Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Diungkap Kantor Hukum Luar Negeri, Etnis Uighur Belum Bebas Intimidasi

Rabu, 7 September 2022 17:11 WIB
Kampanye dukungan kepada etnis Uighur, China. (Foto: Istimewa)
Kampanye dukungan kepada etnis Uighur, China. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Masyarakat dunia kembali menyuarakan keadilan terhadap jutaan etnis muslim Uighur. Belakangan, etnis minoritas Uighur diduga mengalami berbagai jenis tindakan kekerasan hingga pembunuhan. Dugaan itu sempat disampaikan salah satu kantor hukum Justice Abroad.

Kantor hukum ini bilang, kelompok anti kekerasan World Uighur Congress (WUC) yang berbasis di Jerman dan Hak Asasi Manusia Uyghur (UHRP) yang berbasis di Washington, DC, mengajukan pengaduan pidana resmi ke pengadilan Buenos Aires di bawah ketentuan yurisdiksi universal, yang ditetapkan dalam Konstitusi Argentina.

Para pengacara yang bertindak atas nama dua kelompok hak asasi Uighur tersebut mengajukan kasus pidana di pengadilan Argentina. Tuduhannya, pemerintah China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan melalui kebijakan represif yang menargetkan muslim di wilayah barat laut Xinjiang.

Pengaduan pidana resmi tersebut, memungkinkan pengadilan pidana negara untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan internasional. Seperti genosida, penyiksaan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca juga : Lengser, Anies Bakal DiarakDari Balaikota Ke Rumahnya

Presiden WUC, Dolkun Isa menyebut pengaduan pidana memiliki makna nyata dan simbolis bagi perjuangan kemanusiaan menyelamatkan nyawa sekaligus masa depan etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya.

Kelompok hak asasi manusia, media massa internasional, saksi serta penyintas, juga telah mengajukan kesaksian berikut bukti yang kredibel, yang menunjukkan dugaan pihak berwenang China telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap etnis Uighur sejak 2017.

Dugaan pelanggaran berat HAM ini, dimulai Beijing secara sewenang-wenang dengan menahan orang-orang Uighur di kamp menyerupai penjara. China mengklaim fasilitas itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan untuk mencegah ekstremisme dan radikalisme agama.

"Tiongkok mengatakan bahwa fasilitas itu telah ditutup," demikian laporan yang disampaikan kantor hukum Justice Abroad kepada wartawan, Rabu (7/9).

Baca juga : Ngeri Deh, Data Pribadi Publik Bocor Setiap Hari

Diyakini, pihak berwenang China telah menahan hingga 1,8 juta orang Uighur dan lainnya yang dituduh menyembunyikan pandangan agama yang kuat terhadap ekstrimisme. Ada juga bukti bahwa beberapa tahanan menjadi sasaran kerja paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, dan sterilisasi paksa, serta aborsi.

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta negara-negara dunia khususnya Indonesia mendukung langkah Justice Abroad yang melaporkan dugaan kejahatan kemanusiaan China terhadap etnis Uighur di Xingjiang.

"Ini adalah momentum bagi negara-negara dunia termasuk Indonesia, untuk menyelamatkan orang-orang Uighur dari kejahatan kemanusiaan yang diduga kuat masih terjadi hingga saat ini," ungkap Peneliti Senior CENTRIS, AB Solissa kepada wartawan, Rabu, (7/9).

Apalagi, lanjut Solissa, Amerika Serikat dan badan legislatif dari beberapa negara Barat telah menganggap perlakuan buruk China terhadap sebagian besar etnis Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang, sebagai genosida serta kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca juga : Dikhawatirkan Kabur Ke Luar Negeri, 4 Petinggi ACT Dicekal

Kongres Uighur Dunia dalam keterangannya mengatakan bahwa pengajuan pengaduan pidana di Argentina adalah langkah penting menuju keadilan yang telah lama tertunda bagi rakyat Uighur, sekaligus meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Xingjiang.

Apalagi, pada bulan Desember 2021 sebelumnya, Pengadilan Uighur yang dipimpin ahli hukum Inggris, Geoffrey Nice, mengeluarkan putusan tidak mengikat yang menyatakan, China telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap etnis minoritas Uighur, setelah mendengar bukti dari para penyintas kamp interniran dan para ahli di wilayah tersebut.

Beberapa hari setelah keputusan ini, WUC dan UHRP mengatakan mereka sedang bersiap untuk mengajukan pengaduan pidana ke pengadilan Argentina dengan yurisdiksi internasional, dan aduan tersebut benar-benar telah mereka layangkan.

"Pengaduan pidana ini akan menjadi kesempatan bersejarah bagi etnis Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang, agar suara mereka didengar dan hak hidup dalam kehidupan diberikan oleh pengadilan domestik formal," pungkas AB Solissa. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.