Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Banyak Kepala Daerah Tersangkut Kasus Korupsi, Ini Kata Tito

Senin, 24 Januari 2022 16:54 WIB
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Foto: Humas Kemendagri)
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Foto: Humas Kemendagri)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengaku prihatin, atas terciduknya tiga kepala daerah di awal tahun ini. Ketiga kepala daerah tersebut adalah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud, dan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. 

Tito berpendapat, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah, tak hanya berdampak pada individu yang bersangkutan. Tetapi juga berdampak pada sistem pemerintahan, termasuk kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Tergerusnya kepercayaan publik ini, jelas dapat menghambat pembangunan. Di samping mengganggu sistem pemerintahan sebagai tulang punggung jalannya administrasi pemerintahan dan kenegaraan.

“Saya sangat yakin, banyak sekali kepala daerah yang berprestasi, yang telah melakukan kinerja dengan sangat baik. Namun, masalah-masalah hukum yang dalam bulan ini ditangani oleh penegak hukum, wabil khusus KPK, akan berdampak kepada kepercayaan publik,” jelas Tito dalam Rapat Kerja bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dengan Kepala Daerah dan Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia secara virtual dari Ruang Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (24/1).

Tito pun mengungkap sejumlah faktor, yang kerap memicu perkara korupsi. Pertama, masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi. Termasuk, sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan.

Baca juga : Hanya Usut Unsur Sipil, Kejagung Bidik Pihak Swasta Dalam Kasus Korupsi Satelit Kemenhan

Terkait hal ini, Tito menyebut sistem yang masih mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi yang berbelit-belit, dan regulasi yang terlalu panjang sebaagi biang kerok korupsi. Penerapan sistem administrasi pemerintahan seperti itu berpotensi memunculkan tindakan transaksional.

Karena itu, menurutnya, sistem administrasi pemerintahan yang lebih transparan dan mengurangi kontak fisik harus diterapkan. Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan digitalisasi di berbagai bidang. Mulai dari perencanaan, hingga eksekusi kebijakan. Hingga mewujud ke dalam bentuk smart city, smart government, dan e-government.

“Banyak tindak pidana korupsi by system. Oleh karena itu, perbaikan sistem perlu kita lakukan,” ujar Tito 

Biang kerok kedua, adalah kurangnya integritas yang dimiliki individu, sehingga memunculkan tindakan korupsi. Hal itu antara lain dipicu oleh kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara.

Karena itu, aspek kesejahteraan perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi. Meski tidak sepenuhnya bisa menghilangkan perilaku korup.

Baca juga : Waspadai Omicron, Kepala Daerah Dilarang Pergi Ke Luar Negeri

“Yang hampir pasti, kalau semua kurang, ya dia berusaha untuk mencari dan akhirnya melakukan tindak pidana korupsi,” ucap Tito.

Ketiga, masalah korupsi acapkali terkait dengan budaya (culture). Meski ditemukan praktik-praktik yang salah, seringkali dianggap benar karena faktor kebiasaan.

Tito pun menyebut pimpinan yang menganggap bahwa prestasi bawahan diukur dari loyalitas yang salah kaprah, sebagai salah satu contoh.

“Budaya-budaya (korupsi) ini harus dipotong. Ini memerlukan kekompakan dari atas sampai dengan bawah, memiliki satu mindset, frekuensi yang sama,” tutur Tito.

Ditegaskan, tindak pidana korupsi harus ditekan seminimal mungkin untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Bila pemerintahan yang bersih dapat terwujud, maka pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan ASN juga bisa ikut terkerek.

Baca juga : Upaya Pemulihan Aset, Kejagung Buru Mitra Terdakwa Kasus Korupsi Asabri

“Kesejahteraan ASN, misalnya. Itu bisa didongkrak, dengan menekan tindak pidana korupsi,” jelas Tito. [DIR]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.