Dark/Light Mode

Soal Vonis 1,5 Tahun Penjara Eliezer

Mahfud: Ini Peradilan Yang Berkeadaban, Tidak Jadul

Rabu, 15 Februari 2023 15:13 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi pers virtual (Foto: YouTube)
Menko Polhukam Mahfud MD dalam konferensi pers virtual (Foto: YouTube)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD happy, mendengar Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yang merupakan terdakwa kasus penembakan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat divonis 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2).

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 18 Januari 2023, yang meminta Eliezer dibui 12 tahun.

Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso mengatakan, Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana.

"Alhamdulillah. Saya tidak tahu, mengapa hati saya bergembira dan bersyukur, setelah membaca vonis hakim atas Eliezer," kata Mahfud dalam keterangan virtual yang disampaikan via YouTube, Rabu (15/2).

Mahfud melihat, hakim kasus penembakan Brigadir J punya keberanian. Menurutnya, para hakim obyektif membaca seluruh fakta persidangan.

"Dibacakan semua. Yang mendukung Eliezer, yang memojokkan Eliezer. Semua dibaca. Suara-suara masyarakat didengarkan. Rongrongan yang mungkin ada, untuk membuat putusan tertentu, tidak berpengaruh kepada hakim. Sehingga, putusannya menjadi sangat logis," papar Mahfud.

Baca juga : Seni dan Budaya Mampu Perkuat Semangat Kebangsaan

"Menurut saya, putusan ini berkemanusiaan. Ngerti denyut-denyut kehidupan masyarakat, di samping progresif," imbuh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Di mata Mahfud, para hakim kasus penembakan Brigadir J adalah hakim-hakim yang bagus, di antara banyak hakim yang juga bagus.

Mahfud bilang, banyak hakim yang menangani kasus penuh tekanan, hasilnya tidak bagus. Tapi yang ini, beda.

"Kalau ini, hakim tidak terpengaruh oleh public opinion, tetapi dia memperhatikan public common sense. Oleh sebab itu, konstruksi putusannya sangat bagus. Ilmiah. Tidak jadul," tutur Mahfud.

Dia menyebut, sampai hari ini, banyak hakim yang menulis putusan pakai bahasa Belanda. Strukturnya pakai Belanda. Tapi, ini tidak. 

Mahfud bilang, putusannya modern. Bisa dipahami. Perspektif yang digunakan, sulit dibantah. Narasinya juga modern.

Baca juga : Soal Pendamping Anies, AHY: Jangan Karena Suka Atau Tidak Suka

"Oleh sebab itu, saya mengucapkan, syukur alhamdulillah. Saya tidak ingin mempengaruhi, karena ini pengadilan, apakah Eliezer dan lain-lain mau naik banding atau apa. Yang jelas, saya melihat putusan hakim ini hebat. Saya bersama masyarakat, yang selama ini ingin menyuarakan kebenaran tentang kasus ini, berterima kasih kepada hakim. Kepada jaksa, yang sungguh sangat serius juga. Sudah bagus," ucap Mahfud.

"Soal perbedaan angka tuntutan, itu hanya soal tafsir. Pengacara telah membela kliennya dengan profesional, tapi pada akhirnya hakim yang memutuskan. Itulah peradaban atau peradilan yang berkeadaban. Selamat," pungkas mantan Menteri Pertahanan ini. 

Masih Muda

Majelis Hakim mengatakan, hanya ada satu hal yang memberatkan Richard. Dia tidak menghargai hubungan akrab dengan korban, sehingga akhirnya Brigadir Yosua meninggal.

Sementara hal yang meringankan, ada tiga poin. Pertama, Eliezer adalah saksi pelaku yang bekerja sama.

Kedua, Eliezer bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.

Baca juga : Malam Tahun Baru, No WiFi, Sri Mulyani Pilih Main Kembang Api Dengan Cucu

Ketiga, Majelis hakim juga melihat Richard yang masih muda.  Diharapkan, dia mampu memperbaiki diri di kemudian hari.

"Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak menyesali perbuatannya lagi. Keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa,” beber Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.

Sebelumnya, pada Senin (13/2) dan Selasa (14/2), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis kepada empat terdakwa kasus penembakan Brigadir J.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo yang merupakan otak pembunuhan, divonis hukuman mati. 

Istri Sambo, Putri Candrawathi, divonis 20 tahun penjara. Anak buah Sambo, Bripka Ricky Rizal kena 13 tahun bui. Sedangkan Kuat Ma'ruf, sopir Sambo, diketok 15 tahun penjara. ■

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.