Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Atasi Bencana, Jangan Timbulkan Bencana Baru

Jumat, 24 April 2020 06:54 WIB
Ketua Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19, Doni Monardo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Jokowi. (Foto: Randi Tri Kurniawan/RM)
Ketua Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19, Doni Monardo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Jokowi. (Foto: Randi Tri Kurniawan/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden mengeluarkan larangan mudik pada Selasa (21/4). Apakah ini belum terlambat?

Dari awal, Presiden tegas mengatakan tidak mudik, lebih dulu kepada ASN, TNI, Polri, BUMN dan pegawai pemerintah. Setelah itu, larangan mudik untuk masyarakat. Presiden mengeluarkan larangan mudik di saat yang tepat. Kalau diumumkan lebih cepat, reaksi publik belum tentu langsung menerima. Khawatir, di perjalanan ada gesekan dengan petugas keamanan. Nah, saat ini, momentumnya sudah pas, ketika sebagian besar masyarakat menyadari sebaiknya tidak mudik.

Sudah banyak video dan foto-foto yang share di grup-grup WhatsApp, desa-desa yang menolak kedatangan pemudik. Ini artinya, Presiden mengeluarkan keputusan, di saat sebagian besar masyarakat sudah paham memahami dan mendukung itu. Kita menginginkan suasana Lebaran yang tenang.

Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, ada sejumlah pasal sanksi pidana dan denda. Dendanya mencapai Rp 100 juta. Sebaiknya penegakan hukum itu menjadi jalan terakhir. Yang terbaik, masyarakat diajak, diimbau dan diberi pengertian.

Baca juga : Mari Bersabar, Puasa dan Lebaran di Rumah Saja...

 Apakah status PSBB yang diberlakukan di sejumlah wilayah sudah cukup efektif?

Melihat kasat mata, memang masih ada keramaian di jalan-jalan. Itu menunjukkan status PSBB belum dilaksanakan optimal. Kegiatan belajar sudah di rumah. Tetapi, masih ada karyawan yang bekerja di sejumlah perkantoran, padahal dianjurkan work from home.

Beberapa sektor yang dikecualikan boleh beroperasi. Tetapi, perlu pengawasan publik. Misalnya di pabrik yang dikecualikan, apakah menerapkan physical distancing? Karyawan yang hadir lebih dari 50 persen? Nah, perlu ada yang nuraninya terpanggil untuk menyampaikan kepada aparat atau Gugus Tugas agar kita bisa mengecek. Pabrik yang seperti itu, bisa diberi peringatan, teguran dan terakhir hukuman.

Kenapa sih pemerintah tidak melakukan lockdown, terutama di Jakarta yang menjadi pusat pandemi dengan jumlah korban terbesar?

Baca juga : Kiat Rencanakan Keuangan Ketika Puasa di Tengah Covid-19

Dalam prinsip penanganan kebencanaan, langkah mengatasi bencana tidak boleh menimbulkan bencana baru. Pandemi virus ini bencana non-alam, tetapi menjadi bencana nasional. Saya sangat yakin, keputusan Pemerintah yang terbaik adalah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Jika Jakarta di-lockdown, apa yang terjadi?

Aturan lockdown, atau dalam bahasa Undang-Undang disebut Karantina Wilayah, itu sangat rumit. Saat diputuskan, berarti kota diisolasi. Pertama, jalur masuk kota ditentukan dan siapapun yang masuk harus menjalankan protokol kesehatan yang sangat ketat. Dicek bukan saja orangnya, tapi juga kendaraan, pakaian, semuanya.

Kedua, jika Jakarta lockdown, apakah bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari? Saat ini, kebutuhan Jakarta sebagian besar dipasok dari luar Jakarta. Ketiga, diplomat dan warga asing akan langsung keluar dari Indonesia. Ingat, ketika Wuhan dinyatakan lockdown, seluruh negara langsung menarik warganya pulang. Termasuk Indonesia, menjemput 238 orang dan langsung mengkarantina mereka di Pulau Natuna.

Baca juga : Alkes Hasil Karya Warga Binaan Lapas Kelas I Tangerang Dibagikan Ke Warga

Saat lockdown, masyarakat yang nekat keluar rumah akan berhadapan dengan aparat yang berjaga. Kalau melawan, dan aparatnya keras, khawatir benturan. Jika timbul konflik aparat dengan warga, persoalan pun bertambah. Sudah ada masalah kesehatan, tambah lagi masalah keamanan.

Saya melihat, sikap Bapak Presiden sangat hati-hati dan mempertimbangkan banyak hal. Penetapan status PSBB adalah keputusan terbaik, sangat tepat dan cerdas. Ada negara yang memberlakukan lockdown, dan belakangan menyadari keputusannya keliru. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.