Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dirampok Pihak Asing dan Pihak Dalam

Jaksa Giatkan Pemberantasan Illegal Fishing dan Kejahatan Perikanan

Selasa, 17 September 2019 21:18 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) bersama para pembicara dalam Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas (Rakornas Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Selasa (17/9). (Foto: Jhon Roy Siregar/RM)
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) bersama para pembicara dalam Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas (Rakornas Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Selasa (17/9). (Foto: Jhon Roy Siregar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kejaksaan Agung sasar pemberantasan pencurian ikan atau illegal fishing dan kejahatan perikanan lainnya. Selama ini, kekayaan laut Indonesia, seperti perikanan banyak dirampok dan dinikmati para maling dari luar negeri dan dalam negeri.

Hal itu ditegaskan Plt Jampidum Kejaksaan Agung, Ali Mukartono dalam Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas (Rakornas Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Selasa (17/9).

Ali Mukartono menegaskan, potensi maritim Indonesia yang besar apabila dieksplorasi dan dieksploitasi secara maksimal, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Akan tetapi saat ini potensi sumber daya laut tersebut justru telah dirampok dan dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dari dalam maupun luar negeri,” tegas Ali Mukartono.

Oleh karena itu, penegakan hukum yang kuat, tegas, dan profesional menjadi kebutuhan mutlak. Itu diperlukan untuk mengukuhkan supremasi kewibawaan, kedaulatan, dan hukum di wilayah laut Indonesia. Terlebih, untuk memastikan terciptanya pemberdayaan potensi maritim. Demi mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia. “Dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Baca juga : Fraksi PPP: Pemberantasan Korupsi Butuh Paradigma Baru

Tindak pidana perikanan, lanjutnya, terjadi dalam bentuk kejahatan yang sangat kompleks. Karena tindak pidana perikanan memiliki karakter khusus, bila dibandingkan dengan kejahatan konvensional yang terjadi di darat.

Ali Mukartono menjelaskan, tindak pidana perikanan juga dilakukan lintas sektor dan lintas Negara. Bahkan dalam praktiknya, dilakukan tidak hanya oleh orang perorangan, namun juga berkembang secara masif dan terorganisir, yang melibatkan korporasi, di dalam maupun di luar negeri.

Kompleksitas itu mendorong pemerintah membentuk Satgas 115. Yang komponennya terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut (bakamla), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina, dan institusi terkait lainnya. “Kehadiran Satgas 115 mengintegrasikan kekuatan antar lembaga pemerintah untuk memberantas tindak pidana perikanan secara sinergis,” ujarnya.

Sebagai salah satu unsur Satgas 115 tersebut, Kejaksaan Republik Indonesia memiliki posisi sentral dan strategis. Selaku pemegang asas dominus litis dalam bidang penuntutan. Kejaksaan merupakan poros dan filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan. Sekaligus pengendali penanganan perkara pidana. “Kejaksaan turut bertanggungjawab untuk memastikan proses penegakan hukum melalui penanganan perkara tindak pidana yang efektif dan efisien,” lanjutnya.

Baca juga : Disaksikan Mega, Puan Terima Pin Tanda Kehormatan Dari Lemhanas

Peran Jaksa di bidang penuntutan, lanjutnya,  terus dioptimalkan dalam tuntutan tindak pidana perikanan. Maka, dalam penerapannya, Kejaksaan senantiasa memperhatikan hal-hal yang prinsipil dan mendasar. Pertama, tuntutan pidana yang diajukan diupayakan seoptimal mungkin untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kedua, tuntutan yang diberikan harus mempunyai efek jera bagi para pelaku. Sehingga mampu menciptakan dampak pencegahan terhadap orang lain agar tidak melakukan tindak pidana serupa. “Ketiga, menghindarkan adanya disparitas tuntutan pidana terhadap perkara sejenis. Untuk mencegah timbulnya opini yang merugikan citra Kejaksaan. Akibat adanya disparitas tuntutan yang berbeda antara terdakwa yang satu dengan terdakwa lain dalam perkara sejenis,” tutur Ali Mukartoto.

Selain itu, tuntutan pidana harus dijatuhkan secara proporsional, objektif, dan melalui kedalaman berpikir. Dengan mengingat pertimbangan-pertimbangan yang disesuaikan pada kualifikasi perkara dan kondisi tertentu. Melalui pertimbangan tersebut, diharapkan tuntutan pidana tidak semata mengedepankan semangat retributif atau pembalasan semata. “Namun juga turut memperhatikan aspek korektif dan rehabilitatif yang memberikan kemanfaatan,” ucapnya lagi.

Ali juga menjelaskan, Kejaksaan telah melakukan upaya perbaikan regulasi. Dengan cara memperbaharui berbagai petunjuk teknis terkait dengan menerbitkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) RI Nomor PER-028/A/JA/10/2014 tanggal 1 Oktober 2014. Tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi.

“Pengaturan dalam Perja tersebut relatif lebih luas dan rinci. Meliputi penanganan perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana umum, yang termasuk di dalamnya tindak pidana perikanan,” jelasnya.

Baca juga : IWAPI Dorong Pemerintah Tingkatkan Pemberdayaan Perempuan

Di dalam Perja itu, lanjut Ali, tuntutan pidana dapat diajukan kepada korporasi, pengurus korporasi, serta korporasi dan pengurus korporasi. Sedangkan apabila undang-undang tidak mengatur subyek hukum korporasi, maka tuntutan pidana diajukan kepada pengurus korporasi.

Terhadap korporasi yang bukan berbadan hukum, pertanggungjawaban pidananya dibebankan kepada pengurus serta dapat dikenakan pidana tambahan dan atau tindakan tata tertib terhadap korporasi. “Dengan adanya peraturan tersebut, maka Penuntut Umum memiliki pedoman dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana perikanan yang subyek hukumnya korporasi,” imbuhnya.

Rakornas Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal Fishing) ini dihadiri perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenkopolhukam, perwakilan dari Kemenko PMK, Kabareskirm Mabes Polri, perwakilan dari Badan Intelijen Negara, Staf Khusus Kepresidenan , dan beberapa tokoh nasional.

Rakaronas juga dihadiri  jajaran Kejaksaan sebanyak 19 satker. Yakni, Kajati Kalimantan Barat, Kajati NTT, Kajati NTB, Kajati Kaltim, Kajati Papua, Kajati Maluku, Wakajati Jateng, Wakajati Bali, Kajari Sabang, Kajari Merauke, Kajari Tahuna, Kajari Kupang, Kajari Banda Aceh, Kajari Ambon, Kajari Tual, Kajari Aru, Kejari Batam, Kejari Nunukan, Kejari Pontianak. Turut hadir juga jajaran Ditpolair dari berbagai wilayah, jajaran TNI AL dari berbagai wilayah, para akademisi dari UGM, Unpad, IPB dan lainnnya. [JON]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.