Dark/Light Mode

Menimbang-nimbang Libur di Masa Ramadan

Selasa, 7 Januari 2025 17:51 WIB
Ilustrasi. Foto: Pixbay
Ilustrasi. Foto: Pixbay

Wacana libur sekolah selama bulan puasa menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Sebagai informasi, wacana liburan selama Ramadan ini disampaikan oleh Menteri Agama, Kyai Haji Profesor Nasaruddin Umar, dalam salah satu pertemuannya. 

Artikel singkat ini akan mencoba melakukan refleksi: kira-kira, apakah liburan selama Ramadan itu penting dan bermanfaat secara signifikan bagi para pelajar di Indonesia? Ataukah ada alternatif lain selain model yang sekarang, di mana anak-anak biasanya libur di awal Ramadan hingga beberapa hari setelahnya?

Memang, jika dilihat sepintas, libur masa Ramadan terlihat begitu menggoda untuk diterapkan. Anak-anak diharapkan bisa fokus pada ibadah di rumah atau belajar tanpa harus bersusah payah pergi ke sekolah selama menjalankan puasa. Namun, di sisi lain, terdapat sejumlah tantangan jika kebijakan ini benar-benar diimplementasikan.

Sebagai informasi, kebijakan untuk libur selama Ramadan sebenarnya bukanlah hal baru. Beberapa puluh tahun yang lalu, saya mengalami sendiri masa di mana selama Ramadan, sekolah diliburkan sepenuhnya. 

Saat itu, anak-anak mengisi waktu libur dengan berbagai kegiatan yang sangat aktif. Misalnya, mengikuti kegiatan di masjid atau lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren kilat. Kegiatan ini berlangsung cukup lama, dari pagi hingga sore, hampir sebulan penuh. 

Baca juga : Menkomdigi Dorong Sinergi Nasional untuk Transformasi Digital

Ada juga kegiatan ngaji khusus yang diberi istilah "pasaran". Model mengaji di pesantren, di mana anak-anak belajar intensif beberapa kitab keagamaan, dengan target tamat dalam satu bulan. Semua ini adalah bentuk pembelajaran di luar proses konvensional yang biasa dilakukan oleh para santri.

Namun, di era digital seperti sekarang, kultur seperti itu sangat sulit diterapkan. Bukan tidak bisa, tentu. Situasi dan konteks sosiologis hari ini, harus dijadikan pertimbangan mendalam sebelum dituangkan suatu kebijakan. 

Anak-anak yang tidak hadir di lembaga pendidikan yang terkelola dengan baik selama libur Ramadan justru berisiko menghadapi berbagai tantangan—baik di rumah sendiri atau di lingkungan sosialnya. Ketika anak-anak berlibur di rumah selama sebulan, orang tua yang justru menjadi sibuk. 

Hal ini bisa menjadi dilema, terutama bagi para orang tua yang harus tetap bekerja seperti biasa. Sementara itu, anak-anak yang tinggal di rumah sering kali tidak terkelola dengan baik.

Mungin hal ini berbeda dengan orang tua dari kalangan yang cukup secara finansial. Mereka bisa menyediakan berbagai program untuk anak-anaknya selama Ramadan. Misalnya magang, mengikuti les umum atau les keagamaan, atau malah berlibur ke luar kota secara mandiri. 

Baca juga : Dirjen WHO Jadi Saksi Serangan Biadab Israel Di Bandara Yaman

Namun, bagi keluarga biasa, libur selama Ramadan justru dapat terasa menyulitkan. Anak-anak mungkin akan menghabiskan waktu seharian bermain gawai, yang tentunya belum tentu merupakan hal positif. Mengarahkan mereka untuk hadir di masjid pun belum tentu diikuti dengan penuh oleh anak-anak. 

Begitu pun jika membuat kegiatan alternatif untuk mengisi waktu liburan juga bukan hal yang mudah. Perlu banyak effort untuk mendesainnya. Apalagi jika buka ahlinya. 

 Untuk menyiasati libur Ramadhan, bahkan institusi yang biasanya mengadakan program-program liburan seperti pesantren kilat pun kini menghadapi tantangan dalam mengelola kegiatan serupa. Pendekatan konvensional tidak akan menyasar pola belajar anak-anak sekarang. Sementara dengan pendekatan baru, tentu memerlukan biaya besar, yang kemudian berujung masalah tersendiri. 

Berangkat dari persoalan-persoalan tersebut, mungkin sebaiknya pemerintah melakukan refleksi ulang atas wacana libur penuh selama Ramadan ini. Alih-alih menyelesaikan masalah, kebijakan ini justru dikhawatirkan dapat menghasilkan masalah baru. Misalnya, anak-anak yang seharusnya produktif selama liburan justru semakin tidak produktif. 

Ketika diminta belajar atau melakukan hal-hal positif selama puasa, mereka mungkin menolaknya dengan alasan berpuasa. Pada akhirnya, yang terjadi adalah mereka kembali asyik dengan gawai, yang tentu saja menciptakan lagi masalah baru.

Baca juga : Libur Nataru Di Jakarta Aman, Nyaman Dan Lancar

Sehingga niat awal yang baik untuk memberikan ruang bagi ibadah dan menghormati masa puasa justru dapat berbalik arah jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, wacana ini memerlukan kajian mendalam dan solusi konkret agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai tanpa menimbulkan dampak negatif yang tak diinginkan.

Salah satunya pemerintah bisa membuat beberapa desain kegiatan, sebagai ujicoba. Desain pertama tetap seperti sekarang, di mana libur hanya beberapa hari saja. Sedangkan sisanya aktif seperti biasa. Sedangkan desain kedua adalah membuat libur selama Ramadhan ini. Total. Full

Lalu desain alternatif misalnya libur belajar di kelas, tetapi ditransformasi dengan kegiatan positif lain namun dikelola lembaga sekolah, atau dibebaskan ikut kepada kegiatan serupa namun di lembaga lain yang bisa mereka akses. Atau mungkin ada desain keempat, ya silahkan. 

 Intinya, ide untuk libur selama Ramadhan boleh dan sah saja. Namun jangan sampai kontra produktif hasilnya jika analisis atas data dan fakta perilaku pelajar selama libur itu mereka “ngapain” tidak ada basis ujicobanya. Sebab subyek dari kegiatan ini adalah anak bangsa yang memiliki hak untuk diberikan kesempatan mengeksplorasi ruang produktivitas mereka dalam keadaan  apapun. [*]

Dr. Tantan Hermansah
Dr. Tantan Hermansah
Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Program Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.