Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tok! OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit Sampai Maret 2023

Kamis, 2 September 2021 22:08 WIB
Gedung OJK. (Foto: ist)
Gedung OJK. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama satu tahun. Dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.

Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, keputusan itu diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional. Serta stabilitas perbankan maupun kinerja debitor restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.

Restrukturisasi kredit yang dikeluarkan sejak awal 2020 kata Wimboh, sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. “Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid 19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK), Kamis (2/9).

Baca juga : Jokowi Datar-datar Saja

Menurut Wimboh, hingga saat ini, perbankan terus melanjutkan kinerja membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun, namun masih relatif tinggi. Sedangkan angka kredit macet (NPL) sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Desembed 2020 menjadi 3,35 persen pada Juli 2021.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Heru Kristiyana menambahkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit, merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitor, perbankan, dan perekonomian secara umum.

“Kebijakan ini diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas," ujarnya.

Sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitor. Terutama dalam menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir.

Baca juga : Proyek Infrastruktur Tak Terpapar Covid

OJK menjelaskan, penerapan manajemen risiko dalam relaksasi restrukturisasi tetap menjadi pedoman dalam pelaksanaan kebijakan ini yang terdiri dari: pertama, kriteria debitur restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan. Penerapan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan.

Kedua, kecukupan pembentukan CKPN. Terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama, bank diminta mulai membentuk CKPN.

Ketiga, prasyarat pembagian deviden. Dalam hal bank akan melakukan pembagian dividen, agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.

"Keempat, stress testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank," jelas Heru.

Baca juga : PT PII Dukung Percepatan Infrastruktur Logistik Di Jawa Barat

Ketentuan lengkap mengenai kebijakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini akan dimuat dalam Peraturan OJK (POJK) tentang Perubahan Kedua atas POJK Stimulus Covid 19 yang akan segera diterbitkan. 

Rapat Dewan Komisioner OJK juga memutuskan untuk mengeluarkan POJK tentang Perubahan Kedua atas POJK Kebijakan Stimulus BPR/BPRS. POJK perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit, akan mengatur penetapan kualitas aset dan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi.

Terutama terhadap Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), atau Unit Usaha Syariah (UUS) serta debitur yang terkena dampak penyebaran Covid 19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah berlaku sampai dengan 31 Maret 2023. 

Sementara mengenai ketentuan dana pendidikan perbankan, kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) serta Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) serta Capital Conservation Buffer (CCB) tetap hanya akan berlaku sampai 31 Maret 2022. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.