Dark/Light Mode

Godaan Kekuasaan Ketika Memimpin

Jumat, 3 Februari 2023 09:45 WIB
Muhtar Sadili, Senior Editor RMBooks Jakarta dan Pengasuh Pesantren Assalam, Plered, Purwakarta
Muhtar Sadili, Senior Editor RMBooks Jakarta dan Pengasuh Pesantren Assalam, Plered, Purwakarta

Ummu Al-Husain ra, mengabarkan, dalam khutbahnya pada saat menunaikan haji wada’ Muhammad Rasulullah saw, bersabda, ”Seandainya ada seorang hamba untuk menjadi pemimpin kalian, lalu dia memimpin kalian berdasarkan Kitabullah (kitab Allah, yakni Alquran), maka dengarkan dan patuhilah dia.” (HR Muslim)

Seorang calon pemimpin harus membawa misi yang sarat dengan nilai yang ada di dalam Alquran, agar masyarakat punya alasan kuat memilihnya. Mengingat nilai-nilai yang dikandung dalam Alquran mempunyai relevansi aktual dan strategis.

Konsep kepemimpinan dalam Alquran dipadatkan dengan menjadi khalifah fi al-ard; pengganti Tuhan dalam mengurus semua makhluk di muka bumi. Pemimpin yang tidak punya komitmen menjaga semua makhluk, tidak layak untuk diberikan amanah.

Sangat riskan mempercayakan urusan sosial-masyarakat, pada seseorang yang belum mengerti hakikat kepemimpinan itu sendiri. Baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, sampai semua yang ada di muka bumi.

Drama penolakan malaikat atas keinginan Allah swt menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi harus jadi acuan. Malaikat keberatan, Yang Kuasa memberikan tugas khalifah kepada manusia, mengingat dalam rekaman malaikat, manusia hanya akan menjadikan bumi ini porak poranda. 

Baca juga : DKI Sulap Lahan Kumuh Jadi Taman & Pertanian

Boleh jadi manusia tidak akan memperdulikan apa yang telah dititahkan oleh Yang Kuasa, karena watak dasar kemanusiaan yang cenderung merusak apa yang ada di hadapannya.

Tapi rupanya, Tuhan tetap memberikan tugas khalifah itu kepada manusia. Asalkan, segala macam rambu harus dipatuhi, agar tidak terjerumus pada dugaan kuat malaikat itu. Bahkan dalam dialog tersebut, manusia dibekali ilmu pengetahuan untuk menjalani misi kemanusiaannya. Tinggal manusia menjaga konsistensi pelaksanaan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan itu.

Tentu saja, dalam perjalanannya, misi kepemimpinan manusia itu mengalami dinamika. Ditunjukkan oleh sejarah, kepemimpinan manusia di muka bumi tidak lepas dari sifat dasar kemanusiaan itu sendiri. Cenderung serakah dan ingin selalu menguasai antar dirinya. 

Peradaban dunia terbangun di atas peristiwa perang antar golongan. Baik mengatasnamakan agama maupun keinginan memperebutkan harta benda. 

Hampir setiap abad terjadi perang yang menjadikan pergantian kepemimpinan di muka bumi ini, menyisakan pesan. Bahwa setiap calon pemimpin harus mewaspadai godaan dari dirinya, untuk menguasai; harta, tahta dan kehormatan.

Baca juga : KSP: BLT BBM Tekan Kenaikan Angka Kemiskinan

Makanya kita pernah diingatkan Sang Nabi bahwa setiap diri kita itu adalah pemimpin. Minimal untuk memimpin dirinya dengan mengelola semua potensi diri; baik negatif dan positif. Nafsu negatif direfleksikan dengan nafsu lawwamah, yaitu keinginan untuk terus menguasai segala-galanya. Dan energi positif diredaksikan dengan nafsu muthmainnah, yaitu sebuah panggilan hati nurani untuk terus-menerus berbuat kebaikan

Kepemimpinan itu terletak pada kemampuan mengelola potensi diri. Jika mampu memimpin dirinya, maka akan mampu mengatur orang terdekat hingga wilayah negara-bangsa. 

Jangan berharap pada seorang pemimpin yang gagal memimpin dirinya, untuk kemudian mengatur urusan negara bangsa yang rumit dan beragam. Pilihan pada pemimpin bermasalah akan menggadaikan inti kepemimpinan untuk memberikan kemaslahatan umat manusia.

Setelah seorang pemimpin menyelesaikan urusan kepemimpinan dirinya, maka berkewajiban memberikan mashlahat untuk rakyatnya. 

Kepentingan umat harus didahulukan dari kepentingan diri dan golongannya. Seorang pemimpin harus bisa merelakan keinginan sesaat memuaskan diri yang sering terus menggoda kala kekuasaan dipegang. Untuk kemaslahatan umat yang terlihat jelas akan merugikan kepentingan dirinya.

Baca juga : Calon Taruna Kemenkumham Mulai Jalani Pendidikan

Kemaslahatan umat ini seringkali dibajak untuk kepentingan diri dan golongannya. Lord Acton pernah mengatakan kekuasaan itu cendrung memanjakan seorang pemimpin hingga lebih mendahulukan kepentingan diri dan golongannya. 

Kecenderungan korupsi menemukan bentuk sempurna di negeri ini, merupakan bukti paling sahih, bagaimana kekuasaan memakan misi suci kepemimpinan itu sendiri. Tragisnya, seperti dilindungi oleh minimnya rambu yang bisa membuat jera para penyalahgunaan kekuasaan. (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.