Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, meski kenaikan harga komoditas minyak dan gas (migas) dan minerba bisa membawa dampak positif ke ekonomi, Pemerintah perlu mengantisipasi munculnya dampak negatif akibat krisis energi ini.
“Karenanya, harus diantisipasi dengan pengawasan yang lebih ketat terkait distribusi dan tata niaga migas dan pertambangan. Artinya, karena harga sedang tinggi jangan sampai kemudian muncul distribusi ilegal dari produk pertambangan karena memilih dijual ke luar,” kata Yusuf kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dilanjutkan Yusuf, tanpa pengawasan dan antisipasi yang baik, krisis energi energi bisa menjalar ke Indonesia dan berdampak besar bagi perekonomian Indonesia.
Sebagai contoh, jika komoditas batubara yang saat ini harganya sangat tinggi banyak di ekspor keluar negeri, kebutuhan PLN untuk operasional pembangkit listrik tidak akan terpenuhi.
Baca juga : Presdir Bank CIMB Niaga Mengundurkan Diri
Apalagi, batubara masih sangat masif digunakan PLN sebagai bahan baku utama pembangkit listrik.
“Kalau ini terjadi, yang jadi korban adalah seluruh masyarakat Indonesia. Bisa dibayangkan berapa besar kerugiannya,” tegas Yusuf.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menambahkan, jangan sampai tingginya harga batubara di pasar dunia membuat pengusaha terus menggenjot ekspor batubara.
“Indonesia harus bisa memanfaatkan kenaikan harga batubara di tengah krisis energi untuk membuat industri di dalam negeri lebih kompetitif,” kata Abra.
Baca juga : Perintah Tegas Kapolri Diapresiasi Korpus BEM Nusantara
Ia menjelaskan, akibat krisis energi, biaya operasional industri di China, India, dan Eropa akan melonjak karena tarif listrik naik tajam.
Sementara, pasokan sumber daya pembangkit listrik di Indonesia masih stabil. Dengan demikian, tarif listrik juga masih normal.
Alhasil, biaya operasional industri di dalam negeri tak berubah. Inilah yang menjadi keunggulan bagi industri Indonesia.
“Harusnya produk manufaktur bisa kompetitif di pasar internasional, karena beberapa negara kan kebutuhan energi untuk industri strategis seperti keramik, semen, baja, itu kan biaya melonjak. Ini bisa menjadi peluang tingkatkan perekonomian,” tegas Abra.
Baca juga : Pemerintah Tindak Tegas Pinjaman Online Ilegal
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kenaikan harga komoditas migas serta mineral dan batubara (minerba) tingkat internasional akibat krisis energi di beberapa negara memang memberikan dampak positif.
Namun hal itu juga bisa memberikan konsekuensi terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun 2O21 maupun 2O22.
“Kondisi ini yang harus kita waspadai, karena pasti ada sisi negatif ke APBN. Apalagi, kondisi perekonomian global saat ini belum sepenuhnya bangkit akibat pandemi Covid-19,” kata Sri Mulyani di Jakarta. [NOV]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya