Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pemerintah Menyesuaikan Harga BBM

Keputusan Sulit Demi Masyarakat Terbawah

Minggu, 4 September 2022 06:00 WIB
Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan. (Foto: Ist)
Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dengan meyakinkan, Pemerintah akhirnya mengumumkan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, harga baru Pertalite, Pertamax, dan Solar dinyatakan berlaku sejam setelah diumumkan, 14:30 WIB, kemarin.

Rinciannya: Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Keputusan Presiden Jokowi ini memastikan langkah Pemerintah mengalihkan dana subsidi dan kompensasi energi di APBN ke sasaran yang lebih tepat.

“Lebih dari 70% subsidi BBM selama ini justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Mestinya, uang negara itu diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu,” tegas Presiden yang saat mengumumkan penyesuaian harga BBM itu, didampingi oleh Mensesneg Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.

"Pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM," tambah Presiden sambil menegaskan bahwa sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran.

"Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran. Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu," kata Presiden.

Pemerintah Layak Diapresiasi

Baca juga : Pemerintah Pastikan Stok Pangan Cukup Sampai Akhir Tahun

Keberanian Pemerintah menyesuaikan harga BBM ini, jelas layak diapresiasi. Di tengah ketidakpastian geopolitik Dunia, berbagai negara dihadapkan pada pilihan sulit dalam mengelola stabilitas fiskal. Membiarkan hampir 80% subsidi BBM dinikmati kalangan mampu di saat masyarakat bawah terus tertekan karena inflasi, tentu tidak bisa dibenarkan.

Menurut peneliti ekonomi dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, memang sudah saatnya Indonesia mengalihkan subsidi BBM ke prioritas lain yang lebih memenuhi kebutuhan penting masyarakat.

"Sudah saatnya kita melihat ada prioritas lain. Kalau misalkan kita fokuskan ke subsidi energi, ini kita tidak tahu sampai kapan anggaran kita bisa tahan terhadap potensi kenaikan harga," ungkap Fithra.

Saat ini, dinilai Fithra sebagai momentum terbaik, karena berbagai indikator menunjukkan perekonomian Indonesia cukup solid untuk menghadapi dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi. Indikasinya adalah deflasi nasional yang diumumkan BPS baru-baru ini, yakni minus 0,21 persen pada kuartal II 2022.

"Ini adalah deflasi terbesar setelah 2019. Artinya tekanan inflasi mulai reda. Secara tahunan juga, inflasi Agustus 4,69 persen, Juli 4,9 persen, itu kan deflasi juga," tutur Fithra yang juga Direktur Eksekutif Next Policy.

Manufacturing Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia juga naik pada Agustus menjadi 51,7 dari sebelumnya 51,3. “Artinya, perekonomian kita sekarang lagi solid, tekanan inflasi tidak terlalu besar, cenderung turun, maka sekarang adalah momentumnya untuk kenaikan harga," ujar Fithra.

Apresiasi keberanian Pemerintah memutuskan penyesuaian harga BBM bersubsidi juga disampaikan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud. Menurutnya, Pemerintah telah mengambil langkah demi kemaslahatan dan kebaikan rakyat, terutama yang paling membutuhkan.

Baca juga : Merger Perusahaan Telko Kurangi Kesenjangan Digital Di Luar Jawa

“Sehingga, kondisi bahwa BBM bersubsidi masih banyak digunakan oleh konsumen yang tidak berhak dapat dihindarkan, dan sesuai ajaran agama, yaitu mengutamakan kemaslahatan rakyat banyak,” kata Kiai Marsudi di Jakarta, kemarin.

Menajamkan Subsidi Di APBN

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan kembali tambahan anggaran bantalan sosial (bansos) senilai Rp24,17 triliun yang telah diluncurkan jelang pengumuman kebijakan ini. Bansos ini salah satunya berupa bantuan langsung tunai (BLT). Presiden Jokowi telah memulai pembagian BLT BBM ini secara simbolik melalui Kantor Pos Jayapura, Papua, Rabu lalu (31/8).

Jokowi menyebut BLT ini akan diterima 20,6 juta penerima manfaat. Selain itu, Jokowi menyebut bakal ada BLT untuk 16 juta pekerja. Dengan adanya bantuan ini, Jokowi berharap kemampuan masyarakat menghadapi naiknya harga kebutuhan pokok menjadi lebih baik.

Selain BLT BBM, juga ada bantuan subsidi upah atau BSU sebesar Rp600 ribu untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Adapun anggaran yang akan digelontorkan untuk subsidi gaji ini sebesar Rp 9,6 triliun.

Kemudian juga ada bansos diberikan dalam bentuk subsidi transportasi daerah. Anggaran untuk ini diambil dari pengalihan 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dan ditujukan bagi pengemudi ojek dan nelayan, hingga perlindungan sosial tambahan lainnya. Nilai total anggaran yang disiapkan sebesar Rp 2,17 triliun.

Melindungi Yang Paling Rentan

Baca juga : BBM Bersubsidi Harus Sasar Masyarakat Menengah Ke Bawah

Dari aspek stabilitas dan ketahanan negara, langkah mempertajam subsidi kepada kelompok paling rentan memang urgen dilakukan. Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan, data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global saat ini memang memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara, terlebih khusus ke kalangan yang rentan secara ekonomi.

Kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar sehari-hari lainnya dengan mudah menjadikan mereka semakin turun ke level kemiskinan akut dan bahkan absolut. Sayangnya, subsidi yang dianggarkan negara kurang efektif karena dinikmati oleh kalangan yang secara ekonomi lebih kuat menghadapi tekanan, yaitu kalangan mampu.

“Hal inilah yang tidak mungkin dibiarkan oleh pemerintah. Negara harus hadir memberikan perlindungan efektif. Ini yang melatarbelakangi keputusan pengalihan subsidi ini, agar fokus ke kelompok yang paling membutuhkan,” tegas Budi Gunawan, di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, mantan Menristek/ Kepala BRIN Prof. Bambang Brojonegoro berpendapat, penyesuaian harga BBM tidak menjadi suatu masalah, sepanjang diimbangi dengan program bantuan sosial tepat sasaran, sehingga daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh.

"Agar penyesuaian harga BBM bersubsidi tidak melemahkan daya beli masyarakat bawah, pemerintah perlu memastikan inflasi harga bahan-bahan pokok, seperti daging, telur, cabai, atau beras, dapat dicegah," ujarnya dalam webinar nasional “Penyesuaian Harga BBM: Problem atau Solusi” yang digelar di Jakarta, Jumat (2/9).

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.