinasi

Sebelumnya, bahan baku berasal dari pabrikan lokal dan impor. Setelah aturan itu terbit pada November 2019, bahan baku hanya dipasok oleh pabrikan lokal.

Sayangnya, produksinya belum bisa mencukupi kebutuhan pasar domestik. Akibatnya, harga bahan baku terus melonjak. Bahkan beberapa jenis kain produksi lokal seperti rayon dan katun misalnya, mengalami kenaikan hingga 30 persen per yard nya.

Dari berbagai masalah itu, Widia berharap pemerintah meperhatikan dan menanggulangi permasalahan yang dihadapi pelaku IKM ini. Dia bilang, dampak pandemi dan safeguard itu sangat berdampak terhadap kelangsungan usaha mereka. Dalam satu tahun ini, banyak pelaku IKM yang terpaksa harus mengurangi jumlah pekerja mereka secara besar besaran. Tidak sedikit yang terpaksa gulung tikar.

Baca juga : Selangkah Lagi, Varane Hijrah Ke Man United

Karena itu, ia meminta pemerintah harus bertindak cepat. Melakukan evaluasi dan kajian terhadap kebijakan safeguards sehingga dapat menstabiljan kelangkaan bahan baku di pasar domestik. 

"Jangan sampai kebijakan melindungi industri dalam negeri justru merugikan sektor IKM. Pemerintah hendaknya kebijakan dapat meringankan para pelaku IKM sektor konveksi atapun garment dengan memberlakukan kebijakan safeguard bagi barang jadi impor. Sehingga harga barang produksi pelaku IKM dapat bersaing dengan barang jadi impor," harapnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.