Dark/Light Mode

Wamen Budi Arie: Kemendes PDTT Pantau Dana Desa Yang Digelontorkan Kemenkeu

Sabtu, 9 November 2019 01:55 WIB
Wamendes PDTT Budi Arie Setiadi saat melakukan kunjungan ke Desa Gendingan , Kecamatan Widodaren , Kabupaten Ngawi, Jumat ( 8/11). (Foto: Humas Kemendes PDTT)
Wamendes PDTT Budi Arie Setiadi saat melakukan kunjungan ke Desa Gendingan , Kecamatan Widodaren , Kabupaten Ngawi, Jumat ( 8/11). (Foto: Humas Kemendes PDTT)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tahun ini, dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan, mengalir untuk 74.954 desa, sebesar Rp 70 triliun.

Angka ini meningkat dibanding tahun 2018, yang hanya menyentuh 74.910 desa, dengan kucuran anggaran Rp 60 triliun.

Sejak digelontorkan pada tahun 2015 hingga 2019, terdapat perbedaan jumlah desa yang tersebar sebagai penerima dana desa. Tahun 2015, dana yang digelontorkan sebesar Rp 20,67 triliun untuk 74.093 desa, lalu pada 2016 dana desa sebesar Rp 46,98 triliun untuk 74,754 desa, kemudian pada tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun untuk 74.910 desa.

Menanggapi adanya perbedaan jumlah desa tersebut, Wakil Menteri Budi Arie Setiadi mengatakan, Kementerian Desa, pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan pemantauan pemanfaatan penggunaan dana desa yang digelontorkan oleh Kemenkeu.

"Jumlah dana desa yang digelontorkan oleh Kemenkeu itulah yang kita pantau," ujar Budi saat melakukan kunjungan ke Desa Gendingan , Kecamatan Widodaren , Kabupaten Ngawi , Jumat ( 8/11).

Baca juga : Kemendes Pamer Dana Desa Kurangi Kemiskinan

Selama ini, kata Budi, dana desa yang digelontorkan ke desa tidak mengalami permasalahan dalam hal pemanfaatannya. Dana desa yang diterima, telah dimanfaatkan dengan baik sesuai aturan. Meski masih terdapat desa yang perlu bimbingan dalam hal pemanfaatannya.

Lebih lanjut, Budi Arie mengatakan, proses perencanaan pengalokasian dana desa selama ini dilakukan melalui kerja sama antar kementerian.

Kementerian Dalam Negeri menentukan jumlah dan lokasi desa, yang akan mendapatkan dana desa pada tahun berikutnya. Jika ada keberatan terhadap desa-desa tertentu sesuai laporan masyarakat dan pendamping, maka akan dibawa ke dalam rapat di Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan).

Di antaranya pertanyaan mengenai jumlah penduduk dan luas desa (data pada Kemendagri), rumah tangga miskin (data pada Kemensos), jarak berbagai fasilitas desa (data dari BPS).

"Dalam proses tersebut, Kementerian Desa PDTT berperan dalam menyediakan data APBDes seluruh desa, juga jumlah desa menurut status perkembangan desa (mandiri, maju, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal)," katanya.

Baca juga : Kemendes PDTT Jalin Kerja Sama Dengan SurfAid

Selanjutnya, Kementerian Keuangan mengolah seluruh data menjadi bahan pengalokasian dana desa per kabupaten.

Penyalurannya dana desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan atau transfer, dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).

Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten melakukan pemindahbukuan atau transfer dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD).

Selambatnya tujuh hari setelah dana desa diterima, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan bupati perihal pengalokasian dana ke masing-masing desa. Nilainya tergantung pada kesulitan geografis tiap desa. Makin terpencil, makin besar jumlahnya.

Pencairan dana desa disalurkan melalui tiga tahapan. Tahap pertama 20 persen, tahap kedua 40 persen, dan tahap ketiga 40 persen. Dalam setiap tahapan pencairan, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.

Baca juga : Pamit dari Kemenpora, Imam Nahrawi Ngaku Sudah Selesaikan Semua Tugas

Tahap pertama, syaratnya Peraturan Desa (Perdes) dan APBDes. Tahap kedua, laporan realisasi dan konsolidasi pada tahun sebelumnya. Dalam tahap kedua ini, syaratnya belum diminta laporan tahap pertama. Kemudian pada tahap ketiga, diperlukan laporan tahap satu dan tahap kedua.

Soal sinyalemen adanya desa hantu, Budi Arie mengatakan, hal itu tertuju pada konsistensi antara kode resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan pencairan dana desa di lapangan.

Desa hantu jadi masalah jika tidak ada rekening kas desa yang asli, sampai dana desa tersebut cair.

Untuk mengantisipasinya, Kementerian Desa PDTT memiliki aplikasi https://sipede.ppmd.kemendesa.go.id yang mendeteksi jumlah desa yang mencairkan dana desa. Aplikasi tersebut juga menyajikan laporan pencairan pada tingkat kabupaten/kota.

Untuk Kabupaten Konawe, pada tahun 2015 dan 2016 dilaporkan, 100 persen desa cair. Namun, dari 241 desa tersebut, ada Desa Ulu Meraka, Kecamatan Lambuya yang tidak mendapatkan dana desa. Inilah yang kemudian disinyalir desa hantu. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.